Kecamatan Srono Banyuwangi, Daerah Paling Toleran yang Dianaktirikan Pemkab Banyuwangi

Kecamatan Srono Banyuwangi, Daerah Paling Toleran yang Dianaktirikan Pemkab Banyuwangi Mojok.co

Kecamatan Srono Banyuwangi, Daerah Paling Toleran yang Dianaktirikan Pemkab Banyuwangi (unsplash.com)

Kalian sering ke Banyuwangi, tapi tidak pernah ke Kecamatan Srono? Tidak apa-apa, masyarakat sekitarnya saja malas ke kecamatan ini. Bagaimana tidak malas, Kecamatan Srono Banyuwangi memang tidak menarik. Jalanan di sana buruk, akses transportasi umum sulit, potensi wisatanya tidak digali. 

Iya, kalian tidak salah dengar. Kecamatan Srono Banyuwangi memang punya potensi wisata. Namun, potensi ini seolah-olah tidak terlihat oleh pemerintah Banyuwangi fokus di sektor wisata. Benar-benar kecamatan ini sudah dianaktirikan. 

Potensi Kecamatan Srono Banyuwangi yang tidak dilirik 

Kecamatan Srono sebenarnya terletak di tengah Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu, kecamatan ini cukup ramai karena menjadi penghubung antara kecamatan-kecamatan yang berada di sisi selatan ke pusat kota. Dari situlah banyolan satir tentang nama Srono muncul. Srono yang diambil dari kata sarana yang artinya kecamatan ini sekadar menjadi sarana penghubung. 

Jujur saja, Srono Banyuwangi memang tidak menarik. Mungkin daerah ini bisa dinobatkan menjadi kecamatan paling biasa saja di Banyuwangi. Saking nggak punya daya tarik, warga setempat saja malas mengeksplorasi daerahnya sendiri. Kalau ada kesempatan main, mereka lebih senang mengunjungi kecamatan tetangga, Genteng.  

Sebenarnya, kalau mau ngulik lebih lanjut, Srono Bukannya tidak memiliki potensi sama sekali. Di sana ada Gumuk Rayud, sebuah tempat wisata yang baru diresmikan pada Maret 2023. Agak heran sebenarnya, Banyuwangi yang sudah hampir satu dekade fokus di sektor wisata, kok baru tahun ini melirik potensi Srono. Apa namanya kalau bukan kecamatan rasa anak tiri ya? 

Tidak punya stasiun dan terminal, cara mempersulit hidup

Bayangakan kalian tinggal di satu kecamatan dengan seluas 73,72 kilometer persegi, tapi tidak ada stasiun dan terminal. Itulah Srono Banyuwangi. Kalau warga ingin bepergian menggunakan kereta atau bus, mereka harus pergi ke Kecamatan Rogojampi terlebih dahulu. Di Srono hanya ada halte bus, itu pun berbagi tempat dengan teras ruko. 

Sebenarnya di kecamatan ini pernah ada stasiun. Namun, stasiun yang beroperasi sejak 1921 itu ditutup pada 1976. Kondisi stasiun peninggalan Belanda itu mulai usang sehingga harus ditutup.

Jangankan fasilitas terminal dan stasiun, jalanan Srono yang disebut sebagai kecamatan penghubung nyatanya amat buruk. Salah satu contohnya, Jalan Pekulo. Melewati jalan penghubung antara Kecamatan Srono dan Kecamatan Genteng ini serasa ikut offroad. Kondisi jalan diperburuk oleh minimnya penerangan. Bayangkan betapa gelap dan berbahaya karena jalan ini langsung berbatasan dengan daerah persawahan

Darah paling toleran

Melihat sarana dan prasarana Srono Banyuwangi memang bikin ngelus dada. Namun dibalik keburukan itu, warga Srono sebenarnya punya tingkat toleransi yang tinggi lho. Mereka terbiasa hidup berdampingan walau berbeda. Asal tahu saja, sudah sejak lama Srono ditinggali oleh berbagai ras seperti Cina, Arab, Jawa, Osing hingga Madura. Begitu juga dengan berbagai kepercayaan atau agama warganya, berbeda-beda tapi tetap bisa berdampingan. 

Kehidupan berdampingan yang begitu lama, mendorong masyarakat untuk selalu menghargai kebiasaan satu sama lain. Di saat perayaan Natal atau Nyepi misalnya, masyarakat bersama-sama menjaga kelancaran perayaan. Warga Srono memang adem-adem, inilah yang saya banggakan dari Srono. 

Begitulah nasib kecamatan Srono di mata Pemkab Banyuwangi. Kami dipandang sebelah mata padahal punya punya banyak potensi. Saya sering iri dengan perkembangan kecamatan-kecamatan lain, kecuali sisi pendidikannya. Ya iya lah nggak iri, wong seluruh kecamatan di Banyuwangi sektor pendidikannya …  chuaks.

Penulis: Rino Andreanto
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Jangan Berwisata ke Pantai Pulau Merah Banyuwangi saat Libur Panjang, Cuma Bikin Kesal

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version