Saya orang Mojokerto yang bekerja di salah satu perusahaan di Surabaya. Walau belum lama bekerja di sana, saya cukup sering mendengar anggapan ngawur seputar Mojokerto. Orang-orang di tempat kerja saya memang tidak pernah tinggal lama di Kota Onde-Onde itu.
Kesalahpahaman tentang Mojokerto ini sebenarnya sudah sering saya terima waktu kuliah di Kediri. Misalnya, soal Onde-Onde yang katanya satu-satunya kuliner ikonik, lalu destinasi wisata yang katanya cuma ada di daerah Pacet, sampai bahkan pohon maja yang dikira tumbuh di setiap sudut kota ini. Sialnya lagi, semua itu kadang diucapkan dengan nada yang lumayan percaya diri.
Lalu, apakah saya sudah kepalang jengkel sampai harus menulis begini? Sebenarnya nggak terlalu sih. Saya hanya bosan saja harus meluruskan salah kaprah itu berulang kali. Itu mengapa saya meluruskan kesalahpahaman itu dalam tulisan ini supaya tidak semakin banyak orang salah kaprah soal Mojokerto.
Daftar Isi
#1 Wisata bukan cuma di daerah Pacet dan Trawas
Kesalahpahaman tentang Mojokerto yang pertama adalah terkait wisata. Banyak kabar beredar, wisata di Mojokerto hanya ada di Kecamatan Pacet dan Trawas. Mereka yang percaya informasi ini saya yakin belum pernah ke Mojokerto. Mungkin konten-konten sinematik di Instagram atau TikTok yang terlanjur meracuni kalian selama ini.
Ya memang sih, kedua daerah itu banyak wisata alam yang indah. Tapi ya tulong po’o kalau main ke Mojokerto jangan ke itu-itu aja. Banyak lho rek, wisata-wisata yang sebenarnya nggak kalah menawan. Mulai dari wisata alam, kuliner, religi, bahkan sampai sejarah. Nggak percaya?
Saya kasih contoh sebagian aja ya. Untuk wisata alam, kalian bisa ke Bukit Kayoe Putih atau Waduk Tanjungan. Kalau kulineran, bisa ke Jalan Benteng Pancasila atau Mojokerto Central Park. Mau yang berkesan spiritual, kalian juga bisa ke Makam Troloyo. Pengin mengingat sejarah selain ke candi-candi, langsung saja ke Museum Gubuk Wayang.
Itu baru sebagian destinasi yang tidak terletak di daerah Pacet ataupun Trawas. Kalau masih ragu, ya wis, silakan kalian buktikan sendiri informasi wisata yang sudah saya sebutkan di atas.
#2 Onde-onde memang kuliner ikonik Mojokerto, tapi …
Siapa yang nggak tahu onde-onde? Saya yakin, ketika orang luar membicarakan soal kuliner Mojokerto, onde-onde menjadi penganan pertama yang muncul di kepala. Apakah salah? Tentu saja tidak. Barulah menjadi salah kalau kalian menyebut kudapan tersebut sebagai satu-satunya kuliner khas Mojokerto.
Jangan salah, meski kota ini nggak populer, kuliner aslinya lumayan banyak. Dari makanan berat, ada bubur sruntul, si segar nan bergizi. Camilan pun ada, namanya kerupuk memble. Terkait yang pedas-pedas, sambel wader juga siap melayani. Mau yang seger-seger? Lamghsung saja mampir aja ke daerah Trowulan. Di sana ada es gronjongan Majapahit yang nggak kalah segar dari es oyen Bandung.
Kalau kalian tanya soal rasanya, saya nggak bisa mengklaim “paling enak”. Terlebih perihal rasa itu relatif; tergantung selera masing-masing. Tapi, paling tidak, nama-nama kuliner di atas masih pantas dikonsumsi, dan menjadi bukti bahwa kuliner khas Mojokerto itu bukan hanya onde-onde saja.
Lagipula, hingga artikel ini ditulis, mencari onde-onde di Mojokerto itu susah banget. Dulu sih masih gampang, di mana ada pedagang gorengan, di situlah onde-onde bisa disantap. Tapi, sekarang mulai jarang pedagang gorengan yang sekaligus menjajakan onde-onde. Penganan ini lebih mudah dijumpai di toko oleh-oleh. Itu pun cuma satu, di daerah Magersari, namanya Onde-Onde Bo Liem.
#3 Nggak semua daerah tumbuh pohon maja
Kesalahpahaman tentang Mojokerto yang terakhir, terkait pohon atau buah maja. Buat yang belum tahu, nama “Mojokerto” ini sebenarnya punya akar sejarah. Kata “mojo” diambil dari pohon maja yang dulu banyak tumbuh di daerah ini, sedangkan “kerto” berarti makmur atau subur. Nama ini diresmikan pada tahun 1838 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, setelah sebelumnya bernama “Japan”.
Nah, karena akar sejarah itulah, banyak orang akhirnya mengira kalau setiap sudut kota ini dipenuhi pohon maja. Satu hal yang sering bikin saya jengkel itu, ketika orang-orang bilang, “Wenak yo lek pas awakmu diare, kari mangan buah mojo, wes aman”. Woilah, kita ini yo nggak setradisional itu, Lur. Kita lebih sering minum oralit atau obat antidiare lainnya ketimbang makan buah maja ketika diare.
Ya memang, sih, sampai sekarang masih tumbuh pohon buah tropis itu. Tapi tentu nggak semua wilayah ditumbuhi pohon tersebut. Lagi pula, kini keberadaan pohon maja di Mojokerto cukup langka, kecuali di beberapa lokasi yang menjadi tujuan wisata sejarah, seperti halnya Kecamatan Trowulan.
Di atas 3 kesalahpahaman seputar Mojokerto yang perlu saya luruskan. Memang cuman sedikit, sih. Tapi tetap saja, kesalahpahaman itu kerap bikin basa-basi jadi kurang mengenakkan. Semoga artikel ini bisa membantu saya, termasuk juga kalian yang suatu saat ketemu dan mau basa-basi sama orang Mojokerto.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Unpopular Opinion, Mojokerto Adalah Kota Paling Layak untuk Hidup Bahagia Sampai Tua
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.