Ngomongin tentang pendidikan Kedokteran, nggak akan jauh-jauh dari kisah horor. Ada banyak alasannya. Salah satunya karena berkutat dengan mayat sudah menjadi syarat wajib sebelum menjadi dokter.
Pekan lalu saya resmi dilantik menjadi dokter di salah satu Fakultas Kedokteran di Surabaya. Pidato nostalgia Pak Dekan saat pelantikan mengingatkan masa-masa pendidikan yang bisa dikatakan penuh dengan kenangan. Namun, di antara banyak kenangan selama pendidikan, kisah-kisah horor mengenai bedah mayat adalah barang yang selalu gurih untuk dibahas.
Bedah mayat masuk dalam mata kuliah Anatomi. Dan Anatomi adalah momok. Pertama, ujiannya sulit minta ampun dan paling banyak membuat mahasiswa ngendog. Kedua, kita diharuskan tatag dalam membredeli dan membedah mayat. Di fakultas kami, setiap 10-20 mahasiswa diberikan satu kadaver (mayat) utuh untuk dibredel selama satu semester.
Jadi, mahasiswa biasanya bakal ketir-ketir selama Anatomi. Bayangan sang mayat akan balas dendam seperti di film-film selalu terlintas dalam pikiran. Semua itu diperumit dengan berbagai kisah horor turun temurun. Berikut adalah 3 cerita horor bedah mayat Fakultas Kedokteran.
#1 Dibawa pulang
Lelah yang menjadi-jadi adalah ungkapan mahasiswa yang menjalani blok Anatomi. Pagi sampai siang kuliah, dilanjutkan praktikum sampai sore. Puluhan istilah baru sudah menjadi makanan sehari-hari. Belum lagi kalau praktikum. Waduh. Kadaver yang diawetkan dengan sejenis alkohol memberikan sensasi bius tersendiri yang tidak bisa dijelaskan. Ini membuat kesadaran peserta didik sering kali tidak sesuai SNI.
Beban belajar yang tinggi membuat ketlisut menjadi suatu kewajaran. Pernah ada cerita senior yang tidak sengaja ketlisut. Dia membawa pulang barang dari ruang bedah mayat. Masalahnya, yang dibawa pulang bukan pinset atau gunting, tapi jari mayat. Wadidaw.
Mahasiswa itu bisa dikatakan tidak beruntung. Ceritanya, potongan jari itu terselip di atlas anatomi. Nah, karena atlas anatomi itu saking tebalnya (bahkan bisa buat pondasi rumah), tidak kelihatanlah jari sang kadaver. Singkat cerita, jari mayat baru diketahui malamnya sewaktu atlas dibuka untuk belajar. Kabar baiknya, mahasiswa tersebut bisa mengira itu jari mayat, bukan sosis yang gosong atau ampo Tuban.
Ada pula versi “kebawa pulang” yang lain, walaupun faktor kegoblokan lebih mendominasi dalam kasus ini.
Dulu ada mahasiswa yang iseng memasukkan berbagai jenis tulang mayat ke tas sejawatnya yang penakut. Niatnya, sih, pengin nge-prank sewaktu pulang praktikum. Alih-alih kaget, korban prank tidak melihat tulang tersebut saat pulang praktikum. Sialnya, si tersangka prank pun lupa. Laporan kuat mengatakan mereka terbius oleh beratnya kuliah dan kentalnya uap alkohol.
Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Korban prank malang itu pun terbelalak saat di kos membuka tasnya yang penuh dengan tulang manusia. Dia pun langsung mengembalikan tulang-tulang bersama pelaku prank setelah histeris menghebohkan satu kos. Selang kejadian tersebut, kuat dugaan tidak ada lagi tegur sapa antara kedua sejawat. Kabar baiknya, ibu kos korban prank bukanlah kolektor tulang manusia. Jadi, angkatan tersebut tidak perlu dihukum massal karena melakukan penyelundupan tulang.
#2 Dibawakan pulang
Saya yakin tidak sengaja membawa pulang jari mayat bukanlah impian mahasiswa Kedokteran, walaupun itu bukanlah yang paling mengerikan. Ceritanya, dulu pernah ada mahasiswa perempuan. Anaknya rajin dan patuh pada aturan. Jangankan melakukan hal bodoh seperti memasukan tulang ke tas kawan. Selama di dalam ruang bedah mayat matanya fokus mengidentifikasi berbagai struktur.
Sayangnya, uap alkohol kadaver tidak memandang seberapa rajin seseorang. Singkat cerita mahasiswi tersebut sudah pada ujung tanduk kesadaran dan lupa membawa pulang buku catatan saat praktikum. Sayangnya, dia sadar saat sudah sampai di kos.
Namun, bukan itu masalah utamanya. Buku itu justru kembali tepat di malam yang sama, setelah si mahasiswi tidur lebih awal.
Hampir tengah malam ibu kosnya mengetok. Setelah dibukakan, ibu kos memberikan buku dan kotak pensil, “Dik, ini titipan katanya barang sampean ketinggalan,” ujar ibu kos. Awalnya, sih, si mahasiswi senang. Ia bisa menyalurkan hobi horornya (read: belajar) malam itu.
Iseng-iseng dia bertanya, “Bu, siapa yang mengembalikan?”
“Itu, Mbak, usianya sekitar 57 tahunan. Trus ciri-cirinya bla-bla-bla….” Mendengar itu, si mahasiswi terdiam. Rupanya, setiap detail yang disebutkan ibu kos persis dengan kadaver yang ia bredel tiap hari. Si mahasiswi rajin pun lunglai, diikuti posisi kaku setengah gemetar. Ia meminta agar diperbolehkan tidur di ruang tamu ibu kos.
#3 Dikasih bocoran
Bocoran ujian bukanlah hal yang baik. Meskipun begitu, selalu ada sekelompok mahasiswa yang mencoba mengaksesnya mati-matian. Termasuk dalam mata kuliah Anatomi. Walaupun akhirnya adalah zonk alias tidak tembus, tapi ini tidak berlaku pada si Bonam
Bonam adalah mahasiswa yang terkenal supel. Dia banyak bicara dan cerdas. Sayangnya, si Boenam juga punya kelemahan yaitu takut dengan kadaver. Kalau sudah di ruang bedah mayat, ia seperti mati kutu. Memang tidak sampai ngompol apalagi pingsan. Akan tetapi, bawaanya sulit konsentrasi dan bahkan tidak mampu melihat wajah kadaver. Meskipun begitu, dosen-dosen tetap berusaha mendukungnya. Sebut saja, ia tidak diusir dari ruang bedah mayat.
Si Boenam yang tengah berputus asa pun duduk menyendiri di taman menjelang ujian praktikum. Ia meratapi semilir angin. Tiba-tiba, datang laki-laki paruh baya menyapanya. Bonam mengamati sang lelaki. Dari pakaiannya, Boenam mengira dia tukang kebun. Orang yang merawat pohon kamboja di taman depan ruang bedah mayat. Bonam pun menceritakan kesulitannya.
Seperti Deddy Corbuzier, lelaki paruh baya menyuruhnya untuk tenang. Tidak disangka tak dinyana, dia tiba-tiba mengajari berbagai struktur Anatomi. Bonam pun terkagum-kagum akan kehebatan pak kebon. Lalu, ia mengira lelaki paruh baya tersebut adalah petugas ruang bedah mayat. Sayangnya, ketika si Boenam bertanya, sang lelaki hanya tersenyum.
Hari ujian praktikum pun tiba dan Bonam masuk ke ruang bedah mayat. Aneh bin ajaib. Bonam terlihat lebih tenang ketika ujian praktikum. Setelah ujian, dosen-dosen pun kaget bukan kepalang karena si Bonam dapat nilai A ujian praktikum Anatomi. Si Boenam sendiri mengaku kaget karena merasa bisa mengerjakan soal-soal dengan mudah. Setelah diingat-ingat, soal yang keluar persis dengan yang diajarkan oleh lelaki paruh baya.
Di akhir blok, Bonam ingin melihat kadaver ujian bedah mayat sebelum beranjak. Si Bonam kaget, ternyata wajah kadaver untuk ujiannya sama persis dengan wajah “bapak tukang kebun” yang mengajari dia soal Anatomi.
BACA JUGA Cara Kuliah di Fakultas Kedokteran tapi UKT Cuma 1,3 Juta per Bulan