Rasanya bukan hal yang tabu dan aneh lagi jika orang-orang dari suku Madura memberi julukan, bahkan mengganti nama seseorang dengan panggilan yang melenceng, dan tak jarang sampai offside pula. Berbicara tentang kelucuan dan kearifan lokal orang Madura rasanya memang unlimited. Saya sendiri sebagai orang Madura kadang geli dan agaknya sedikit malu mengakui kearifan yang memang terjadi dan mendarah daging di tanah Madura itu, Gaes.
Bagaimana tidak, kadang nama yang sudah keren, bagus pelafalannya dalam bahasa Indonesia, bahkan diambil dari bahasa Arab dan Al-Qur’an bisa kacau dan jadi aneh ketika yang mengucapkannya adalah orang Madura. Apalagi ketika ditambah dengan dialek dan logat kemaduraan yang sangat khas sekali dan susah dihilangkan itu.
Saya rasa beberapa pembaca pernah mendengar lagu ”Oreng Madhureh” yang pernah diboomingkan oleh Ustaz Al-Abror beberapa tahun silam. Lagu itu sempat menjadi trending topic di beberapa bagian negara serikat Madura, Cung, baik itu di negara bagian Madura negeri ataupun swasta. Lagu itu sedikit banyak sudah menceritakan bagaimana orang Madura mengubah nama seseorang dan sesuatu seenak lidahnya.
Kalau kalian belum tahu, coba deh cari lagu itu di YouTube. Saya sendiri masih saja dibuat tertawa meskipun lagu itu sudah sering saya dengar dan diputar sejak beberapa tahun lalu. Dan saya rasa, kalian yang mendengarkan bakal tertawa atau malah biasa saja lantaran nggak paham dengan bahasanya, terutama yang bukan berasal dari Madura.
Nama sebagus apa pun kalau sudah sampai ke lidah orang dari suku Madura, bakal beda pelafalannya. Misalnya saja nama Abdul Shomad yang di lidah orang Madura berubah menjadi “Samad”, nama Abdur Rohim jadi “Dur Rahem”, ada juga lafaz “Masya Allah” yang berubah jadi “Masa Alla”. Di beberapa daerah, bahkan ada juga yang mengganti sebutan lafaz “Astaghfirullah” menjadi “Pora’alla”. Banyak sekali nama-nama umum yang pelafalannya berubah seperti Abdullah jadi “Dulla”, Ghanim jadi “Ghenim”, atau juga seperti nama Abdul Qohar yang berubah jadi “Kaher”, dan Ahmad Syafi’i dipanggil “Pi’i”.
Saya sendiri sering jadi korban salah pelafalan juga oleh kerabat yan sudah sepuh. Akhiran nama lengkap saya berubah pelafalan dari Jabbar menjadi “Jebber” (baca: kata “e” dalam pelafalan “elang”). Salbut (salbut = kacau) memang kalau berbicara dengan orang Madura. Saya sendiri sering bingung kenapa orang Madura memiliki berbagai cara untuk menciptakan kearifannya sendiri. Beda dari yang lain, begitu kira-kira, Gaes.
Ternyata nggak semua bahasa Madura itu punya istilah dan arti yang pas dalam bahasa Indonesia loh, Cung. Contohnya nih di lagu “Oreng Madhureh” tadi ada lirik yang mengatakan bahwa orang Madura itu “lakar keng gheoghe”, jika diistilahkan dalam bahasa Indonesia bisa multitafsir yang berarti orang Madura bisa jadi “memang orang yang berubah-ubah/mengubah-ubah” atau bisa juga diartikan menjadi “memang orang yang seenaknya sendiri”.
Hal yang tak kalah menarik, bicara masalah logat dan cara pelafalan orang Madura, saya jadi kepikiran dengan salah satu brand minuman bersoda Coca-Cola, yang seharusnya dibaca “koka-kola”, berubah pelafalannya ketika diucapkan para orang-orang tua menjadi “Cocca-Colla.” Yasalaaam…
Ternyata eh ternyata, semakin ke sini makin konyol bin arif pula di Madura itu. Sebanyak 80% orang-orang yang pernah saya temui, baik kerabat maupun survei lepas, saya menarik kesimpulan kalau orang Madura nggak bisa bilang “f” saat memanggil nama seseorang, dan menggantinya dengan “p”. Entah karena kesusahan mengucapkannya atau memang enaknya di lidah begitu, ya. Misalnya, nama Yusuf nih, sejak SD sampai sekarang saya mendengar orang Madura kalau memanggil nama itu berubah jadi “Yosop atau Yusup”. Sama halnya dengan memanggil nama Syafi’i pasti offside-nya jadi “Pi’i” dan Rifa’i jadi “Ripa’i”. Kayak nenek saya kalau panggil tetangga yang namanya Ripa’i. Hehehe…
Herannya, orang Madura hanya keberatan saat memanggil nama saja, selain dari itu mereka bisa dan bahkan fasih banget melafalkan “f”, sampai-sampai kalau sedang menulis sering terbalik antara f dan v. Harusnya “falsafah” eh jadi “valsavah”. Salbut tretan yasalaaam…
Banyak lagi kearifan lokal dari suku Madura yang sebenarnya bisa dibagikan sekadar menghibur kalian yang mungkin kepo atau lagi gabut. Setidaknya, hal-hal yang saya utarakan ini bisa menambah wawasan kalian tentang Madura dan kearifan lokalnya. Mungkin kalian tertarik untuk datang dan membuktikannya, atau sekadar mampir? Silakan, Suramadu terbuka 24 jam gratis tanpa bayar tol~
Sumber Gambar: travel.detik.com
BACA JUGA Madura dan Pernak-perniknya yang Orang Sering Salah Sangka.