Keresahan yang Saya Rasakan Sebagai Orang Palembang di Bogor

Keresahan yang Saya Rasakan Sebagai Orang Palembang di Bogor

Keresahan yang Saya Rasakan Sebagai Orang Palembang di Bogor (Unsplash.com)

Sudah setahun belakangan ini saya tinggal di Kota Hujan alias Bogor untuk melanjutkan studi. Sebagai orang Palembang, tinggal di Bogor ternyata nggak sesulit bayangan saya. Bagi saya, kota ini menawarkan kehidupan yang cukup ramah untuk para pendatang. 

Hidup di Bogor sebenarnya hampir sama saja dengan hidup di Palembang. Nggak ada perubahan yang begitu signifikan ketika saya pindah kemari. Namun terkadang, saya berhadapan dengan situasi yang cukup membuat saya resah.

#1 Obrolan dalam bahasa Sunda

Sebagai orang yang nggak punya darah Sunda sama sekali, saya cuma bisa ketawa tiap mendengarkan teman-teman kampus mengobrol dalam bahasa ini. Maksud ketawa di sini terbagi menjadi tiga, ya. Pertama, karena logat mereka terdengar unik di telinga saya. Kedua, karena saya nggak paham teman-teman sedang ngobrolin apa. Dan ketiga, sebenarnya biar saya kelihatan sok asyik aja. Wqwqwq. 

Selama tinggal di Bogor, saya jadi tahu kalau orang Sunda ngomong sering terselip kata “tea”, “ieu”, dan “mereun” di ujung obrolan mereka. Saya sering bertanya pada teman-teman mengenai arti dari ketiga kata ini, tapi kok saya selalu aja lupa artinya. Entah kenapa belajar bahasa Sunda sulit sekali bagi saya. Berbeda dengan bahasa Palembang yang jauh lebih mudah saya pelajari karena sebagian katanya mirip bahasa Indonesia. Tak jarang, justru beberapa teman Sunda saya minta diajarin bahasa Palembang. Hehehe.

Setiap pulang ke Palembang, baik keluarga maupun teman-teman saya kerap meminta saya ngomong dalam bahasa Sunda. Sejujurnya saya nggak pernah bisa. Tapi, untuk menutupi rasa malu karena belum bisa bahasa Sunda padahal sudah setahun tinggal di Bogor, saya pun mencoba ngomong bahasa Sunda sehari-hari seperti “kunaon”, “kumaha”, dan “hatur nuhun”.

Kata favorit saya dalam bahasa Sunda adalah “punten”. Saking sukanya, saat sedang berada di Palembang, saya suka kebawa ngomong “punten” di rumah. Di Palembang, rasanya saya menjadi si paling Sunda lantaran sering ngomong “punten” ini.

#2 Sering diminta bikin pempek

Pempek merupakan salah satu kuliner paling terkenal dari Palembang. Kalau teman-teman kampus tahu soal daerah asal saya, biasanya mereka akan langsung nyeletuk, “Eh, bikinin pempek, dong!” 

Jadi gini ya, Gaes, walaupun saya orang Palembang, bukan berarti saya bisa bikin pempek. Membuat pempek nggak sekadar mencampurkan ikan giling, tepung, dan bahan-bahan lainnya, melainkan harus mengetahui takarannya agar menghasilkan pempek yang enak.

Masalahnya, saya belum hafal takaran-takaran untuk membuat pempek yang enak. Selain itu, menemukan ikan giling di Bogor juga cukup sulit. Lagi pula, sekali bikin pempek nggak bisa sedikit, dan bahan-bahannya lumayan mahal.

Tolong, deh, ini mau bikin pempek bukan mau bikin bakwan. Zzz.  

#3 Sering bertemu orang Palembang

Saya sering sekali bertemu orang Palembang di Bogor. Entah itu teman-teman di kampus, tukang nasi goreng, tukang parkir, hingga pelanggan warkop. Orang Palembang yang saya temui di sini nggak semuanya berasal dari Palembang. Bingung, kan?

Lantaran Provinsi Sumatra Selatan itu ibu kota dan daerah yang paling terkenalnya adalah Palembang, jadi orang-orang yang berasal dari kota atau kabupaten lain selain Palembang, ngomongnya berasal dari Palembang untuk mempersingkat. Sebenarnya hal ini nggak jadi persoalan, sih. 

Saya senang bertemu sanak dulur sedaerah saya, tapi di sisi lain, saya merasa kurang nyaman juga. Sebab, saya sering ngobrol menggunakan bahasa Palembang dengan teman dekat saya. Jadi, kalau di jalan tiba-tiba ketemu orang Palembang juga kan nggak enak. Kalau obrolannya biasa saja, nggak apa-apa, sih.

Yang jadi masalah adalah kalau bertemu orang Palembang saat lagi ngomongin orang lain. Saya pernah mengalami kejadian ini, dan rasanya itu canggung sekali. Ditambah lagi, blio nyeletuk, “Wong Palembang, yo, kak?” (Orang Palembang, ya, kak?). Saya langsung terdiam seribu bahasa. Ternyata, dari tadi ada yang memahami obrolan saya dengan teman saya. 

Itulah keresahan yang saya rasakan selama tinggal di Bogor sebagai orang Palembang. Keresahan saya sebenarnya biasa saja dan mungkin hanya relate untuk orang Palembang juga. Namun, yang namanya keresahan tetap saja meresahkan. Meskipun meresahkan, saya betah kok tinggal di Bogor.

Penulis: Aulia Syafitri
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Keluh Kesah Tinggal di Kecamatan Dramaga Bogor.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version