Kenapa ya zaman sekarang kita jarang denger kejadian bocil titit terjepit ritsleting?
Mojok sudah berusia delapan tahun. Banyak orang menilai bahwa delapan adalah angka istimewa dan cukup sakral. Konon, angka delapan dimaknai sebagai angka keberuntungan. Sebagaimana bentuk angka delapan yang nggak ada putusnya, saya juga berdoa agar media sekaligus guru kehidupan saya ini akan semakin lembah manah, waskita, dan terus menyemai bersama orang-orang biasa.
Ngomong-omong soal usia delapan tahun dan cerita orang biasa, saya punya kisah pilu bin pedih yang sampai saat ini susah saya lupakan, yaitu ketika titit saya terjepit ritsleting. Barangkali terjepit ritsleting adalah luka pertama yang dihadapi seorang pria sebelum beranjak dewasa dan belum mengenal sakitnya putus cinta.
Setiap berangkat maupun pulang sekolah, saya yang waktu itu masih duduk di kelas tiga SD harus jalan kaki dan menempuh jarak sekitar 3 kilometer membelah tanaman kolonjono. Karena takut telat masuk kelas, perilaku terburu-buru kerap saya lakukan setiap pagi. Kebiasaan terburu-buru ini pula, yang akhirnya membuat tragedi titit terjepit ritsleting sering saya alami.
Nyaris semua kawan-kawan saya di kampung halaman, Gunungkidul, terutama generasi 90-an, pernah mengalami malapetaka ini. Akibat dari tindakan grusah-grusuh saat mau berangkat sekolah, kala itu saya lupa tidak pakai sempak dan menarik ritsleting secara serampangan. Tak ayal, peristiwa nahas pun terjadi, gerigi ritsleting itu sedikit melahap “investasi” masa depan saya.
Tragedi yang saya alami pun menggegerkan tetangga. Ibu saya yang tampak panik, langsung mengambil pisau berkarat dari ruang dapur. Seketika, tindakan ibu yang membawa pisau ini membuat saya ingin semaput. Bagaimana tidak, ha wong beliau langsung menyodorkan pisau itu persis di depan harta mungil milik saya itu. Niatnya sih mau merobek celana agar ritsleting bisa terlepas, tetapi kelakuan ibu sungguh nggak memperhatikan protokol kesehatan dan kurang mempedulikan aspek estetis.
Untungnya, bapak saya yang datang dari pasar hewan, langsung mengambil tindakan darurat. Entah dapat wangsit dari mana, tiba-tiba beliau menarik ristleting itu ke bawah dengan kencang, dan akhirnya berhasil dilepas. Meski sukses melepaskan gigitan ritsleting keparat itu, tetapi kelakuan bapak yang sembrono ini membuat saya menjerit kesakitan. Ngilu.
Tragedi terjepit ritsleting itu saya alami tahun 2001. Dari tahun 2001-2005, saya masih cukup sering mendengar banyak bocil tetangga sekitar menangis gegara peristiwa serupa. Namun, setelah tahun-tahun setelahnya, kecelakaan ritsleting ini sudah jarang terjadi. Padahal, era 1990-an, kasus titit terjepit ritsleting cukup hits dan acapkali menggegerkan tetangga sekitar.
***
Menurut penelitian di Urology Journal BJU International, kasus titit terjepit ritsleting sering terjadi pada anak hingga remaja, terutama mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Biasanya, kondisi ini dialami oleh mereka yang belum disunat atau masih memiliki kulit kulup. Nah, kulit yang masih ngacir ini rentan terkena gigitan gerigi ritsleting jika saat narik ritsleting dilakukan secara serampangan.
Meski terlihat sepele, tetapi kasus seperti ini cukup bikin trauma buat siapa saja yang pernah mengalaminya, tak terkecuali saya. Meski bekas gigitan gerigi ritsleting di titit sudah hilang—karena sudah disunat–tetapi kenangan masa kecil yang suram itu masih terngiang-ngiang di kepala. Sebab, jika waktu itu bapak salah menanganinya, risiko cukup fatal. Ya, bukan tidak mungkin saya kehilangan ujung bedil yang sampai sekarang belum menemukan tuannya ini.
Cukup-cukup. Mari langsung ke intinya saja, kenapa anak zaman sekarang sudah jarang terjepit ritsleting? Misal ada, kenapa, ya, kasus ini nggak seheboh kayak dulu?
Pertanyaan tersebut tentu sangat mudah dijawab. Yap, betul, karena bocil zaman dulu jarang atau nyaris nggak pernah pakai sempak. Alasannya pun bermacam-macam, mulai dari nggak mampu beli celana dalam hingga kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pakai sempak.
Tentu jauh berbeda sama orang tua tua zaman sekarang, yang sudah punya kesadaran utuh akan pentingnya pakai sempak sejak dini. Kini, model celana dalam anak juga cenderung lebih variatif dibanding dulu. Beragam merk sempak bocil warna-warni mudah ditemukan di pasaran, mulai dari briefs, boxer, hingga jockstrap unyu-unyu.
Kita tahu, sempak memiliki peran penting bagi alat kelamin pria. Tidak hanya mampu menyerap keringat saja, tetapi juga bisa melindungi titit dari gigitan ritsleting dan mencegah radang. Kendati demikian, waktu saya kecil, orang tua belum sepenuhnya menyadari manfaat sempak. Ini yang juga diakui oleh ibu-ibu di kampung saya kala itu, sehingga titit anaknya rentan terjepit ritsleting.
**
Selain nggak pakai celana dalam, faktor pendukung titit bocil terjepit ritsleting adalah perilaku terburu-buru. Ini persis yang saya alami saat mau berangkat sekolah beberapa tahun silam.
Sama seperti bocil pada umumnya yang selalu ingin lari dan berlari, waktu itu saya sangat bergairah untuk berangkat sekolah bersama teman-teman yang sudah menunggu di depan rumah. Karena nggak sempakan dan pakai celana sambil lari petakilan, gerigi ritsleting yang tajam itu secara sporadis menggigit titit saya. Geger geden nggak bisa dihindari. Tetangga sekitar yang mendengar teriakan saya, satu-persatu muncul menyaksikan peristiwa nahas ini.
Berbeda dengan anak-anak zaman sekarang yang tinggal trancik naik motor atau mobil diantarkan orang tua, dulu saya harus jalan kaki setiap kali mau berangkat maupun pulang sekolah. Kebiasaan jalan kaki menempuh jarak 3 kilometer ini yang akhirnya membentuk sikap terburu-buru para siswa dan berisiko tititnya terkena gerigi ritsleting.
Barangkali anak-anak zaman sekarang jarang kena gigitan ritsleting karena hidupnya lebih selow dan teko kalem saat mau berangkat maupun pulang sekolah. Apalagi anak-anak SD Sapen deket UIN Jogja itu, mana mungkin merasakan pedihnya terjepit ritsleting, hawong tiap hari mereka diantarkan orang tuanya pakai mobil mewah. Jadi, ya, pas mau berangkat sekolah, kalem-kalem saja nggak petakilan kayak saya dan risiko titit kena gerigi ritsleting pun dapat diminimalisir.
Selain nggak pakai sempak dan kebiasaan terburu-buru, celana super ketat juga ditengarai bisa menjadi penyebab titit terjepit ritsleting. Ya, karena mungkin kekurangan bahan kain, celana saya waktu itu benar-benar ketat dan sempit. Maklum, dari kelas 1-6 SD nggak pernah ganti celana. Berbeda sama anak-anak sekarang, yang mana setiap tahun mereka bisa beli celana dan seragam baru, sehingga dipakai lebih longgar dan terasa nyaman.
Terlepas dari itu, peristiwa si titit terjepit ritsleting adalah perkara berbahaya yang harus segera mendapat pertolongan. Jika salah penanganan, tentu masa depan si anak cukup ndrawasi. Jadi, misal nanti anak atau adik-adik kamu mengalami kejadian serupa, ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan, seperti jangan panik, langsung bawa ke klinik, oleskan minyak mineral di titit dan ritsleting, dan hindari pakai oli samping.
Itulah penggalan kisah hidup saya di usia delapan tahun. Masa di mana saya belum cukup tahu betapa pentingnya pakai sempak dalam kehidupan sehari-hari. Nggak cuma saya sih, kawan-kawan saya yang generasi 90-an, kayak Rizky Prasetya, Prabu Yudianto, dan Sengget pun juga pernah mengalami peristiwa serupa. Bukankah ini sebuah pertanda, bahwa sejatinya ((kita)) hanyalah orang-orang biasa, yang tentu nggak lepas dari kesalahan dan dosa? Halah.
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Menerka Kepribadian Orang yang Hobi Gambar Titit di Sembarang Tembok