Jupiter Z generasi kedua adalah tunggangan saya sewaktu SMA. Motor bebek keluaran Yamaha tahun 2004 itu saya gunakan sehari-hari pada rentang tahun 2013 hingga 2016. Alih-alih kelihatan sangar macam motornya si Dilan, motor saya ini emang keliatan kayak motor butut. Tapi jangan salah, soal performa, beuuuh, nggak kalah sama Supra, Beat, atau motor-motor keluaran baru yang teman-teman saya pakai. Apalagi soal memori, motor ini punya banyak kenangan yang tak akan saya lupakan.
Dilihat secara sekilas, nama Jupiter memang terinspirasi dari nama sebuah planet, namun untuk imbuhan huruf “Z” di akhir nama pada motor yang pernah saya tunggangi ini, bisa diartikan sebagai huruf yang letaknya paling akhir atau varian Jupiter yang memiliki teknologi terbaru, paling terakhir dan terkini. Nama Jupiter Z memang pertama kali muncul pada 2003 atau masa Jupiter generasi kedua, sedangkan generasi pertama hanya bernama Jupiter saja.
Jupiter generasi kedua ini ditempeli mesin berkapasitas 110,3cc. Dengan mesin tersebut, motor andalan Komeng ini mampu meletupkan daya hingga 9,0 PS pada putaran 8000 rpm dan torsi puncak sebesar 9,2 Nm pada putaran 5000 rpm. Ditopang dengan dimensi berukuran 1910 mm x 675 mm x 1040 mm, dengan tinggi jok 760 mm dan jarak sumbu roda sepanjang 1225 mm, serta jarak terendah ke tanah 130 mm. Motor bebek dengan berat kosong 97 kg ini juga ditempeli tangki bahan bakar dengan kapasitas 4,5 liter. Sangat cukup untuk perjalanan harian.
Sedangkan untuk rangka, Jupiter Z generasi kedua ini menggunakan rangka model pipa underbone yang disokong dengan suspensi teleskopik di bagian depan dan suspensi belakang jenis lengan ayun. Dan untuk sektor kaki, terpasang ban dengan berukuran 70.90-17,38P dan ban belakang berukuran 80/90-17,44P, yang diapit rem cakram tunggal di bagian depan serta rem tromol di bagian belakang.
Varian Jupiter memang mendongkrak penjualan produk motor dari Yamaha. Selain desain motor yang keren pada masanya dan performa yang cocok untuk anak muda, motor ini ternyata juga laris di pasar sirkuit. Terbukti dengan banyaknya pembalap yang memenangkan ajang balap dengan motor ini. Selain memiliki body yang aerodinamis, Jupiter Z generasi kedua ini masih mengusung karburator pada mesinnya, sehingga sangat digemari pejuang sirkuit. Sampai-sampai, baju Komeng pun terkoyak nggak karuan gara-gara nggeber motor ini di iklannya.
Selang tiga tahun pemakian, secara keseluruhan tidak ada rasa menyesal pada diri saya pasca menunggangi motor Jupiter Z generasi kedua ini. Saya pernah kecelakaan beberapa kali dengan motor ini, mulai dari kecelakaan ringan sampai yang lumayan berat. Mulai dari badan saya hanya lecet-lecet sampai pergelangan dan otot-otot yang bermasalah. Tapi motor tahun 2004 ini justru tidak mengalami kerusakan berarti. Jangankan daleman atau bagian mesin yang rusak, paling parah aja cuma sayap samping pecah dikit sama plat nomot yang lepas. Entah itu kecelakaan saya yang terlampau ringan atau hanya kebetulan semata, namun intinya saya cukup merasa aman menunggangi motor ini.
Penyebab beberapa kali saya mengalami kecelakaan dengan motor ini mungkin karena performanya yang gesit dan kenceng banget di kelasnya, serta body yang ramping dan pendek. Saya akui soal hal itu nggak perlu diperdebatkan, hal-hal itu juga yang membuat motor ini laris di pasar sirkuit kan. Tapi untuk orang bertinggi 170-an cm macam saya memang sedikit kurang cocok menunggangi motor ini, karena kejangkungan kalian akan tampak sekali dari kejauhan. Bayangin aja Uus naik Jupiter, gimana?
Penggunaan velg ruji dan knalpot krum yang memberikan aksen-aksen berkilauan ketika motor ini usai dicuci bersih, membuat motor ini terkesan makin cakep. Alasan itu yang membuat saya demen banget pakai motor ini. Karena saya bisa pamer kilaunya motor saya ini ketika masuk parkiran sekolah. Meski kalah pamor dibanding Supra, Beat sampai KLX milik kawan-kawan, saya mah bodoamat, motor Komeng ini.
Kelebihan lain yang dimiliki Jupiter Z 2004 ini yaitu jok yang panjang dan suara knalpot yang yahud. Joknya memang panjang dibanding motor lain, kalau mau tartig (tarik tiga) pun gas wae lah. Tapi bawanya jangan kenceng-kenceng dan lewat depan Polantas ya, mampus kalian.
Suara knalpotnya juga seru, nggak ngebosenin macam knalpot Supra. Kalo saya mau nyapa temen nih ya, nggak perlu bunyiin klakson, cukup nggeber knalpot aja jadi dipelototin orang sekitar. Knalpot Jupiter memang agak berisik, bagi sebagian orang mungkin mengganggu, tapi bagi saga justru seru.
Dan yang paling saya suka dari motor ini yaitu keiritannya. Banyak orang bilang kalau motor ini boros. Iya boros, kalau sampean-sampean membandingkanya dengan motor injeksi. Ingat, motor ini belum injeksi, masih pakai karbu. Jadi, jika saya bandingkan antara performa yang didapat dengan penggunaan bahan bakar yang cukup Rp. 10.000 untuk dua hari pemakaian sejauh 60 km untuk sekolah dan beberapa kali digunakan di rumah, saya rasa cukup irit. Karena irit itu relatif ya kan?
Meskipun motor ini menyisakan berbagai kenangan manis bagi saya, adakalanya saya emosi memakai motor ini. Mulai dari nggereng-nya mesin ketika di gas pol, rem belakang yang masih pakai tromol dan kurang seimbang dengan tingginya akselerasi motor ini, sampai kelistrikan yang aduhai menguras emosi. Entah kenapa varian Jupiter selalu mengalami lampu bagian depan mati sebelah, salah satunya motor saya ini. Tak terhitung sudah berapa kali saya memperbaiki dan mengganti lampu depan. Sampai-sampai motor ini cocok juga kalo disebut Jupiter picek.
Sumber Gambar: Blog Spesifikasi Sepeda Motor
BACA JUGA Kengenesan yang Dialami Pengendara Motor Smash dan tulisan Bastian Ragas lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.