Kendal dan Batang seakan-akan hidup di bawah bayang-bayang Semarang dan Pekalongan, padahal mereka bisa lebih baik dari ini
Kembali ke Kendal tak membuat saya melihat ada perkembangan yang signifikan bagi kota pelabuhan yang ada di Pantura Jawa ini. Meski sudah berdiri Kawasan Industri Kendal (KIK) yang ada di Arteri Kaliwungu namun hal itu tidak membuat Kendal terlepas dari bayang-bayang Semarang hingga saat saya kembali.
Setali tiga uang nasib serupa juga dialami oleh Kabupaten Batang yang rasa-rasanya hidup enggan mati tak mau. Perkembangannya masih dalam bayang-bayang yang sama dan tidak mampu melampaui Kabupaten Pekalongan di Jawa Tengah. Apalagi sejak dulu kala tata letak pusat Kota Batang cukup timpang. Sebab posisinya berada di ujung barat berbatasan langsung dengan Pekalongan.
Hal itulah yang membuat kedua wilayah yang sebenarnya memiliki potensi besar di berbagai bidang. Tapi, seolah redup dengan bayang-bayang daerah tetangga yang lebih mentereng. Lalu apa saja alasan yang membuat Kendal dan Batang seakan selalu jadi daerah medioker di bawah bayang-bayang Semarang dan Pekalongan?
Industri Kendal belum mampu menyaingi Semarang
Salah satu upaya pengungkit yang diharapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kendal agar bisa menyaingi Semarang yang memiliki banyak kawasan industri adalah dengan dibangunnya Kawasan Industri Kendal (KIK). Kawasan yang diresmikan pada bulan November 2016 oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong hingga kini belum bisa berbicara banyak.
Jangankan menyaingi Semarang yang sudah settle dengan Kawasan Industri Wijaya Kusuma dan kawasan lainnya. Justru Industri Kendal seakan muncul di tengah Industri Semarang yang sudah mulai lesu lantaran UMR yang mulai tinggi sehingga membuat investor memilih daerah lain yang UMR-nya lebih rendah. FYI, UMR Kendal kini berada di urutan ketiga tertinggi di Jawa Tengah.
Kendal tak punya mall untuk keluarga
Selama bertahun-tahun tinggal di Kendal tampaknya pusat perbelanjaan yang akrab di telinga warganya ya Central Swalayan. Atau yang baru ada Aneka Jaya Kendal. Namun semua itu belum memenuhi apa yang dimaksud pusat perbelanjaan representatif untuk keluarga, hasilnya tidak sedikit warga yang memilih untuk menghabiskan waktu ngemall di Kota Semarang.
Alasan inilah mungkin yang menjadikan Kabupaten Kendal tidak begitu menarik bagi wisatawan yang datang hingga tetap memilih Semarang. Saya yang sempat merasakan tinggal di Banyuwangi saja merasakan bahwa Banyuwangi justru lebih pesat ketimbang Kendal yang gitu-gitu aja.
Jadi, kapan Kendal punya mall yang representatif?
Nasib Batang yang tidak jauh beda
Saat era Jokowi, di mana pembangunan kawasan industri marak di mana-mana, Batang tidak ketinggalan ikut merayakannya dengan membangun industri juga. Namun alih-alih bisa menarik investor, hasilnya malah terlihat seperti menuruti ambisi semata. Bahkan Bahlil Lahadalia yang saat peresmian di medio Juli 2024 menjabat sebagai Menteri Investasi menyebut jika Kawasan Industri Batang tak punya master plan, melainkan hanya memakai intuisi saja. Kan aneh banget!
Buntutnya saat Presiden Prabowo mulai menjabat, Direktur Utama Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) berupaya untuk Presiden bisa menandatangani persetujuan KITB menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Konon jika sudah berubah menjadi KEK kabarnya akan dapat menggaet banyak investor lantaran ada keringanan pajak yang ada di kawasan itu. Benar tidaknya coba kita lihat nanti saja. Sebab, Pekalongan, yang tak punya embel-embel kawasan industri, justru bisa menghidupi warganya lewat industri. Jadi, Batang, apa lagi alasanmu kalau gagal?
Mending ke Pekalongan sekalian
Jika pernah perjalanan menuju Kabupaten Batang dari arah Kendal, kalian pasti bakal paham dan bingung kok bisa pusat Kota Batang begitu jauh dari mana pun.
Bagi kalian yang kurang paham, kira-kira begini. Jadi untuk menuju pusat kota Batang dari Kendal, pengendara harus melintasi jalur Pantura mulai Kecamatan Gringsing hingga menembus Alas Roban. Nah, ikuti jalannya saja, sampai nanti berakhir di Alun-alun Batang di pusat kota akan memakan waktu sekitar 1 jam.
Bagi saya, pusat Kota Batang ini seakan-akan berada di bawah bayang-bayang Pekalongan. Kenapa saya sebut seperti itu, lantaran jaraknya yang dekat dengan pusat alun-alun Pekalongan–hanya 7,1 KM, bikin titik keramaiannya terasa timpang dan malah bikin orang memilih sekalian ke Pekalongan saja.
Gini, misal ada masyarakat Gringsing yang ingin ke pusat kota. Dia harus melewati jarak 48,3 Km. Nah, bagi mereka, ketimbang cuma berhenti di pusat Kota Batang, mending sekalian ke Pekalongan saja. Toh, Pekalongan jauh lebih lengkap dari segi mana pun.
Hal-hal yang saya sebutkan ini harusnya jadi perhatian utama pemimpin baru Kendal dan Batang, agar embel-embel medioker dan selalu jadi 2nd choice ini menghilang dari daerah yang mereka pimpin. Yah, jika itu jadi perhatian utama sih.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kendal, Daerah Salah Urus yang Bakal Jadi Kota Sampah di Pantura




















