Banyak orang yang mengaku dirinya pendaki gunung, namun yang ia lakukan tak lebih dari menghina alam. Seperti akhir-akhir ini, banyak pendaki gunung ilegal yang nekat meski gunung masih ditutup. Ada pula kasus-kasus mengerikan terjadi di kalangan pendaki seperti meninggalkan teman di gunung, peralatan gunung seadanya, melawan cuaca buruk demi eksistensi, mengabaikan keselamatan, dan sebagainya.
Saya pikir sudah bukan waktunya lagi kita berbagi ilmu pendakian secara lempeng dan penuh tata krama, sementara waktu kita tidak perlu njawani lah. Kenapa?
Banyak orang yang punya setelan pabrik yang kebalik. Maksudnya seperti ini. Ketika diminta untuk tidak berisik, mereka malah ngomong makin kenceng. Ketika diminta tidak buang sampah sembarangan, saat itu juga dia buang sampah sembarangan. Diminta membantu rakyat dalam masa pandemi, bantuan sosial malah dikorupsi.
Pendaki gunung pun juga tak luput dari hal itu. Banyak yang diminta A, yang dilakuin malah Z. Nah, kali ini saya akan membagikan tips yang sebaiknya tidak dilakukan. Siapa tahu, justru dengan itu, pendaki gunung yang berbuat tidak semestinya malah kembali ke jalur yang benar.
Pertama, jangan buang sampah pada tempatnya
Gunung merupakan tempat yang begitu luas. Banyak sisi-sisi tersembunyi yang mudah untuk menyelipkan sampah. Ada juga jurang-jurang yang tidak mungkin terjamah manusia. Tentu sangat menyenangkan, sembari pemanasan untuk melanjutkan perjalanan, kita ayunkan tangan dan lemparkan saja sampah ke jurang.
Sebat-sebat saat istirahat, sentilkan puntung rokok dengan gaya lempar koin wasit ke sembarang tempat. Tidak perlu membuang sampah besar untuk menjadi pendaki berengsek, puntung rokok pun sudah cukup.
Kalau kena rumput kering, yang terbakar kan bisa seisi gunung.
Jika perut sudah memberikan kode untuk mengeluarkan rudal, carilah tempat terdekat. Tidak perlu pikir pusing mengeluarkan rudal dari perut di gunung. Tidak perlu gali lubang tutup lubang. Bau? Ya memang. Tapi, pendaki gunung berengsek mana mikirin hal kayak gitu?
Kedua, corat-coretlah sekreatif mungkin
Saat ini di beberapa gunung sudah mengeluarkan larangan membawa alat tulis. Tujuannya, agar tidak digunakan untuk corat-coret di gunung. Meski begitu, hal tersebut tidak bikin pendaki berengsek pusing. Aturan dibuat kan tujuannya untuk menemukan celah baru, mencari ide sekreatif mungkin bagaimana kita tetap bisa menjadi pendaki berengsek dengan corat-coret di gunung.
Misalnya, kita dapat memanfaatkan alat pendakian gunung yang bisa dipakai corat-coret. Ujung treking pole yang runcing mampu kita gunakan untuk mengukir di pohon. Pisau masak juga dapat kita manfaatkan untuk menciptakan prasasti di batu. Atau membakar batang kayu hingga menjadi arang lalu kita gunakan sebagai alat corat-coret. Artistik bukan?
Ketiga, bawalah seperangkat alat sound system saat pendakian
Banyak pengelola pendakian mulai menerapkan larangan bagi pendaki membawa pengeras suara. Untuk apa kita mencari ketenangan di gunung? Hal itu so last year banget, Ges-gesku.
Jika pengeras suara biasa tidak mampu memberikan kepuasan hasrat gendang telinga, bolehlah sesekali kita membawa seperangkat alat sound system sekaligus. Tidak perlu memikirkan bagaimana perasaan makhluk hidup lainnya di gunung, apalagi sesama manusia. Anggap saja manusia di gunung juga tidak menginginkan ketenangan. Jadi, rayakanlah keberengsekan di gunung dengan lantang, Bung!
Terakhir, dokumentasi adalah kunci
Dewasa ini kanal media sosial selalu diramaikan dengan suka cita pendaki di gunung. Mulai dengan pamer outfit, pamer pose dengan latar belakang gunung, pamer apapun yang bisa dipamerkan. Tidak penting keselamatan nyawa kita, apalagi hanya ke sesama pendaki lain. Tidak penting juga kondisi alam seburuk apa pun itu. Selagi kamera masih mampu mengakomodasi keberengsekan kita, kenapa harus memikirkan keselamatan nyawa kita? Iri bilang, Boshhh!! Pal pal paleee~
Masih banyak kiat-kiat untuk menjadi pendaki gunung yang berengsek. Jika memang menjadi pendaki brengsek adalah pilihanmu, lakukanlah. Kata orang hidup itu cuma sekali, jadi tunjukkan kehebatanmu menjadi seberengsek-berengseknya pendaki.
Tapi, ingat juga, tinju orang atau murka alam adalah konsekuensi yang jelas kamu dapat. Jadi, kalau masih sayang muka dan sayang nyawa, mending lakukan sebaliknya: jadilah orang yang biasa-biasa saja.