Kelas Menulis Agus Noor: Tips dan Teknik Dasar Menulis Cerpen yang Sangat Mencerahkan

Pertemuan Pertama dan Terakhir Saya Bersama Iman Budhi Santosa terminal mojok.co

Pertemuan Pertama dan Terakhir Saya Bersama Iman Budhi Santosa terminal mojok.co

Bagi para penikmat cerpen koran, pasti tahu banget sama Agus Noor. Blio itu salah satu dari sekian cerpenis yang karya-karyanya saya kagumi. Dan beberapa waktu yang lalu, saya sempat ikut kelas menulis yang diampu blio.

Bagi yang belum tahu, blio bisa dibilang sastrawan kawakan. Cerpen-cerpen blio udah langganan nangkring di Kompas dan media lain. Cerpen blio yang saya suka itu yang bernuansa “kesaktian” kiai/syekh. Rasanya kayak lagi baca dongeng-dongeng Islam, tapi dengan bumbu kritik sosial dan kritik sejarah.

Nah, kelas menulis Agus Noor sendiri diselenggarakan oleh DIVA Press-Basabasi pas malam Sabtu, tepatnya 3 Juli lalu, via live IG di akun Agus Noor. Bisa dibilang kelas menulis tersebut merupakan rangkaian kegiatan setelah diterbitkannya buku terbaru Mas Agus, yaitu Kisah-Kisah Kecil dan Ganjil: Malam 1001 Pandemi.

Kelas menulis Agus Noor menekankan teknik dasar menulis cerita pendek. Saya sudah mencatat inti materi dari Mas Agus di buku tulis.

Di awal kelas menulis, Mas Agus menyampaikan ada tiga elemen cerpen: peristiwa, data/fakta, dan imajinasi. Pertama, kita mesti menentukan peristiwanya. Mas Agus mencontohkan, misalnya, kita lihat peristiwa seorang wanita pekerja bar.

Kemudian, cari data/fakta soal wanita bar itu. Contohnya, soal kesan-kesan negatif yang melekat pada wanita bar. Misalnya, wanita bar itu diidentikkan sebagai wanita nakal, suka pulang malam, dan sebagainya. Untuk mencari data/fakta, lakukan observasi langsung.

Setelah punya peristiwa dan data, selanjutnya kita merekonstruksi kedua elemen tadi melalui imajinasi. Imajinasi yang Mas Agus maksudkan bukan berarti menghayal. Mas Agus amat menekankan kalau imajinasi itu tidak berasal dari ruang kosong.

Sebelum ikut kelas menulis Mas Agus itu, saya sendiri, sebagai penulis pemula yang baru belajar menulis cerpen, pernah coba menulis beberapa cerpen. Contohnya ketika saya menulis cerpen berjudul “Suatu Malam Aku Melayang” yang terbit di Kompas pada Mei lalu, ternyata sudah cukup sesuai dengan langkah-langkah tadi. Meski memang, yang saya lakukan enggak tersistematis (atau lebih tepatnya enggak “ngehh” sama teknik dasarnya), tapi cerpen saya itu tampak juga memuat ketiga elemen tadi. Lumayan.

Saya ambil contoh dari cerpen saya saja ya, biar saya sekalian promote cerpen saya mudah menjelaskan kembali ketiga elemen ala Mas Agus di kelas menulis. Soal elemen pertama, peristiwa dalam cerpen saya itu intinya tentang seorang anak kecil mengalami budaya perundungan yang dilakukan oleh teman sebaya, guru, dan orang tuanya.

Kalau untuk data/faktanya, kebetulan untuk cerpen saya kebanyakan dari pengalaman sendiri yang melihat dan mendengar langsung. Dari kedua elemen itu, saya imajinasikan menjadi cerita fiksi.

Untuk memperkaya imajinasi, biasanya saya banyak membaca dulu sebelum menulis, entah itu cerpen, novel, kadang riset data kecil-kecilan, dan sebagainya. Dengan banyak baca, sekaligus membantu saya belajar gaya penulisan untuk tema-tema tertentu.

Setelah punya tiga elemen, kata Mas Agus di kelas menulis, kita perlu menganalisisnya untuk menemukan ide menarik atau unik di dalamnya. Suatu ide itu dibilang menarik atau enggak, bisa dilihat dari dua hal, yaitu cerita itu emang sudah menarik, atau cara kita menyajikannya menjadi menarik.

Biar ide bisa menarik, kita bisa bikin karakter cerita yang unik. Kata Mas Agus di kelas menulis, kita mesti coba lepas dari gambaran umum yang melekat pada karakter cerita. Atau, ketika kita merasa ide itu tidak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.

Oh iya, untuk membuat cerita juga perlu memperhatikan teori ala Mas Agus ini: 5W+1H+I. Maksudnya, cerita itu memuat 5W (what, who, when, where, dan why), 1H (how), plus I (imajinasi). Mirip banget sama rumus bikin tulisan news, bedanya cuma enggak ada I-nya aja.

Di kelas menulis, ada yang bertanya caranya membuat bagian pembuka cerita. Soal itu, resep dari Mas Agus, untuk teknik bagian pembuka cerita, kita jangan paparin semua informasi yang kita punya. Simpan informasi atau sembunyikan. Misalnya, ada cerita seorang suami mati 5 tahun lalu. Untuk bagian cara mati si suami itu, kita simpan dulu.

Soal teknik menyusun plot yang disampaikan di kelas menulis, ada yang namanya teori penyesatan. Teori penyesatan itu maksudnya teknik plot yang “membuat pembaca seperti yang tidak dipikirkan pembaca” (di catatan saya nulisnya emang begitu). Mudeng kan kalian??? Mudeng lah yaaa….

Intinya sih, setangkep otak saya, gimana bikin plot supaya pembaca enggak mengira/menyangka alur dan ujung plot cerita ternyata berbeda dari yang dipikirkan. Cerita dengan plot twist biasanya menggunakan teori penyesatan ini. Selain itu, Mas Agus juga mengingatkan, kalau kita juga mesti memperhatikan penempatan ketegangan dan intensi dalam menyusun plot cerita.

Salah satu pelajaran penting di kelas menulis adalah mengatasi macet menulis, lalu cara bikin karakter cerita. Ada juga soal plagiarisme, cara bikin judul menarik, dan seterusnya. Tapi sayangnya, hal-hal tadi tidak saya catat dengan lengkap. Dan lebih sialnya lagi, saya tidak selesai mengikuti kelas menulis Mas Agus.

Alasannya apalagi kalau bukan karena HP saya yang bermasalah (karena kentang plus masih 3G pula). Saya mengikuti kelas menulis sampe sekitar pukul 9 malam.

Meski begitu, hal-hal yang sudah saya dapatkan tadi seperti tiga elemen cerita, teori 5W+1H+I, teknik bikin pembuka cerita dan menyusun plot, dan seterusnya, itu semua benar-benar amat mencerahkan. Sangat membantu saya untuk menulis cerita ke depannya.

Saya menyadari kalau tulisan ini ada yang kurang dalam menyajikan kembali materi-materi dari Mas Agus yang saya dapatkan dari kelas menulis itu. Tapi saya ingin berbagi ilmu-ilmu Mas Agus yang mencerahkan itu kepada kalian. Dan saya harap semoga saja tulisan ini juga cukup mencerahkan untuk kalian, mylov~

BACA JUGA Butuh HP Android Murah? Lirik Ponsel Zaman Old untuk Alternatif di Tengah Pandemi! dan tulisan Emerald Magma Audha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version