Kebiasaan Otak-Atik Gathuk Hawa Panas dengan Aktivitas Gunung Merapi

erupsi merapi Kebiasaan Otak-Atik Gathuk Hawa Panas dengan Aktivitas Gunung Merapi terminal mojok.co

Kebiasaan Otak-Atik Gathuk Hawa Panas dengan Aktivitas Gunung Merapi terminal mojok.co

Jogja sumuk itu bukan salah Gunung Merapi semata. 

Akhir-akhir ini Jogja memang sumuknya (gerahnya) tidak terkira. Sampai-sampai kipas angin yang nyala full kencang seolah cuma gerak tolah-toleh dan bersuara wus wus tanpa efek kesegaran yang signifikan. Mandi berkali-kali seolah cuma kena cipratan air, segar sementara, setelah itu keringat mengucur lagi.

Di lain sisi, BPPTKG secara resmi menaikkan status Gunung Merapi dari waspada level 2 menjadi siaga level 3 pada 5 November 2020. Naiknya status Gunung Merapi ini ditengarai akibat dari peningkatan aktivitas Merapi dalam seminggu terakhir.

Kebiasaan otak-atik gathuk atau sambung menyambungkan kembali mencuat beriringan dengan meningkatnya aktivitas Gunung Merapi. Ada beberapa kebiasaan otak-atik gathuk sebenarnya. Cuma, dalam tulisan ini akan saya pilih salah satunya. Salah satu tradisi tersebut yang menurut saya membuat risih yaitu menghubungkan atau mengaitkan hawa yang panas di suatu tempat dengan kondisi Merapi saat ini.

Saya akan mencoba merangkum sedikit cuitan warganet Twitter dalam tempo waktu dari pukul 21.42-22.13 pada tanggal 7 November 2020 dengan kata kunci “merapi”.

“Gerah krn merapi,” kata akun @ffffoxxx dengan singkat, padat, jelas, serta tidak tepat. Tanpa membabi-buta, ia menuliskan kesesatan yang nyata.

“Malam ini Jogja panas banget, apa nih dampak dari Merapi yang lagi punya hajat,” cuit akun @zainularifin93. Sebenarnya tidak ada yang salah sih dengan cuitan ini. Cuma karena tanda baca di akhir yang tidak jelas kan menjadi pertanyaan publik juga. Kalau melempar pertanyaan, kok, ya, gimana? Apalagi memberikan pernyataan justru semakin meresahkan warganet yang lain.

“Merapi kalau siaga gini hawa panasnya ampe mgl (Magelang) gila dr siang sampe sekarang panas bgt,” kata ahli vulkanologi (dadakan) @luminous2501. Tidak bisa kita mungkiri, grafik jumlah ahli vulkanologi meningkat drastis setelah BPPTKG mengumumkan kenaikan level status Gunung Merapi, yang sebelumnya tidak pernah berkecimpung menjadi memaksakan diri menyimpungkan diri.

“Jogja panas banget sumpah. Karena suasana gn merapi yang menggelora,” cuit akun @anisazulfah dengan genre kalimat indie-nya. Karena (katanya) Jogja ini terkenal akan keistimewaannya yang dibumbui romantisme ke-indie-an, maka otak-atik gathukhawa panas dan aktivitas gunung merapi pun juga tak luput dari perhatian seorang indie sejati.

“Merapi siaga bund panas banget Jogja astaghfirullah,” kabar akun @susuufermentasi. Cuitannya sekilas menunjukkan bak ilmuwan sudah belajar ilmu gunung ribuan tahun. Menyampaikannya dengan bahasa yang lebih kekinian, mungkin dengan harap supaya orang lain bisa menerima kabarnya dengan mudah, Bund, padahal ngawur, astaghfirullah.

Dan cuitan-cuitan lainnya yang serupa akan dengan mudah kita jumpai di lini masa media sosial. Tidak hanya di Twitter, di YouTube pun akan dengan mudah kita temukan kebiasaan otak-atik gathuk ini.

Bahkan lucunya lagi, beberapa netizen yang turut ikut ronda malam memantau aktivitas Gunung Merapi lewat live seismograf di YouTube dengan pede-nya mendeklarasikan hal yang serupa. Kurang lebih, “Waduh, panas banget akhir-akhir ini (sambil menyebutkan daerahnya) gara-gara Merapi siaga”.

Titik lucunya adalah banyak yang mengatakan hal demikian meski dia posisinya di luar wilayah sekitar Gunung Merapi. Bahkan tidak sedikit pula yang berada di luar Jawa sekalipun. Sungguh membuat saya gagal paham.

Saya dihadapkan pada perasaan yang dilema antara malu, geli, kadang juga emosi sendiri membaca tulisan orang-orang dengan mendramatisir sedemikian rupa aktivitas Merapi saat ini. Perlu kita ketahui bersama bahwa hawa panas di suatu kota itu tidak ada hablumnya terhadap aktivitas gunung api.

Bahkan juga tidak pernah ditemukan adanya metode ilmiah yang menunjukkan suhu kota tertentu bisa dijadikan parameter aktivitas gunung api. Mestinya, apa yang dijelaskan dalam thread (ulasan) oleh akun Twitter @jogja_uncover ini bisa menjadi sedikit pegangan bagi orang yang suka otak-atik gathuk itu. Toh juga kalimatnya nggak berat-berat amat, kok. Begini ulasannya,

Hal ini juga sudah dikonfirmasi oleh akun resmi BPPTKG bahwa hawa panas/sumuk di Jogja tidak ada kaitannya dengan Gunung Merapi. Wong di Jogja aja tidak ada kaitannya, kok bisa-bisanya yang jauh dari Jogja bisa mengatakan sumuknya karena Merapi? Hadeh. Selanjutnya, akun BPPTKG juga menghimbau untuk memantau iklim atau cuaca. Jadi, silakan mengikuti kabar dari BMKG.

Begitu ya, panik itu sebenernya wajar, tapi “kurang cerdas”nya jangan diliatin secara gamblang. Kalau udah tau kenyataannya, kan, nanti jadi malu sendiri. Atau karena memang lagi kurang perhatian aja makanya cari sensasi lewat otak-atik gathuk tadi?

Ayo, sebarkan kabar ini ke tempat persekutuanmu! Terutama di grup-grup keluarga. Di sanalah kerap kali tempat asal muasal partikel penyesatan terbangun. Juga alangkah lebih baiknya kita telusuri terlebih dahulu sebelum membuat cuitan yang mengundang opini publik menjadi tak terkendali. Jangan sampai kepanikan kita tertular ke orang lain dan membuat suasana semakin tidak kondusif. Semoga Merapi tetap Mandali!

BACA JUGA 6 Cara Mengetahui Arah Mata Angin di Jogja bagi Orang Buta Arah dan tulisan Fernando Galang Rahmadana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version