Indonesia punya banyak sekali kampus. Selain 86 kampus negeri yang ada di database resmi SNMPTN 2020, ada ratusan kampus swasta dan kedinasan yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya punya jurusan maupun program studi unik nan langka. Sebagai salah satu mahasiswa yang sedang berkuliah di salah satu program studi langka, saya ingin berbagi cerita.
Saya adalah mahasiswa studi Ketahanan Nasional. Saya tahu, pasti kamu bertanya-tanya: Program studi apaan, sih, itu? Iya, saya maklum. Kamu bukan satu-satunya yang bingung. Banyak orang yang langsung mengernyitkan dahi ketika saya menyebut belajar di program studi tersebut.
Ketahanan nasional (atau juga disebut Tannas) memang jurusan langka di Indonesia. Hanya ada dua kampus yang memiliki jurusan ini: UI Depok dan UGM Jogja. Kebetulan, saya kuliah di kampus yang disebut terakhir. Studi Tannas di dua kampus tersebut baru tersedia untuk jenjang pascasarjana. Belum ada satu pun jurusan Tannas di jenjang vokasi maupun sarjana.
Saking langkanya, banyak yang belum tahu tentang jurusan Ketahanan Nasional. Program Studi Tannas sebenarnya bukan termasuk studi baru layaknya studi meme ataupun sains perkopian. Tannas UI sudah ada sejak 1983 sedangkan Tannas UGM sejak 1989. Meski begitu, karena jumlahnya yang terbatas, banyak orang kurang paham, bahkan salah paham dengan studi ini.
Berdasar pengalaman pribadi, secara umum ada dua kesalahpahaman orang terkait Tannas. Pertama, orang-orang mengira Tannas sebagai studi yang khusus untuk kalangan tentara. Mereka mengira perkuliahan di Tannas menggunakan metode semi militer mirip Akademi Militer atau Akademi Kepolisian.
Beberapa orang mengira seleksi masuk Ketahanan Nasional memakai pertimbangan tinggi badan, panjang rambut, maupun tes fisik yang panjang nan melelahkan. Bahkan, saya pernah dikira bohong karena memiliki tinggi badan tak lebih dari 165 cm dan rambut awut-awutan. Seleksi masuknya sama seperti jurusan lain: tes tulis, wawancara, tes bahasa Inggris, kemampuan dasar, dan esai. Kamu tak harus lari keliling lapangan bola sepuluh kali, kok.
Selain itu, perkuliahan di Ketahanan Nasional juga jauh dari metode semi militer. Seperti kuliah pada umumnya, kami masih bisa pakai celana jeans favorit dan sneaker merek luar negeri keluaran terbaru. Bercanda dan kirim pesan ke pacar saat di kelas juga boleh. Bahkan, tidur saat perkuliahan pun tak masalah, asal tidak ketahuan dosen.
Ngomong-ngomong soal dosen, kami punya banyak dosen yang punya latar belakang beragam. Tidak hanya dari fakultas yang sama, kami juga diajar oleh dosen dari fakultas lain. Bahkan, beberapa kali mendapat kuliah tamu dari praktisi secara langsung. Jangan bayangkan dosen di Tannas se-killer pak dosen di film 3 Idiots, ya. Dosen kami masih bisa berkelakar, kok. Meski terkadang receh.
Kesalahpahaman kedua yang sering terjadi adalah susahnya orang-orang membedakan terma ‘ketahanan’ dengan ‘pertahanan’. Hal itu sering membuat kami dihubung-hubungkan dengan Prabowo yang sedang menjabat sebagai Menteri Pertahanan. “Wah, nanti mau ikutin jejak Prabowo, nih!” Beda ya, Bro, Sis.
Ketahanan punya ruang lingkup yang lebih luas. Pertahanan adalah bagian kecil dari studi ketahanan. Dalam Tannas dikenal konsep asta gatra yang terdiri dari delapan aspek studi yang saling berhubungan. Asta gatra dibagi dua aspek, yaitu tri gatra yang bersifat alamiah seperti kondisi geografis, sumber daya alam, dan kependudukan. Serta panca gatra yang sifanya sosial seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan.
Ketahanan Nasional adalah studi yang multidisiplin. Kami belajar hampir semua aspek yang berhubungan dengan bagaimana sebuah negara–atau dalam entitas yang lebih kecil–menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT). Artinya, mahasiswa lulusan sarjana apa pun, tidak hanya sosial-humaniora, tapi juga anak saintek bisa jadi mahasiswa Tannas, asalkan lolos rangkaian seleksi.
Teman-teman satu angkatan saya punya latar belakang keilmuan yang beragam. Ada yang lulusan Politik, Ilmu Pertanian, Psikologi, Fisika, Matematika, Ilmu Hukum, Manajemen, Akuntansi, Ilmu Komputer, bahkan Bahasa Jawa. Ada yang sudah bekerja sebagai arsitek terkemuka, tentara, pejabat daerah, anggota partai politik, blogger, maupun pengangguran seperti saya.
Ketahanan Nasional memang kurang terlalu dibahas seperti halnya Ilmu Manajemen maupun Komunikasi yang jadi favorit banyak orang. Namun, percayalah, belajar di Ketahanan Nasional bisa membuat saya belajar hal baru: Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang jarang diperhatikan, layaknya minoritas.
BACA JUGA Masuk Kuliah: Saatnya Salah Jurusan atau tulisan Ahmad Zulfiyan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.