Salah satu pengalaman yang nggak akan pernah saya lupakan saat pertama kali tinggal di dataran tinggi adalah masuk angin. Sebagai anggota mudah masuk angin club, tinggal di daerah pegunungan mungkin kurang tepat buat saya. Walau sudah beberapa tahun tinggal di sini, masuk angin masih sering saya alami.
Udara malam yang dingin jadi salahs atu penyebabnya. Padahal saya sudah tidur pakai selimut, lho. Maklum, udara di daerah pantura dan pegunungan kan berbeda. Saat di Pemalang dulu, saya nggak pernah tidur pakai selimut. Malahan dulu kipas angin wajib dipakai orang pantura. Tapi ketika tinggal di Magelang, boro-boro pakai kipas angin, panas saja nggak ada. Kalau tetap dinyalain kipasnya, saya malah tambah masuk angin~
#4 Nggak ada pantai
Sebagai pencinta pantai garis keras, saat pertama kali tinggal di Magelang, saya harus terbiasa nggak melihat pantai. Awalnya saya merasa kesulitan, sebab waktu masih tinggal di Pemalang, saya beberapa minggu sekali pergi ke pantai untuk healing sejenak. Tapi begitu sudah jadi orang pantura yang tinggal di dataran tinggi, saya jadi nggak bisa lagi melihat deburan ombak, melainkan hanya bukit dan gunung.
Sebenarnya bisa saja sih ke pantai dari Magelang, tapi harus ke daerah tetangga dulu seperti Purworejo atau Jogja. Duh, kan lumayan jauh dan merepotkan, ya.
Keluh kesah saya di atas saya alami di minggu-minggu awal pindah dari Pemalang ke Magelang, sih. Awalnya memang banyak ngeluh, eh, sekarang sudah berdamai dengan keadaan, nih. Dasar manusia!
Penulis: Hernika Aulia
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jangan Pensiun di Magelang.