Kalau boleh dibilang, Kecamatan Gemolong adalah kecamatan yang lokasinya agak nanggung. Gimana nggak nanggung, wong kecamatan yang letaknya di wilayah barat Kabupaten Sragen ini cukup jauh dari pusat kota sebagai jantung Kabupaten Sragen.
Selain jauh dari Sragen, sifat nanggungnya Gemolong ini juga didukung kondisi wilayahnya. Meskipun jauh dari jantung kota kabupaten, Gemolong tetap nggak layak disebut kecamatan yang ndeso. Sebagai orang yang pernah tinggal di kecamatan yang lebih ndeso, Gemolong sudah layak disebut sebagai kota.
Saya akan membeberkan beberapa contohnya. Meskipun masih bisa ditemukan, lingkungan persawahan termasuk jarang ada di Gemolong jika dibandingkan wilayah kecamatan lain di Kabupaten Sragen. Soal fasilitas sarana dan prasaran, nggak usah ditanya, Gemolong memiliki hampir semua yang dimiliki ibu kota kabupaten. Kantor cabang bank BUMN sampai segala macam pusat pendidikan dan lembaga pendidikan ada di kecamatan ini.
Kualitas pendidikan dari SD hingga SMA di sini termasuk favorit. Sampai warga dari kecamatan lainnya berbondong-bondong pindah KK ke Gemolong supaya anaknya bisa sekolah di sini. Soal fasilitas kesehatan juga Gemolong cukup komplet, mulai dari RSUD sampai RS swasta ada di sini. Bahkan jika butuh rujukan, warga Kecamatan Gemolong bisa langsung mencari rumah sakit di Solo.
Namun di balik semua sarana dan prasarana yang lengkap tersebut, sebagai warga Gemolong yang bukan asli dari Gemolong, saya menyimpan beberapa keresahan selama tinggal di sini. Misalnya saja beberapa keresahan berikut ini.
Daftar Isi
- Rasanya nanggung punya KTP Kabupaten Sragen mengingat jarak dari Kecamatan Gemolong ke ibu kota kabupaten justru lebih jauh ketimbang ke kota tetangga, Solo
- Pertumbuhan pesat bikin warga jadi makin konsumtif
- Kondisi jalan lintas kabupaten dan kota yang aduhai
- Harga properti di Kecamatan Gemolong makin meroket
Rasanya nanggung punya KTP Kabupaten Sragen mengingat jarak dari Kecamatan Gemolong ke ibu kota kabupaten justru lebih jauh ketimbang ke kota tetangga, Solo
Hal pertama yang bikin saya resah sebagai warga Kecamatan Gemolong adalah perkara KTP. Kenapa bisa resah? Ya karena secara administratif Gemolong masuk dalam wilayah Kabupaten Sragen, jadi segala macam urusan administrasi kependudukan ya harus diselesaikan di Kota Sragen.
Nah, hal ini yang bikin saya males. Bayangkan, mau perpanjangan SIM aja, saya harus melaju sampai Sragen. Tak jarang saya menjumpai beberapa kawan yang telat perpanjangan SIM karena harus effort pergi ke Sragen. Maklum, warga Gemolong lebih semangat berangkat ke Solo ketimbang ke Sragen kota karena jaraknya lebih dekat.
Saat urusan lain bisa diselesaikan hanya di Gemolong, sementara urusan kependudukan harus sampai Sragen itu kayak ada males-malesnya. Hmmm.
Baca halaman selanjutnya: Jalan rusak dan harga properti di Gemolong yang makin tak terjangkau.
Pertumbuhan pesat bikin warga jadi makin konsumtif
Selama tinggal di Gemolong, saya merasa makin konsumtif. Di kecamatan ini, saya bisa menemukan franchise warung makan hingga beraneka ragam kebutuhan dan pernak-pernik lainnya dengan begitu mudah. Saya pun kesulitan mengendalikan nafsu jajan dalam diri ini.
Belum lagi kini di Kecamatan Gemolong makin banyak kafe dan tempat nongkrong kekinian. Pertumbuhannya cukup meresahkan, utamanya bagi saya yang memang gemar jajan.
Sebelum tinggal di Gemolong, saya nggak pernah jajan banyak. Maklum, di tempat tinggal sebelumnya, pilihan jajanannya nggak sebanyak di Gemolong. Selain itu, kalau kepingin makan makanan tertentu yang baru ada di Solo, saya selalu mikir berkali-kali karena harus menempuh perjalanan hingga ke Solo.
Nah, begitu pindah ke Gemolong, berbagai makanan dan minuman yang awalnya cuma bisa saya beli di Solo, sudah membuka gerai mereka di kecamatan ini. Dari Mixue sampai berbagai merek roti dan franchise rumah makan yang ada di Solo kini bisa saya jumpai di Gemolong. Situasi semacam ini sukses menguras pengeluaran saya.
Kondisi jalan lintas kabupaten dan kota yang aduhai
Maksud saya aduhai di sini tentu saja kondisi jalan yang aduhai bolong-bolong dan sangat nggak direkomendasikan untuk dilalui. Sebenarnya, kondisi jalan raya Gemolong Solo—atau yang lebih dikenal jalan Solo-Purwodadi—dikenal sebagai jalan neraka. Uniknya, setiap selesai proyek perbaikan jalan, tak perlu waktu lama untuk bisa bolong lagi. Yah, jalur ini memang langganan rusak.
Penyebab jalan lintas kabupaten dan kota ini cepat rusak tak lain dan tak bukan karena sering dilewati truk besar hingga kontainer. Maklum, jalur ini menjadi jalur distribusi berbagai bahan pangan hingga konsumsi lainnya dan jalan lintas kabupaten dan kota.
Meskipun gairah warga Kecamatan Gemolong untuk jalan-jalan ke Solo nggak mudah dipatahkan oleh kondisi jalan, tetap saja jalan rusak gini mengganggu. Betul apa betul?
Harga properti di Kecamatan Gemolong makin meroket
Selain harga rumah dan bangunan yang makin meroket, Gemolong terkenal dengan harga tanahnya yang tinggi. Bagi warga kelas menengah, kaum mendang-mending dengan gaji UMR atau di bawah UMR, dan orang-orang yang nggak punya warisan banyak, saya sarankan pikir-pikir lagi sebelum beli properti di Gemolong.
Tingginya harga properti di Gemolong ini bahkan melebihi harga properti di Kota Sragen. Kecuali jika kamu kaya raya, membeli tanah di Gemolong tampaknya sebatas mimpi.
Meskpun harganya tinggi, nilai jual dan investasi di kecamatan ini layak dijadikan pertimbangan sebagai investasi yang akan sangat menguntungkan, kok. Yah, asal punya modal gede aja, sih. Kecamatan Gemolong ini layaknya lumbung uang untuk Kabupaten Sragen, jadi nggak usah heran kalau nilai properti di wilayah ini snagat tinggi.
Beberapa orang kelas menengah yang bukan berasal dari Gemolong biasanya memilih untuk membeli tanah atau rumah di pinggiran Gemolong atau kecamatan yang bertetangga dengan Gemolong. Misalnya seperti di Kalijambe, Miri, Sumberlawang, atau Plupuh. Lumayan, harganya masih terjangkau dan nggak jauh-jauh amat dari Gemolong.
Itulah beberapa keresahan saya selama tinggal di Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen. Tentu saja saya berharap bisa mengatasi keresahan-keresahan di atas. Toh, saya masih betah tinggal di sini.
Penulis: Hanifatul Hijriati
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Gemolong, Kecamatan Terbesar Kedua di Sragen yang Kini Menjelma Menjadi Kota yang Proper.