Pemerintah melakukan branding untuk kota atau suatu daerah memang hal yang wajar. Kebijakan seperti itu merupakan usaha untuk menunjukkan kekhasan serta identitas. Belum lama ini, pemerintah Kediri juga melakukan branding. Namun, sayangnya, menurut saya, kebijakan tersebut adalah sebuah kesalahan.
Pemkab sendiri pernah membuat slogan yang menurut saya unik, yaitu “Kediri Lagi”. Slogan tersebut lahir pada pemerintahan Hj. Haryanti Sutrisno (2015). Hj. Haryanti memulih slogan tersebut karena memiliki makna menarik wisatawan atau siapa saja yang pernah singgah ke sini untuk datang lagi.
Nah, pada Maret 2023, Mas Bupati, Hanindhito Himawan Pramono, mengubah slogan menjadi “Kediri Berbudaya”. Perubahan itu dilakukan secara resmi dalam acara Launching Destination Branding yang bertempat di Monumen Simpang Lima Gumul.
Bupati yang akrab disapa Mas Dhito ini mengungkapkan alasannya. Katanya, slogan “Kediri Berbudaya” menggambarkan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan budaya. Hal itu didasari dari banyaknya peninggalan sejarah, kurang lebih 509 peninggalan sejarah berupa situs dan arca.
Sebetulnya, mengubah slogan ini baik adanya. Bahkan Mas Dhito sudah memberi bukti. Mulai dari meresmikan pakaian khas Ken dan Wdihan hingga merawat situs-situs bersejarah. Namun, mohon maaf sebelumnya, sebagai warga saya masih merasa berat dengan perubahan slogan tersebut. Saya merasa lebih cocok dengan slogan “Kediri Lagi”.
Slogan “Kediri Berbudaya” terlalu mainstream dan nggak unik
Ngomongin slogan, artinya ngomongin makna simbolik sebuah kata. Bagi saya, slogan “Kediri Berbudaya” itu terlalu mainstream dan tidak mencirikan kekhasan budaya yang spesifik. Kata “berbudaya” sudah terlalu umum sehingga tidak memunculkan keunikan. Selain itu, makna dari “kebudayaan” terlalu luas sehingga tidak menunjukkan kekhasan dari daerah sendiri.
Baca halaman selanjutnya: Slogan akan lebih menarik jika membawa kata yang spesifik…