Dari tiga sinetron bikinan Deddy Mizwar, Lorong Waktu, Kiamat Sudah Dekat, dan Para Pencari Tuhan, mana yang paling genuine?
Semakin ke sini, tampaknya mulai muncul satu kebiasaan baru orang Indonesia di bulan Ramadan. Khususnya bagi generasi milenial, kebiasan itu adalah meromantisasi sinetron-sinetron religi buatan Deddy Mizwar. Wajar saja, sinetron buatan Deddy Mizwar yang dinaungi rumah produksi Citra Sinema ini memang bisa jadi mesin waktu untuk mengenang masa-masa nostalgia suasana puasa di masa lalu. Atau, bisa jadi ini adalah bentuk apresiasi sekaligus bentuk kemirisan karena semakin sulitnya menemukan tipe tontonan sejenis, yaitu tontonan segmentasi kelas menengah ke bawah yang tidak sampah.
Deddy Mizwar bersama Citra Sinema selama ini telah banyak berkarya menghasilkan berbagai macam tontonan. Tapi, karya yang berhasil mencuat menjadi populer dan selalu dibicarakan banyak orang selalu berkutat pada tiga judul sinetron, yaitu Lorong Waktu, Kiamat Sudah Dekat, dan Para Pencari Tuhan.
Ketiganya sebenarnya kalau diperhatikan memiliki suatu kesamaan utama. Deddy Mizwar melalui ketiga judul tersebut tergolong jenius dalam mencari celah premis cerita agar sinetronnya bisa menjadi sarana untuk mengajari penontonnya tentang keislaman dari dasar dengan cara yang menyenangkan. Di Lorong Waktu ada Zidan, Kiamat Sudah Dekat ada Fandy, dan Para Pencari Tuhan punya trio Chelsea-Barong-Juki. Namun, dari ketiga sinetron itu, manakah yang terbaik?
Bagi saya, Kiamat Sudah Dekat adalah sinetron terbaik milik Deddy Mizwar. Bukan cuma dibandingkan dengan sinetron buatan Deddy Mizwar lainnya, tapi juga secara keseluruhan merupakan sinetron yang cukup menarik bagi sejarah pertelevisian kita. Lantas, apa saja alasannya?
#1 Premis jenius
Kiamat Sudah Dekat sebenarnya sudah menarik semenjak premis. Ketimbang sepasang kakek dan anak kecil yang melakukan time travel di tiap episode, atau tiga mantan napi jadi marbot masjid belajar agama, premis Kiamat Sudah Dekat lebih spesifik dan terasa berlayer.
Seorang rocker yang tak paham agama naksir seorang wanita berjilbab anak Pak Haji. Ini membuatnya harus belajar agama dari nol untuk mendapatkan wanita pujaannya. Sekilas memang cheesy, tapi tidak bisa dimungkiri bahwa kontras background masing-masing karakternya jadi bumbu yang sangat menarik.
Melalui premis sederhana tapi spesifik itu, kita bisa membayangkan berbagai potensi ceritanya. Bagaimana barier ilmu agamanya? Bagaimana pergesekan kelas ekonominya? Bagaimana mengemas genre romance dalam balutan cerita religi islami? Ditambah melihat reputasi Deddy Mizwar, dari situ sudah terlihat bahwa sinetron ini tampaknya bakal menyajikan banyak dialog-dialog menarik.
#2 Pengemasan romansa yang unik
Sejujurnya, kisah Fandy dan Sarah tidak dieksekusi sempurna-sempurna amat, tapi mereka berhasil menjadi pasangan yang mengambil hati penonton. Sebenarnya, saya cukup kesal dengan tingkah Fandy yang kalau ketemu Sarah selalu bertingkah norak. Rocker yang dibesarkan di Amerika tanpa pernah belajar agama itu mewakili stereotip perilaku American yang tidak bisa berperilaku sopan santun. Alhasil, tiap ketemu Sarah, tingkahnya selalu bikin cringe, si Fandy freak banget sumpah.
Tapi, kesan romantis mereka justru muncul ketika mereka berinteraksi secara tidak langsung. Interaksi Fandy dan Sarah memang tidak umum, dan bagaimana cinta tumbuh di antara mereka pun unik.
Jadi gini, Sarah dan Pak Haji ini jelas keluarga yang islami banget. Jadi secara samar, ada aturan soal Fandy dan Sarah yang tidak bisa berduaan, tidak bisa bersentuhan, cuma berinteraksi dari jauh.
Nah, keromantisan ini muncul ketika mereka mendengar kisah masing-masing dari mulut orang lain. Misal, Sarah yang sumringah mendengar Saprol dan Kipli cerita soal perjuangan Fandy. Sementara tingkah Fandy saat jauh dari Sarah pun lucu dan gemesin. Ngeliat mereka saling mendoakan, saling rindu, saling mendoakan dari jauh ternyata begitu romantis dan terasa tulus. Bisa loh Deddy Mizwar mengemas hal romantis dengan cara kaya gini.
#3 Berfilsafat sambil tertawa bersama keluarga Fandy
Ketika saya mencoba rewatch sinetron ini, hal mengejutkan yang baru saya sadari adalah bagaimana Deddy Mizwar memberi peran keluarga Fandy yang tidak sekadar terlihat bego secara komikal, melainkan jadi sarana bagi Deddy Mizwar untuk memasukan unsur filsafat yang cukup dalam.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Fandy datang dari keluarga yang lama tinggal di Amerika. Keluarga ini beragama Islam di KTP, tapi selama ini tidak pernah belajar agama, mementingkan science dan argumentasi. Jadi, akan sering terlihat bagaimana keluarga Fandy terlihat bodoh dalam konteks agama yang tentunya jadi bahan komedi.
Menariknya, kondisi keluarga Fandy ini menjadi sarana bagi Deddy Mizwar untuk memasukan topik-topik yang cukup berat, seperti mempertanyakan kematian, mempertanyakan kebenaran, hingga menjadi sarana bagi Deddy Mizwar untuk mengkritik umat Islam sendiri ketika mereka bertanya kenapa orang rajin ngaji dan salat bisa korupsi? Atau kenapa orang yang sudah baik di dunia tapi tidak salat masuk neraka? Pertanyaan-pertanyaannya nakal ih, bikin pusing guru ngajinya.
Meski topik bahasannya berat, Deddy Mizwar berhasil mengemasnya tetap ringan agar bisa dinikmati penontonnya.
#4 Warisan ilmu ikhlas
Kiamat Sudah Dekat buat saya rasanya menjadi karya Deddy Mizwar yang paling genuine. Hal ini terlihat dari bagaimana ia mengemas bahasan ilmu ikhlas. Ketika Deddy Mizwar yang berperan jadi Pak Haji Romli, memberi tantangan terakhir pada Fandy untuk mempelajari ilmu ikhlas, saat itulah saya merasa betapa indahnya pelajaran terakhir yang ingin disajikan ini, baik pada para karakternya maupun pada penontonnya.
Selama saya nonton sinetron, belum ada judul sinetron yang memiliki komitmen terhadap satu tema besar. Maksudnya, ilmu ikhlas dalam Kiamat Sudah Dekat menjadi suatu garis besar yang menjadi kesimpulan dari pengembangan semua karakter yang ada di dalamnya. Fandy yang ikhlas melepas Sarah demi kebahagiaannya, Sarah yang ikhlas menggantungkan nasib jodohnya ke pilihan bapaknya, Pak haji Romli yang ikhlas akan jodoh anaknya dan juga jodoh dirinya sendiri. Melihat bagaimana setiap karakter mencapai keikhlasannya masing-masing dalam melepas keinginan terbesarnya berhasil membuat penonton jadi paham apa maksud Ikhlas.
Yang saya pahami berkat menonton sinetron ini bahwa dalam konteks agama sekalipun, ikhlas jadi sebuah rumus untuk berserah diri. Ia adalah sebuah formula dari agama untuk mengatasi hal-hal yang tidak sesuai ekspektasi.
Penulis: Muhammad Sabilurrosyad
Editor: Audian Laili
BACA JUGA Menanti Crossover DMCU (Deddy Mizwar Cinematic Universe)