Sebelum dunia dihebohkan dengan serangan virus Covid-19 awal 2020 lalu, menanyakan kabar dan kondisi kesehatan antar sesama kita, mungkin bagi sebagian orang dianggap sebagai basa-basi dalam membuka percakapan, baik secara langsung bicara maupun melalui pesan singkat.
Namun, sejak Covid-19 menyerang dunia dan sampai juga di Indonesia, pembuka percakapan tersebut bukan sekedar basa-basi atau lips service belaka. Tetapi, betul-betul bertanya dari hati dan mengharap yang ditanya menjawab yang positif, misalnya keadaannya baik dan sehat.
Sebulan terakhir ini, gelombang informasi yang mengabarkan keluarga, tetangga dan teman yang terpapar bahkan yang meninggal karena Covid-19, masuk secara masif melalui aplikasi pesan Whatsapp saya. Yang paling menyesakkan adalah berpulangnya Bulik dari istri karena serangan Covid-19, yang dikirim oleh sepupu melalui WAG.
Akhir pekan lalu, masuk pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp ke akun saya, dari teman sekaligus kolega kerja, sebut saja namanya Tyo. Ia tiba-tiba menanyakan kondisi keadaan saya sekarang. “Mas, njenengan gimana. Sehat to?” Tanyanya serius kepada saya.
Sangat jarang bahkan tidak pernah ia menanyakan keadaan saya, bahkan sampai menanyakan apakah saya dalam kondisi sehat. Paling banter kami hanya saling menanyakan kabar masing-masing saat lama tidak bertemu dan itu hanya untuk sekedar ‘Say Hello’ karena lama memang tidak saling bertukar kabar.
Namun, ia saat itu seperti sedang mencemaskan keadaan saya. Saya langsung paham pertanyaannya itu mengarah kepada Covid-19, virus yang sedang hits sejak tahun lalu. Kemudian saya jawab bahwa saya sedang tidak enak badan karena asam lambung kumat dan alhamdulillah bukan karena Covid-19.
Setelah saya jawab, ia segera mengabarkan bahwa teman-teman dekat kami, saat ini sedang terpapar Covid-19. Alhamdulillah hanya bergejala ringan saja, seperti demam, pusing, dan linu. Dan sekarang sedang dalam masa isolasi mandiri di rumah masing-masing dan dalam tahap pemulihan.
Lagi, kakak saya yang sedang merantau di Pulau Kalimantan tiba-tiba telpon, sehari sebelum Hari Raya Iduladha. Dia menanyakan kabar saya dan keluarga, apakah dalam kondisi sehat. Kemudian saya jawab, “Alhamdulillah sehat, Mas”. Sejurus kemudian ia menceramahi saya agar selalu menjaga kondisi tubuh dengan olahraga teratur dan mengkonsumsi buah-buahan. Saya menangkap bahwa kakak saya ini sedang serius dan tidak sedang basa-basi, tidak seperti biasanya saat kami ngobrol.
Ternyata hal yang sama dilakukan oleh istri saya saat mengirim pesan kepada kakak ipar saya. Selain memberitahu kalau Idul Adha ini saya dan istri tidak berkunjung ke rumah kakak ipar, yang biasanya kami lakukan untuk sekedar bakar sate bersama. Kemudian istri menanyakan kabar kondisi kakak ipar dan keluarganya. Ternyata kakak ipar terserang demam dan “nggregesi” setelah ikut menjadi panitia kurban. Istri setiap hari memantau keadaaan kakak ipar. Dan sampai tulisan ini dibuat sudah kondisinya semakin membaik walaupun belum benar-benar pulih.
Saat pandemi Covid-19 ini, kesehatan merupakan anugerah dan rezeki yang tidak ternilai harganya. Banyak dari kita yang sudah menerapkan protokol kesehatan bahkan sudah vaksin, akan tetapi masih juga terkena Covid-19. Virus ini sangat ulet dan lihai, bahkan sangat jeli melihat kelengahan kita. Dan dengan tiba-tiba menyerang kita saat daya tahan tubuh kita lemah dan saat kita lengah.
Saling bertanya dan berkabar tentang kondisi kesehatan antarkolega bukan lagi sekedar basa-basi. Kita, masyarakat dan negara kita sedang tidak baik-baik saja. Saling menjaga, menguatkan, dan membantu sesama pada masa pandemi ini merupakan upaya yang saat ini kita butuhkan. Salam sehat.
BACA JUGA Pemerintah yang Gagal Kendalikan Pandemi, kok, Malah Rakyatnya yang Disalahin? dan tulisan Humam Zarodi lainnya.