Pernah merasa risih dengan propaganda-propaganda nikah muda yang berseliweran di akun-akun hijrah di medsos? Atau punya temen yang udah termotivasi nikah muda, terus beneran nikah?
Fenomena nikah muda sebenarnya bukan punya akun hijrah aja. Di beberapa wilayah Indonesia, nikah muda merupakan hal biasa. Selain karena adat dan kebiasaan masyarakat sekitar, faktor lain yang membawa para pemuda untuk melangsungkan pernikahan di waktu muda—bahkan dini—adalah pekerjaan. Biasanya, masyarakat kampung yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan telah menyelesaikan pendidikannya, langsung nikah.
Beda lagi dengan akun hijrah yang alasan utamanya menghindari zina. Terus, dibumbui dengan enaknya nikah, bebas jalan berdua tanpa takut dosa, makan ada yang nemenin, baju dicuciin, dan berbagai hal lain yang biasa orang pacaran lakukan. Bedanya, pernikahan adalah hubungan sah menurut agama dan negara.
Emangnya beneran gitu ya? Bener sih. Tapi percayalah, menikah muda bukanlah satu-satunya jalan untuk menghindari zina. Apalagi, menikah muda tidak mesti hidupnya enak, tenang, dan damai bagi sebagian orang.
Kalau kalian sedang kuliah, lalu terbesit niat untuk menikah muda, sebaiknya pikir-pikir ulang lagi. Apakah dengan menikah lantas tugas-tugas kuliah jadi lancar karena ada teman belajar? Lalu, apakah kegiatan-kegiatan luar kampus semacam organisasi masih bisa dikerjakan? Bagaimana dengan tanggung jawab sebagai komite atau pengurus bidang di suatu organisasi?
Kalau kalian mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang), bisa jadi menikah muda tidak akan menjadi beban yang berat. Tapi kalau kalian mahasiswa aktif dan rajin, menikah hanya akan menambah tanggung jawab tersendiri. Kemudian fokus sebagai mahasiswa akan terbagi dengan urusan keluarga.
Bagi mereka yang nikah muda, pulang larut malam akan menjadi suatu masalah di rumah. Saya punya teman yang menikah muda. Nongkrong sama dia, pasti selalu pulang duluan. Saya memaklumi keadaannya sebagai seorang suami dan calon ayah waktu itu. Hanya saja, sebagai seorang yang hobi begadang buat nongkrong bareng teman-teman saya merasa risih dengan keadaan seperti itu. “Ga asik banget sih hidupnya”, batin saya.
Selain tidak bebas, masalah terbesar yang dihadapi adalah ekonomi, terutama bagi keluarga yang termasuk taraf ekonomi menengah ke bawah. Hal ini tidak menjadi masalah dengan catatan bahwa pihak orangtua atau mertua siap menanggung nafkah pasangan muda. Namun, apabila si suami maupun istri siap hidup mandiri, maka nafkah harus mereka peroleh tanpa menadahkan tangan kepada orangtua. Yang menjadi masalah adalah ketika salah satu dari pasangan tidak ada yang siap untuk mencari nafkah. Mau dikasih makan apa?
Kemudian, kesempatan untuk belajar juga akan berkurang karena terpotong oleh urusan keluarga. Belum lagi kalau sambil bekerja. Mau tidak mau, belajar tidak akan menjadi prioritas lagi. Bahkan, bisa jadi berhenti menjadi mahasiswa bila dirasa urusan keluarga lebih berat.
Dan lebih parahnya lagi, kalau kalian tidak tahan dengan segudang masalah yang dihadapi, bisa-bisa stres. Tidak jarang pernikahan muda berujung cerai setelah merasa tidak nyaman dan tidak kuat menopang beban hidup. Pernikahan yang seharusnya menjadi sakinah malah kandas di tengah jalan.
Menikah muda harusnya dipikir matang terlebih dahulu, siap atau belum. Jangan hanya mendengar motivasi nikah muda, lantas kita terbuai dengan iming-iming enaknya nikah. Apalagi kalau tujuannya cuma buat “ngencan total” secara halal (kalau disingkat ntar dikira ngegas). Menikah sejatinya menambah beban karena tidak lagi mengurus diri sendiri. Apalagi buat kalian yang belum selesai dengan urusan diri sendiri, mau ngurus orang lain?
Sebaiknya, sebelum menikah terlebih dahulu berkonsultasi kepada orang yang berpengalaman. Pengalaman dalam artian telah menjalani pahit dan manisnya kehidupan rumah tangga selama puluhan tahun, silver atau gold wedding. Bukan malah berkonsultasi kepada mereka yang baru menikah.
Lagipula, tidak ada salahnya menjadi jomblo. Apalagi bagi kalian yang lebih menyukai kebebasan, menikah muda sangat tidak dianjurkan. Nikmati saja kebebasan semasa muda, kesempatan belajar, berhubungan dengan masyarakat luas, dan hal lain yang tidak akan bisa didapatkan setelah menikah. Jangan mudah terperdaya dengan propaganda menikah muda. Nikahlah setelah matang. Makan duren aja nunggu matang, masa iya makannya pas muda? (*)
BACA JUGA Gagal Nikah Gara-Gara Larangan Menikah Anak Pertama dengan Anak Ketiga (JiLu) atau tulisan Rifqi Luthfianur lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.