Katanya Solo Kota Nyaman Bersepeda, Nyatanya Bersepeda di Sini Horor Juga

Katanya Solo Kota Nyaman Bersepeda, Nyatanya Bersepeda di Sini Horor Juga

Katanya Solo Kota Nyaman Bersepeda, Nyatanya Bersepeda di Sini Horor Juga (Unsplash.com)

Beberapa tahun lalu, Kota Solo pernah masuk dalam daftar 10 besar kota paling nyaman untuk bersepeda. Hal ini sempat diungkapkan Pemkot Surakarta melalui website resmi mereka di sini. Bahkan, Solo juga dinyatakan memiliki jalur sepeda terpanjang di Indonesia, yakni sepanjang 25 kilometer. Jalur sepeda yang disediakan itu berada di Jalan Slamet Riyadi yang terbentang dari perempatan Purwosari hingga Gladak. Di ruas jalan tersebut terbentang jalur lambat yang cukup aman untuk bersepeda.

Sebenarnya selain Jalan Slamet Riyadi, di Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Kolonel Sutarto, hingga Jalan Ir. Sutami juga terdapat jalur lambat yang bisa dimanfaatkan untuk bersepeda. Lalu ada juga jalur lambat untuk bersepeda di Jalan Adi Sucipto mulai dari Tugu Makutha hingga Tugu Wisnu di kawasan Manahan. Sayangnya, meski tersedia banyak jalur sepeda, menurut saya, Solo belum bisa dikatakan sebagai kota ramah sepeda, terutama bagi pesepeda yang sendirian. Sebab, saya justru merasakan hal-hal berikut ini saat bersepeda sendirian.

Tidak ada lampu penyeberangan khusus pejalan kaki atau pesepeda

Lantaran nggak ada lampu penyeberangan khusus untuk pejalan kaki atau pesepeda, saya terpaksa menyeberang jalan bareng dengan pengendara motor dan mobil lainnya. Saya merasa terjadi marginalisasi terhadap pesepeda di jalanan.

Saat menyeberang bareng kendaraan bermotor lainnya, sebagai pesepeda saya tentu kesulitan. Sebab, lampu hijau yang menyala sekian detik tentu membuat kendaraan bermotor lain saling terobos untuk jalan duluan. Apalagi kalau menemui lampu merah yang durasinya lumayan lama, saat lampu hijau menyala, sudah pasti kendaraan bermotor lainnya berpacu cepat untuk lewat. Tentu saja ini membahayakan pejalan kaki dan pesepeda yang juga hendak menyeberang jalan.

Banyak pengendara yang nggak sabaran

Sepertinya pengguna kendaraan bermotor di Solo bisa mendapatkan penghargaan nggak sabaran di jalanan. Sebab, pengguna kendaraan bermotor biasanya enggan memberikan ruang kecil kosong saat sedang berhenti menunggu lampu merah.

Kebetulan saya pernah pulang bersepeda berbarengan dengan orang-orang berangkat kerja dan anak sekolah yang hendak berangkat ke sekolah naik sepeda. Anak-anak sekolah yang menggunakan sepeda saja kurang mendapat simpati dari pengendara kendaraan bermotor. Para pengendara seolah enggan memberikan ruang bagi anak-anak sekolah ini untuk menyeberang jalan dengan mudah. Maka nggak heran kalau anak sekolah harus menunggu cukup lama untuk bisa menyeberang jalan dengan sepeda mereka.

Jalur sepeda malah digunakan untuk berjualan atau parkir

Pesepeda disarankan menggunakan jalur lambat atau jalur khusus sepeda di jalanan. Namun realitasnya, jalur lambat ini digunakan untuk berjualan, parkir, maupun pesepeda motor yang nggak sabaran.

Saya pernah melewati jalur lambat di dekat Stadion Manahan, di sana malah ada beberapa motor dan mobil yang parkir. Jalur sepeda ini seharusnya juga masih bagus dan bisa digunakan, tapi sayang malah sudah berlubang dan bisa membahayakan pesepeda yang lewat di sana.

Saat bersepeda sendirian di jalan raya, saya merasa Kota Solo kurang tepat jika dinobatkan sebagai kota nyaman bersepeda. Kalau dinobatkan kota nyaman bersepeda di CFD sih tentu benar. Wqwqwq. Kalau Solo yang dinobatkan sebagai kota nyaman bersepeda saja seperti ini, apa kabar kota lainnya?

Semoga setelah ini pengendara kendaraan bermotor lainnya mau menghargai pengguna jalan lain, termasuk pejalan kaki dan pesepeda. Jangan salahkan anak-anak zaman sekarang yang enggan berangkat sekolah naik sepeda kalau fasilitas untuk pesepeda di jalanan masih belum bisa digunakan secara tepat.

Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sepeda dan Bike to Work Tidak Akan Pernah Menjadi Gaya Hidup di Indonesia.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version