Ketika Pogung Jadi Lokasi Syuting Film Maze Runner

Ketika Pogung Jadi Lokasi Syuting Film Maze Runner

Ada sebuah urban legend bagi mahasiswa yang ngekos di daerah Pogung, Sleman, yang bisa bikin kamu merinding sekaligus geleng-geleng kepala secara bersamaan. Konon, jika kamu masuk daerah Pogung di pagi hari, keluar-keluar bisa dipastikan langit sudah gelap atau kamu terjebak di dalamnya. Bukan, bukan karena diputer-puter sama demit, tapi karena saking njlimetnya, mubeng-mubeng nggak kuaruan.

Memang cuma ada tiga Pogung, yakni Lor, Kidul, dan Baru. Tapi jalan-jalan kecil dan gang-gang layaknya sebuah pembuluh darah begitu riuh menghiasi Pogung dengan segala kos-kosan yang tersebar di dalamnya. Pantas saja candaan bahwa Pogung ini layaknya sebuah labirin sering menjadi bahan candaan mahasiswa asli Jogja maupun rantau.

Dari candaan inilah sering terbesit di pikiran bagaimana seandainya film Maze Runner mengambil seting di Pogung. Tentu berbagai keseruan dan intensitas aksi nggak akan kalah dari sebuah labirin buatan yang ada di film tersebut. Nah, begini jadinya jika Pogung jadi seting lokasi bagi film Maze Runner.

Thomas yang diperankan oleh Dylan O’Brien, saya sarankan versi ini diperankan oleh Iqbaal Ramadhan saja. Bukannya apa-apa, jika Iqbaal yang main kan jaminan mendapatkan satu juta penonton. Selain itu, Iqbaal tentu nggak kalah guanteng ketimbang Dylan. Tapi kalau masalah akting, sepertinya belum menyamai Dylan. Tapi nggak tahu kalau sore, lihat aja.

Jika Newt (Thomas Brodie-Sangster) saya sarankan diperankan oleh Joshua Suherman. Thomas dan Joshua sama-sama artis cilik yang berpengalaman, pahamlah pastinya untuk menjadi penyeimbang seorang Iqbaal. Teresa (Kaya Scodelario) sebaiknya diperankan oleh Anya Geraldine walau belum berpengalaman. Yang penting menarik banyak penonton. No debat.

Sedangkan Minho (Ki Hong Lee) diperankan oleh turis Korea yang kebetulan sedang plesiran ke Pantai Samas. Asal aja, nggak apa, yang penting memenuhi standar oppa-oppa Korea. Sisanya, para Galder (seluruh penghuni Glade) dan robot-robot Griever bisa diperankan oleh Reza Rahadian sekaligus.

Cerita dimulai ketika para remaja yang kebanyakan mahasiswa tua yang lulus segan mati tak mau ini secara misterius datang satu per satu ke suatu tempat berupa labirin raksasa membingungkan yang selalu berubah posisi ketika malam. Bukan berubah karena mekanik atau goib melainkan karena portal-portal yang akan menutup akses-akses utama tiap jam 10 malam.

Para mahasiswa tua ini hilang ingatan lantaran saking banyaknya beban revisi skripsinya. Orang tua mereka yang udah gedeg pun akhirnya memindahkan mereka ke sebuah inti labirin (kosan murah) yang njlimet dan membingungkan. Nama tempat tersebut adalah Pogung Glade. Di mana hal-hal aneh memaksa mahasiswa tua ini untuk bahu membahu memecahkan kode rahasia agar bisa melewati portal-portal yang selalu menutup tiap malam.

Setiap bulan selalu ada satu mahasiswa tua baru yang dikirim orang tuanya ke Pogung Glade. Berbarengan dengan logistik berupa transferan orang tua mereka yang tiap bulan makin berkurang. Hingga pada akhirnya, ada sosok bernama Thomas (Iqbaal Ramadhan) yang dikirim ke Pogung Glade. Setelah sadar, ia berkata, “Takut itu untuk orang yang sedang tidak percaya diri. Ya, aku sedang tidak percaya diri.”

Ngopo kowe ki?” sambutan hangat dari Newt (Joshua Suherman) bersama dengan ketua kelompok tersebut (Reza Rahardian) seorang mahasiswa semester 2009 yang nggak lulus-lulus, Gally (Reza Rahardian), Frypan (Reza Rahardian), dan Chuck (Reza Rahardian).

Berhari-hari berlalu, Thomas mulai melihat hal mencurigakan dan mengajak teman-temannya untuk keluar dari Glade di tengah malam. Namun, semua menolak karena malam hari adalah waktu di mana Pogung Glade portalnya bergerak. Ditambah dengan kehadiran Griever (robot yang menyerang para Glader). Di sini Pogung Glade, Griever adalah anjing-anjing ibu kos yang dijyaaaarke wae pendak mbengi. Griever ini sering menggonggong kepada para mahasiswa yang pulang malem.

Dari pengalaman yang didapatkan Thomas selama berhari-hari di Glade, ia menulis sesuatu untuk kawan-kawannya. Begini isi suratnya: “Dan Pogung, bagiku, bukan cuma urusan labirin belaka. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika itu.”

Setelah berjalan sebulan, ada seorang wanita yang dikirim oleh orangtua ke Pogung Glade karena nggak lulus-lulus kuliahnya. Yakni Teresa (Anya Geraldine) yang disertai sebuah secarik kertas bertuliskan “ini yang terakhir”. Itu tandanya, mereka harus segera memecahkan kode rahasia portal Pogung Glade yang menutup tiap malam.

Malamnya, ketika para Glader bersiap untuk pergi, Thomas berkata kepada Teresa, “PR-ku adalah melindungimu. Lebih kuat dari metafisika. Lebih luas dari fenomenologi. Lebih kerasa dari pragmatisme.”

“Pantes kon nggak lulus-lulus. Mikir wedokan wae,” timpal salah satu Glader, Ben (Reza Rahardian).

Mereka pun berlari melintasi gang demi gang di Pogung Glade. Tekad mereka sudah bulat, keluar tanpa tersesat. Selama perjalanan, langkah mereka penuh halang rintang berupa portal yang mulai menutup jalan utama dan para Griever nyonangi mereka. “Guk! Guk! Guk!” semuanya pun berlari, menghindari.

Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan salah satu Glader (Reza Rahardian) yang sudah terjebak di Pogung Glade selama beberapa tahun. Katanya, “Aku pulang event jadi seksi keamanan pas PPSMB 2014 sampai sekarang belum ketemu sama kosku,” katanya disambut kemekelen para Glader lain.

Thomas yang bijak pun berkata, “Jangan bilang ke aku ada yang menyakitimu. Nanti besoknya, orang itu akan hilang.”

Glader tadi akhirnya memutuskan untuk ikut berlari dan mencoba menemukan jalan keluar. “Tujuan kita mau kemana to, Mas?” tanyanya.

SINCA????? Kamu belum menebak juga!!???” timpal ketua tim runner, Minho (oppa-oppa turis Korea yang sedang plesir di Pantai Samas),

“Lha dicerita asli kan tujuannya mencari ingatan dan menjawab siapa yang mengirim ke Glade. Lha ini kita ngapain? Kan udah tahu yang ngirim orang tua kita?” katanya, sangat Reza Rahardian sekali. Layak mendapat Piala Citra.

Minho pun menepuk pundak Glader tersebut. Dengan bunga-bunga yang berjatuhan dan diiringi lagu romantis, ia berkata, “Nanti kamu akan tahu sendiri. Pokoknya menuju tempat itu, butuh perjuangan, Hyung!”

Arasso!”

Setelah berlari-lari dan berjumpa dengan ribuan portal, para Glader ini menyempatkan diri ngeburjo terlebih dahulu di Burjo Sami Asih. Setelah ngeburjo, mereka bertanya kepada penduduk sekitar Pogung Glade, “Oalaaah, kalau mau ke sana tinggal liwat ke Golden Futsal mawon, Mas. Habis itu tinggal ngidul, ngalor, mubeng ngalor, lan muter balik liwat Masjid Raya.”

“Pogung Glade benar-benar rekayasa genetika konspirasi alam semesta raya JRX perumahan elit global Giwangan!” komentar Mewt yang kebingungan.

Setelah melewati halang rintang dan jam sudah menunjuk angka tiga, ayam-ayam sudah berkokok dan para Griever sudah mulai tenang, para Glider ini menemukan tujuan akhir. “Ternyata begini cara memecahkan misteri Pogung Glade. Dengan cara telfon teman yang kos di sekitaran sini dan membantu memilihkan jalan alternatif!” kata Thomas.

Teresa pun update Twitter begini, “Baru main sebentar udah lemes!” khas Anya Geraldine banget pokoknya. Thomas pun tak kalah, ia bikin puisi tentang tujuan mereka yang tercapai. Begini puisinya, “Tolong sampein ke Jogja, terima kasih sudah melahirkan Jalan Kaliurang dan penjual otak-otak di depan Indomaret Jakal,” pokoknya khas Dilan, eh, Iqbaal banget.

BACA JUGA Begini Jadinya Jika Kisah Heroik Bupati Klaten Difilmkan dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version