Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Kasus Kekerasan Seksual KPI Adalah Contoh Sahih betapa Jauhnya Kita dari Keadilan

Dimas Purna Adi Siswa oleh Dimas Purna Adi Siswa
3 September 2021
A A
kekerasan seksual KPI pelecehan seksual penegakan hukum lemah toxic masculinity mojok

kekerasan seksual KPI pelecehan seksual penegakan hukum lemah toxic masculinity mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Jagat sosial media merupakan salah satu senjata ampuh bagi beberapa pihak, salah satunya korban atau penyintas kekerasan seksual. Bukan lagi hanya sekedar alat untuk bercengkrama atau hiburan semata. Sosial media menjelma sebagai sistem yang bisa memberikan secercah harapan bagi korban kekerasan seksual.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di KPI sejak 2012 dan baru kemarin lalu terkuak menjadi sekian contoh betapa bobroknya sistem negara kita sehingga sosial media menjadi pilihan yang paling rasional. Apabila kamu belum membaca cerita sang penyintas secara lengkap atau hanya baru mendengar saja. Saya sarankan segeralah membaca kasus tersebut.

Setidaknya yang saya tangkap, penyintas sudah mencoba mengadukan kasusnya sebanyak empat kali dari ke Komnas HAM, atasannya sendiri, hingga ke Polisi. Jangan berpikiran bahwa sang korban tidak melaporkan kasusnya ke polisi, bahkan hingga dua kali. Apakah penyintas mendapatkan keadilan yang ia inginkan? Tidak juga.

Ketika melaporkan kasusnya ke Komnas HAM, lembaga tersebut pun sudah melabeli kasus tersebut merupakan suatu tindak pidana. Namun, mau dilabeli apa pun oleh Komnas HAM, lembaga yang selalu terdepan dalam membela hak asasi manusia tadi tidak bisa berbuat banyak apalagi hingga menangkap para pelaku bejat. Mencoba peruntungan dengan melaporkan kasusnya pertama kali ke polisi pada 2019, alih-alih mendapat tanggapan positif seperti akan di-BAP atau langsung dicari sang pelaku. Penyintas justru diminta untuk mengadukan kasusnya ke atasannya langsung. Sejak kapan urusan kejahatan menjadi ranah internal institusi? Sejak kapan urusan kejahatan hanya dianggap urusan remeh temeh gesekan antarkaryawan atau maladministrasi yang bisa selesai dengan diadukan ke atasan?

Melaporkan kasusnya ke atasannya langsung pun tidak membuahkan keadilan yang berpihak pada korban. Bukannya langsung menindak para pelaku misalkan dengan mengadakan sidang etik atau tindakan pemecatan. Bahkan, seharusnya sebagai pejabat yang paling bermoral tingkat dewa yang selalu melabeli konten pertelevisian dengan komentarnya “tidak bermoral atau tidak bernorma atau tidak layak”. Seyogyanya beliau langsung melindungi, mengadvokasi, bahkan mendampingi korban yang juga karyawannya sendiri untuk melaporkan kasusnya ke polisi. Berbalik dari solusi yang ideal, justru solusi jitu dari atasan tadi hanyalah memindahkan korban ke divisi yang lain. Hadeuh~

Tidak berhenti hanya melaporkan satu kali ke polisi, penyintas kembali melaporkan kasusnya lagi. Saya pikir mas penyintas satu ini betul-betul orang yang kuat sekali, bahkan hanya sekedar bercerita saja sudah hal yang berat. Ini sudah sampai melaporkan ke Polisi hingga dua kali laporan pula. Tapi, kalau tidak aneh bin unik, bukanlah pejabat kita. Bukannya dianggap serius malah cuma mau telepon para pelakunya saja. Kalau mau ditangkep sih mending ya, tapi kalau hanya sekedar marahin kecil layaknya orangtua memarahi anak tetangga yang nakal ke anaknya, untuk apa bos?

Saya rasa Pak Polisi yang menerima laporan korban tahu betul bahwa kasus tersebut merupakan kejahatan atau tindak pidana kekerasan seksual. Masa masuk kasus penculikan anak atau malah masuk kasus pencurian ternak? Lucu. Lagian daripada susah-susah nggrebek kos-kosan atau kamar hotel buat nyari pasangan yang katanya mesum, mendingan kasus korban kekerasan seksual tadi diproses. Lebih jelas deliknya.

Di balik ribet nan susahnya memproses kasus sang korban, saya rasa ada satu hal yang masih terpatri oleh banyak orang termasuk Pak Polisi dan Atasan korban tadi. Masih adanya stigma bahwa korban kekerasan seksual hanyalah seorang perempuan. Realitasnya, laki-laki pun bisa mengalaminya, itulah yang dialami sang korban kali ini.

Baca Juga:

Balada Perempuan Penghuni Jogja Selatan, Gerak Dikit Kena Catcalling Orang Aneh, Ketenangan Itu Hanya Hoaks!

Kekerasan di Pondok Pesantren Ditutupi Lagi, Sudah Saatnya Feodalisme di Pesantren Dibasmi, Sudah Saatnya Santri Kritis!

Stigma tadi menjadi momok yang sangat menakutkan bagi saya melihat penanganan kasus kekerasan seksual. Belum selesai kekhawatiran atas lemahnya regulasi dan malasnya penegak hukum mengurus kasus kekerasan seksual. Korban kekerasan seksual terutama laki-laki harus berhadapan dengan stigma tersebut. Seakan-akan laki-laki tidak bisa mengalami pelecehan.

Saya pikir masyarakat kita terlalu banyak mengonsumsi toxic masculinity sejak dini, sehingga lelaki menangis atau sakit hatinya dianggap sebagai hal yang kurang jantan. Apalagi jadi korban pelecehan? Bagi kalian yang masih beranggapan seperti ini, tolong bertaubatlah. Kita tidak tahu apa yang menimpa kita esok hari, lebih baik perbaiki diri dan persiapkan diri menghadapi bobroknya negeri ini.

Setelah memahami perjalanan dari penyintas kasus kekerasan seksual di KPI, saya semakin yakin bahwa mau sebagus apa pun regulasi ataupun peraturan mengenai kekerasan seksual, atau bahkan jika RUU PKS disahkan besok juga, saya rasa hanya menambah harapan dan ekspektasi panjang warganya yang akan kembali dihantam dengan realitas sistem yang ada.

Sebab, apabila para penegak hukum masih saja memiliki stigma yang buruk seperti tadi, maka tidak akan pernah tercapai keadilan yang dicita-citakan. Sekadar menerima laporan dari korban kekerasan seksual, lalu diproses secara serius dan tidak menghakimi pun saya rasa masih menjadi mimpi yang semu.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 2 September 2021 oleh

Tags: Kekerasan SeksualkpiPelecehan Seksualpenegakan hukumtoxic masculinity
Dimas Purna Adi Siswa

Dimas Purna Adi Siswa

Calon pengacara handal. Saat ini masih pengacara (re:penggangguran banyak acara) dulu.

ArtikelTerkait

Mystic Pop-up Bar pelecehan seksual drakor MOJOK

Pesan dari Serial Drakor “Mystic Pop-up Bar” untuk Pelaku dan Korban Pelecehan Seksual

2 Juli 2020
solidaritas perempuan-perempuan marginal

Solidaritas untuk Perempuan-Perempuan Marjinal

21 Oktober 2019
RUU PKS DPR MOJOK.CO

RUU PKS vs Hantu Voyeurisme, Kepuasan Seksual dengan Mengintip Orang Tanpa Busana

22 Juli 2020

4 Pembelajaran dari Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Gofar Hilman

10 Juni 2021
PT KAI Blacklist Pelaku Pelecehan Seksual. (Unsplash.com)

PT KAI Blacklist Pelaku Pelecehan Seksual, BUMN Lain Wajib Terinspirasi!

5 Juli 2022
saipul jamil KPI televisi sampah mojok

Saipul Jamil, KPI, dan Momen yang Tepat untuk Meninggalkan Televisi

5 September 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.