Kendal, Daerah Salah Urus yang Bakal Jadi Kota Sampah di Pantura

Kendal, Daerah Salah Urus yang Bakal Jadi Kota Sampah di Pantura Mojok.co

Kendal, Daerah Salah Urus yang Bakal Jadi Kota Sampah di Pantura (unsplash.com)

Saya pernah menulis soal bagaimana Kendal adalah daerah yang sangat medioker. Punya garis pantai (laut), punya gunung, dan letaknya di jalur Pantura, tapi tidak mampu mengolahnya. Itu mengapa daerah ini tidak mampu berkembang layaknya daerah-daerah tetangga seperti Batang dan Pekalongan di sebelah Barat atau Kudus dan Demak di sisi Timur. Tidak heran, masih banyak orang yang asing dengan Kendal. Itu mengapa saya menyebutnya sebagai daerah medioker.

Akan tetapi, saya rasa Kendal sebentar lagi akan punya predikat baru yang bisa membuatnya terkenal dari daerah-daerah lain di Pantura. Kendal sebentar lagi menyandang “Kota Sampah”. Ketika memasuki Kendal, para pendatang akan disambut dengan sekumpulan sampah yang dibiarkan menggunung begitu saja. Di Barat, penampakan ini bisa terlihat jelas di sepanjang area padat Pasar Weleri. Sementara di sebelah timur, sampah berserakan jadi pemandangan lumrah di daerah ramai Kaliwungu. Jadi dari barat dan timur, keberadaan sampah yang menumpuk selalu ada. Anehnya, tumpukan sampah-sampah ini dibiarkan terbengkalai.

Persoalan sampah di Kendal yang berlarut-larut

Hingga saat ini, infrastruktur penampung sampah di Kendal sangat buruk dan tidak ada upaya peremajaan dari pemerintah. Contohnya, kawasan sepadat Weleri hanya punya tidak lebih dari 7 titik penampung sampah. Akibatnya banyak sekali ruang-ruang kosong yang jadi pembuangan sampah. 

Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, volume sampah di Kendal terus meningkat seiring bertambahnya kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kendal mencatat, banyak Tempat Pembuangan akhir (TPA) yang hampir mencapai kapasitas maksimum. Pasalnya volume sampah mencapai sekitar 200 ton per hari, sementara kapasitas tiap TPA di beberapa kecamatan hanya mampu menampung sekitar 150 ton sampah per harinya. Sebagai contoh, TPA Darupono, yang menjadi tempat pembuangan utama, sering mengalami over kapasitas sehingga sampah meluber ke area sekitarnya.

Persoalan sampah di Kendal seperti penyakit panu yang solusinya tidak pernah dipikirkan serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakatnya. Pada 2023, sempat ada angin segar karena pemerintah mewacanakan pengembangan bank sampah dan pembangunan fasilitas daur ulang.

Sayangnya, wacana tersebut menguap tak berbekas. Akar masalahnya adalah perkara anggaran yang alokasinya memang tidak ideal. Misalnya dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) Pemkab Kendal 2022 menyebutkan, alokasi anggaran untuk belanja modal dari Dinas Lingkungan Hidup Kendal hanya sekitar Rp600 juta. Belanja modal di sini maksudnya adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembelian, pembangunan, atau perbaikan aset tetap yang memiliki nilai jangka panjang dan digunakan untuk kepentingan publik.

Tentu kita bisa membayangkan, anggaran Rp600 juta tidak bisa hanya diperuntukan untuk sampah. Karena tupoksi dari DLH bukan hanya mengurusi persoalan sampah, tapi ada hal lain. Meski kadang masalah lain ini seperti siluman yang diada-adakan keberadaannya supaya anggarannya cair.

Ide-ide yang kurang tepat

Pemerintah pada tahun lalu juga mengeluarkan beberapa gebrakan seperti Gerakan Bersih Kendal. Awalnya memang punya dampak positif. Program ini setidaknya mampu mengumpulkan sampah hingga 10 ton pada bulan pertama pelaksanaannya. Namun, setelahnya, gerakan ini menghilang seperti siluman. Pada akhirnya, gerakan ini hanya jadi program yang dampaknya cenderung temporer. Malah bisa jadi menghabiskan anggaran karena seremonialnya saja yang megah.

Baca halaman selanjutnya: Belakangan, pemerintah …

Belakangan, pemerintah mengeluarkan aturan sampah dipilah berdasarkan tanggal ganjil genap. Maksud dari aturan ini adalah menganjurkan masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah berdasarkan pada tanggal. Misalnya, pada hari dengan tanggal ganjil, jenis sampah yang dipilah adalah sampah organik. Sementara untuk genap adalah sampah anorganik. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengelolaan sampah dan menyamaratakan beban pembuangan sampah di setiap harinya. Hal ini dalam rangka untuk mencegah penumpukan sampah di tempat pembuangan atau fasilitas sampah. Aturan ini bagus, tapi persoalannya adalah bagaimana dengan kesiapan infrastruktur pembuangan dan pengelolaannya sendiri?

Mau dipilah sekalipun, kalau infrastrukturnya belum siap, ya percuma. Titik pembuangan sampah masih amburadul, tidak ada sentra pengelolaan daur ulang sampah, dan TPA yang over capacity akan membuat persoalan sampah ini akan tetap jadi panu di tubuh Kendal.

Minimnya kesadaran masyarakat memperburuk persoalan

Belum lagi, pola pikir masyarakat Kendal yang bodo amat soal dampak dari kehadiran sampah. Dibuang sembarang di sudut-sudut pasar, di sungai, dan bahkan di tempat umum seperti terminal. Lucunya, ketika musim hujan seperti saat ini, ada warga kendal yang memanfaatkannya untuk membuang sampah dengan skala besar di sungai supaya cepat dialirkan ke laut. Akibatnya, ketika hujan tinggi, sungai meluap, tanggul jebol, dan akhirnya banjir. 

Perilaku masyarakat seperti ini perlu tindakan tegas melalui regulasi. Perda tentang buang sampah sembarangan tentu segera diinisiasi dong. Biar ada hukuman yang membuat masyarakat mikir kalau buang sampah sembarang. Selain itu, di Kendal juga terdapat sejumlah komunitas lingkungan. Beberapa di antaranya punya program ecobrick (pemanfaatan sampah plastik) dan program pupuk sampah rumah tangga. Mereka bisa jadi penggerak untuk mengolah sampah jadi barang bernilai. Sayangnya, ketika mereka butuh dukungan anggaran dan program, mereka acapkali tersingkirkan dan dipolitisasi untuk kepentingan pemilu saja.

Sekali lagi, sampah adalah masalah kesadaran. Seperti panu, yang hilangnya juga butuh kesadaran soal pentingnya kebersihan. Sampah juga perlu penanganan yang sistemik, bukan hanya soal gimmick gerakan yang usianya hanya satu bulan, kemudian hilang seperti siluman. Kalau sukanya yang seremonial-seremonial begitu, siap-siap aja, Kendal bisa jadi Kota Sampah di masa depan.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Status Kendal Kota Santri Mulai Luntur. Terima Kasih untuk Gangster yang Semakin Meresahkan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

 

Exit mobile version