Kepada Temanku yang Sering Curhat: Maaf Aku Sudah Bodo Amat!

curhat

curhat

Sebetulnya banyak dari kamu pun pasti memiliki seorang teman yang demikian. Biasanya mereka tuh curhat ke kita cuma buat mencurahkan saja. Pun kalau dia meminta tanggapan kita ya didengar sih tapi dilakuin nggak.

Seorang manusia dalam kehidupan sosial selalu menempati posisi di mana Ia harus mampu berinteraksi dengan orang lain. Pola interaksi yang intens pun dapat menumbuhkan suatu relasi yang lebih dari lawan bicara, yang kemudian kita menyebutnya dengan istilah teman.

Setiap orang di dunia ini pastilah memiliki satu atau bahkan lebih teman. Nah mereka-mereka itu yang biasa kita jadikan sebai tempat untuk mengobrol, berbagi kisah, dan juga mencurahkan isi hati.

Sebagai seorang mas-mas biasa yang hari-harinya diisi dengan pekerjaan kantoran, aku memiliki pengalaman yang cukup menyebalkan tentang seorang teman yang sering berbagi kisah percintaannya, namun ogah mendengarkan argumen atau saran dari saya.

Sebetulnya banyak dari kamu pun pasti memiliki seorang teman yang demikian. Biasanya mereka tuh curhat ke kita cuma buat mencurahkan saja. Pun kalau dia meminta tanggapan kita ya didengar sih tapi dilakuin nggak.

Ya aku pun termasuk demikian. Pada mulanya aku senang sekali mendengarkan curhat dia. Bagaimanapun saya ini terlahir sebagai pendengar yang baik. Demi Tuhan! Saya dengan seksama mendengarkan kisah pertama kalinya temanku itu curhat kepada saya tentang kisah awal asmara mereka yang memang bertemu di kantor. Sebut saja si wanita itu adalah seorang cewek yang menginjak usia dewasa awal, dengan karakter labil yang amat sangat.

Temanku yang seorang cowok dan kerja lebih dahulu merasa memiliki peluang yang besar guna mendekati anak baru tadi. Alhasil dia pun beranikan diri, dan meminta saran padaku. Aku cuma bisa menjawab, “Intinya kalau kamu memang suka pada wanita itu ya dekati saja dulu. Jika dia tertarik dia akan merespon pun jika tidak, dia akan menjauh. Cara mendekatinya cukup perlahan jangan langsung to the point atau insisting deh.”

Setelah mendengar nasihat dariku, Ia pun meng-iya-kan saja. Sebagai seorang kawan aku pun memberinya semangat.

Eh ternyata besok harinya aku lihat dia mendekati cewek itu. Hanya saja caranya cukup memaksa karena dia menawarkan jasa untuk pulang bareng dengannya. Tentu hal itu jauh dari saran yang aku berikan. Tapi cara itu berhasil dan dia bisa dekat dengannya. “Syukur deh,” ucapku dalam hati.

Selang beberapa minggu, temanku semakin dekat dengan cewek labil itu. Sebuah fakta baru pun terungkap. Ia bercerita bahwa ternyata wanita yang temanku sukai sudah memiliki seorang pacar. Namun wanita itu mengatakan bahwa hubungannya dengan pacarnya sedang tidak baik. Alhasil si cewek bisa membuka hati pada temanku. Kembali Ia meminta saran, aku berikan sebisanya.

“Kalau menurut aku sih, ya namanya cinta segitiga seperti itu tidak akan berjalan dengan baik. Ya sekarang dia membuka hati dan sayang sama kamu barangkali karena ada masalah dengan pacarnya. Sedangkan bila ia dengan pacarnya sudah baikan? Kamu siap ditinggalkan? Jadi sebelum terlanjur sayang, segeralah tinggalkan. Jika kamu paksain buat sayang, ingat aja deh sesuatu yang dimulai dengan cara tidak baik akan berakhir tidak baik pula.” Temanku terdiam sambil mengangguk—seolah mengerti apa yang aku katakan.

Jelang besok nya—DIA MALAH JADIAN! What the…

Aku penasaran dong kenapa bisa demikian. Jadi, langsung saja pas waktu istirahat makan siang aku tanyakan pada temanku. “Eh, kemarin kan kamu cerita si cewek itu sudah punya pacar. Lah kenapa sekarang kamu sama dia bisa jadian? Emang dia sudah putus sama pacarnya itu?”

Temanku pun menjawab, “Belum sih. Cuma ya kemarin aku iseng aja nembak dia—pengen tahu responnya. Eh ternyata dia nerima. Aku juga bingung dengan posisi seperti ini, tapi dia bilang ya ‘nikmati dulu aja kondisi sekarang—menjadi orang kedua—yang penting aku sayang sama dan bisa bagi waktu’ gitu”

Dalam hati aku berkata, “Kenapa kamu tolol sekali sih, Cuk!” sementara aku katakan padanya, “Yo wes, nikmati dan syukuri kalo begitu. Kurangi ngeluhnya saja ya?”

Bulan demi bulan temanku menjalani kisah cinta segitiga bersamaan dengan janji manis soal ‘membagi waktu’ dari si cewek tadi. Ya aku pun lega, karena tidak perlu mendengar lagi curhatan serta keluhan dari temanku itu.

Sampailah tiba-tiba, kurang lebih memasuki 5 bulanan mereka menjalin asmara, temanku kembali menghubungi aku dan mengajak nongkrong. Kebetulan waktu itu aku sedang santai, jadi aku iyakan.

Bertemulah aku dan dia di tempat nongkrong langganan kami. Ia pun menyuruh ku memesan apa saja yang aku mau. Perasaan tidak enak mulai merasuki nih—timbul kecurigaan dalam hati, “It’s been along time kita nggak ketemu. Tumben sekali dia baik begini—pasti ada sesuatu nih.”

Dan benar saja—selesai memesan dia mulai bercerita banyak tentang perkembangan hubungan terbaru nya. Lebih gokil lagi—sekarang dia ada di posisi di mana si cewek tadi sedang tidak nyaman dengan temanku, dan dia mulai mencari pelarian pada cowok buru, selain pacar pertamanya. Temanku bahkan memergoki sendiri percakapan si cewek nya dengan teman cowok barunya. Sementara si cewek tadi mengaku si cowok yang baru ini hanya teman SD dulunya, cuma ya dia sering main ke rumahnya. Jadi singkatnya tumbuh cinta segi empat. Sungguh tragis kisahmu ya, Ndro!

Akhirnya aku putuskan sebelum dia meminta nasihat aku langsung saja memotong, “sebenarnya aku sudah malas dengar curhat kamu. Toh, aku kasih saran tetep kamu punya cara sendiri.”  Aku pun melanjutkan, “sudah pernah aku bilang bahwa memulai sesuatu dengan cara tidak baik akan berujung tidak baik. Sekarang kamu merasakan karma—berada pada posisi diduakan persis kayak pacar pertamanya, kan? Bedanya sekarang kamu tahu sendiri rasanya diduakan, sedangkan pacar pertamanya belum.”

Aku masih belum selesai, “untuk apa sih kamu pertahankan hubungan yang buruk kayak gitu? Sudah sebaiknya sekarang kamu putusin dia saja tanpa perlu ada penyesalan. Wanita di dunia juga bukan cuma dia seorang. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dan yang lebih menghargai perasaan kamu!” Aku menutup dengan penuh rasa kesal dan emosi.

Nampak temanku langsung kaget mendengar jawabanku yang tidak ‘sebijak’ biasanya. Setelah kejadian itu, dia sering mengurungkan niatnya untuk kembali cerita padaku—aku bisa merasakannya. Aku merasa tidak enak sekaligus lega karena tidak lagi menjadi lawan bicara tentang hubungannya.

Banyak rumor dari teman kantorku bahwa dia masih berhubungan si cewek itu. Mendengarnya aku malah semakin sebal padanya, karena—lagi-lagi—setelah aku katakan untuk menghentikan hubungan toxic itu secara keras, dia malah terus lanjut. Pada akhirnya aku sadar sebuah adagium yang menyebutkan bahwa ada 3 orang yang susah diberikan nasehat yaitu orang yang sedang mabuk agama asmara, orang gila, dan orang mati.

Sampai kemudian—tanpa ada tanda—malam-malam dia menelepon dan curhat panjang-lebar—lagi—soal hubungannya. Hmm—menurut kamu—kalau punya temen kayak gini, enaknya diapain ya? Coba bantu jawab di kolom komentar.

Exit mobile version