Ketintang masih banjir, meski Pemkot Surabaya sudah berusaha mengatasinya. Pertanda apa ini sebenarnya?
Menjelang tahun baru, cuaca Surabaya berubah menjadi lebih ramah. Sejak satu minggu terakhir, hujan mulai turun lebih sering, bahkan hampir setiap hari. Banyak orang bahagia dengan kondisi ini, saya salah satunya. Apalagi setelah tersiksa dengan panasnya Kota Pahlawan selama berbulan-bulan lalu.
Akan tetapi, banyak juga yang menggerutu ketika musim hujan datang, misalnya mereka yang beraktivitas dan tinggal di sekitar Jalan Ketintang. Bagaimana tidak, daerah ini selalu menjadi langganan banjir. Nggak tanggung-tanggung, ketinggian banjirnya bisa hampir menyentuh lutut orang dewasa. Menghadapi kondisi ini sepanjang musim jelas terasa seperti bencana.
Daftar Isi
Tahun menjelang baru, tapi masalah Ketintang masih sama
Sebenarnya, masalah banjir di Ketintang itu bukan sesuatu yang baru, sebab masalah ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Satu tahun lalu, saya pernah menulis soal banjir yang terjadi di Unesa Ketintang. Nahasnya, sudah satu tahun berlalu, masalahnya tetap sama. Surabaya memang benar-benar konsisten urusan banjir.
Saking seringnya masalah ini terjadi dan nggak ada respons serius dari pemkot, warga sekitar pun turut menganggap banjir di Ketintang sebagai hal yang lumrah. Saya nggak ngerti apakah mereka ini pasrah pada Tuhan atau sudah terlalu malas berharap pada Pemkot Surabaya. Sebab, seperti yang kita tahu, berharap pada pemerintah adalah pintu masuk menuju kekecewaan.
Berita buruknya, Jalan Ketintang itu termasuk salah satu jalan yang lokasinya cukup strategis. Jadi, di banyak kesempatan, cukup susah untuk menghindari jalan ini. Akhirnya, ya, mau nggak mau harus diterabas. Padahal, menerobos banjir itu penuh risiko, mulai dari membuat kulit gatal-gatal, kendaraan mogok, sampai terjadi kecelakaan.
Proyek gorong-gorong Pemkot Surabaya yang sia-sia
Sebenarnya dalam satu tahun terakhir pemkot sedang gencar-gencarnya melakukan perbaikan gorong-gorong. Berbagai titik rawan banjir di Surabaya, termasuk Ketintang, mulai dibenahi saluran airnya. Awalnya, saya memuji langkah ini karena pemkot terlihat benar-benar serius. Box culvert ada di mana-mana, tukang bekerja siang-malam, bahkan perbaikan bisa dilakukan di banyak titik di waktu yang berdekatan.
Di Ketintang, saluran air yang dibenahi ada di sekitar Unesa dan Telkom, ukurannya dilebarkan dengan harapan mengurangi risiko terjadinya banjir. Sayangnya, pembangunan ini nggak berdampak apa-apa, banjir tetap tidak dapat teratasi dengan baik. Gorong-gorong yang sudah dilebarkan tetap meluap, nggak ada bedanya dengan sebelum diperbaiki.
Hal ini memunculkan pertanyaan baru dalam benak saya, lalu untuk apa pembangunan besar-besaran kemarin kalau nggak menyelesaikan apa-apa? Maksud saya, kalau beneran diperbaiki pasti akan terasa dampaknya walau sedikit. Lha, ini nggak ada perubahan apa pun, Ketintang tetap jadi waduk dadakan di musim hujan.
Pemkot Surabaya perlu segera muhasabah
Melihat proyek pemkot yang nggak ada hasilnya tersebut, saya merasa sebaiknya mereka segera muhasabah diri. Banjir ini masalah serius, lho, apalagi kalau tetap terjadi selama bertahun-tahun. Lebih parah lagi melihat “hasil kerja” pemkot ternyata nggak berdampak apa-apa.
Nggak bisa dimungkiri, banjir yang terjadi di banyak titik di Surabaya, termasuk Ketintang, merupakan salah pemkot. Saya mungkin terkesan menyudutkan pemerintah, tapi memang nyatanya gitu, kok.
Ketika pemkot merencanakan perbaikan gorong-gorong, mereka pasti melakukan perhitungan atau kajian mengenai efektivitas saluran air, volume hujan, dan lain-lain. Jadi, kalau produk akhirnya ternyata tetap nggak menyelesaikan banjir, ya berarti ada yang salah dari proses perencanaan sampai eksekusi.
Salahnya di mana? Mana saya tahu, silahkan selidiki sendiri. Lagi pula, apa kalian nggak malu? Sudahlah ngebut proyek karena terlalu yakin bisa menyelesaikan banjir di Surabaya. Eh, ternyata proyeknya gagal, nggak ngaruh apa-apa. Ini juga baru di Ketintang aja, lho, belum ngomongin daerah lain di Surabaya yang sama banjirnya.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jalan Ketintang Surabaya, Jalan Paling Problematik yang Pantas Dibenci