Ketika Prof. Mahfud MD Membual Soal Pelanggaran HAM

Ketika Prof. Mahfud MD Membual Soal Pelanggaran HAM

Ketika Prof. Mahfud MD Membual Soal Pelanggaran HAM

Sepertinya, tahun 2019 mau nggak mau harus ditutup dengan pahit. Rentetan kejadian dan peristiwa yang menyedihkan, serta beberapa pekerjaan rumah pemeritah yang belum kunjung selesai juga masih menanti. Kasus-kasus yang dijanjikan akan diselesaikan pemerintah, nyatanya malah jalan di tempat, bahkan malah menambah kasus-kasus baru, terutama dalam ranah pelanggaran HAM. Ini diperparah dengan beberapa pejabat dalam pernyataannya yang seakan tutup mata nggak mau tahu terhadap kasus-kasus ini.

Pernyataan terbaru datang dari seorang yang saya hormati, Prof. Mahfud MD, yang sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam). Prof. Mahfud mengatakan bahwa nggak ada pelanggaran hak asasi manusia di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Coba lihat di era Pak Jokowi sejak 2014 sampai sekarang nggak ada satu pun isu pelanggaran HAM,” kata Prof. Mahfud. Beliau juga menambahkan apa itu pelanggaran HAM menurut definisi hukum, yaitu pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintah dengan terencana dan dengan tujuan tertentu. Jika ada kasus kekerasan aparat terhadap rakyat, atau rakyat terhadap rakyat, itu kejahatan. Tapi jelas terlalu naif jika beliau hanya menelan mentah-mentah definisi tunggal tersebut, tanpa mempertimbangkan definisi-definisi lain.

Pernyataan beliau jelas merupakan kesalahan fatal. Gimana nggak, lha wong beliau ini di beberapa kesempatan sebelum menjabat sebagai menteri, punya cukup perhatian terhadap penegakan kasus-kasus dan pelanggaran HAM. Belum lagi beliau juga punya kinerja baik ketika menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Agak aneh memang pernyataan seperti di atas keluar dari mulut seorang ahli hukum. Terbaca sekali kalau pernyataan ini adalah pernyataan titipan. Mungkin lho ya.

Sepertinya Prof. Mahfud lupa kalau sekarang adalah era keterbukaan informasi, di mana masyarakat sudah bisa tahu apa-apa saja yang terjadi. Saya akan coba sebutkan beberapa pelanggaran HAM yang terjadi di pemerintahan presiden Joko Widodo. Ada kasus Kulonprogo, penyiraman Novel Baswedan, tindakan represi aparat di Papua, penembakan mahasiswa pada demonstrasi, dan yang paling terbaru adalah kasus Tamansari Bandung.

Untuk kasus Kulonprogo, ratusan hingga ribuan lebih rumah warga digusur demi membangun bandara internasional. Nggak hanya digusur, beberapa kali ada tindakan represif dari aparat-aparat ada di sana. Ironisnya, pemerintah pusat dan daerah malah nggak memberi solusi yang baik. Pemerintah malah terkesan membiarkan hal ini terjadi. Penyiraman Novel Baswedan juga begitu. Sudah bertahun-tahun nggak ada perkembangannya. Dalam kasus ini, hampir bisa dipastikan ada keterlibatan petinggi-petinggi polisi yang beberapa kali disebut oleh Novel Baswedan.

Kasus Papua malah lebih pelik lagi. Pembunuhan, penangkapan aktivis, serta tindakan represif oleh aparat keamanan terjadi di sana. Pemerintah pusat seakan kompak tutup mata terhadap kejadian tersebut, dan malah mengatakan bahwa Papua aman-aman saja bla bla bla. Penembakan terhadap mahasiswa yang meninggal ketika demonstrasi juga belum ada titik terangnya. Kasusnya mampet. Belum ada tindakan nyata untuk mengusut siapa penembak mahasiswa tersebut. Dan yang terbaru, penggusuran Tamansari yang dibarengi oleh tindakan kekerasan aparat terhadap warga yang menolak digusur.

Itu hanya sedikit dari banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada pemerintahan presiden Joko Widodo. Kasus-kasus yang saya sebutkan di atas jelas ada campur tangan pemerintah, baik pusat maupun daerah (mungkin ada juga campur tangan cukong-cukong bisnis) demi melancarkan niatnya. Pelanggaran HAM di atas juga jelas untuk tujuan tertentu. Entah itu untuk melancarkan proyek, monopoli bisnis, atau memuluskan jalan eksploitasi. Jadi, pernyataan Prof. Mahfud MD sudah sangat jelas terbantahkan.

Pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo juga nggak berhenti di sini. Ada banyak pelanggaran HAM terdahulu yang menunggu ditepati janjinya untuk diselesaikan, seperti janji Joko Widodo ketika kampanye. Ada kasus ’65, Talangsari 1989, Semanggi I dan II, Trisakti 1998, Wamena 2003, pembunuhan Munir, dan banyak kasus-kasus lainnya. Memang nggak terjadi di pemerintahan Joko Widodo, tapi berhubung beliau sudah janji ketika kampanye, ya harus diselesaikan. Terlebih lagi beliau adalah orang jawa yang punya prinsip, “lanang iku seng dicekel omongane” (laki-laki itu yang dipegang adalah ucapannya).

Jadi, untuk Prof. Mahfud, daripada bikin pernyataan membual seperti ini, lebih baik Prof. Mahfud mendorong Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan sederet kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah dijanjikan.

BACA JUGA Membela Jokowi dari Pengeroyokan Boleh, Tapi Jangan Dengan Cara Bodoh! atau tulisan Iqbal AR lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version