Sekali lagi, motor saya harus kembali bersabar dan ngelus piston ketika mendengar pertalite mau dihapuskan. Sebelumnya sudah berkali-kali ngelus piston juga sih, setelah premium mulai jarang tersedia di SPBU.
Saya sendiri agak bingung setengah stres dengan keputusan pemerintah ini, meski masih hal ini masih rumor. Rumornya, pertalite akan dihapus menyusul bahan bakar jenis premium yang sudah lebih dulu diberangus dari pasaran. Dan lamat-lamat, pemerintah memaksa menyarankan masyarakat untuk pindah memakai pertamax yang katanya lebih baik bagi mesin. Tapi, tidak begitu baik di kantong yang punya kendaraan.
Meski rumor ini sudah ditampik oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di Istana Wakil Presiden RI pada Selasa (28/12/2021). Ia berujar, “Tidak ada kebijakan hari ini yang menghapuskan Pertalite. Pertalite masih ada di pasar, jadi silakan (dibeli).”
Eh tapi, jika beneran pertalite dihapuskan gimana?
Semisal pertalite beneran dihapus, berarti kita terpaksa beralih ke pertamax. Dan harganya jelas lebih mahal. Artinya, pengeluaran bulanan kita bertambah, padahal UMR tahun ini naiknya dikit banget. Malah sama aja nggak naik, sih. Stres? Sama.
“Eh tapi kan, Pertamax jauh lebih baik bagi kendaraan. Lebih bagus buat mesin, bisa bikin lebih awet!”
Kata siapa?
Sepanjang yang saya lihat pas bongkar-bongkar mesin, entah pakai pertalite atau pertamax, sama saja sih. Sama-sama meninggalkan warna hitam, berkerak pas dibongkar ruang bakarnya. Dan bagi saya sendiri, mau pertamax atau pertalite, efek ke mesinnya nggak begitu jauh, terkhusus untuk motor standar dari pabrik. Tetap sama-sama bisa jalan.
Memang kalau pakai pertamax bikin motor jadi nggak gampang rusak gitu? Atau bikin kerak di head mesin nggak ada? Ya, tetap saja ada dong. Apalagi jika setting-an di mesin ngaco, kerak hitam di head alias ruang bakar mesin bakal numpuk juga. Nah soal keawetan mesin, itu balik lagi soal ganti oli. Rutin ganti oli bikin mesin lebih awet, fakta yang saya tahu sih gitu. Jadi bukan masalah mau pakai pertamax atau pertalite. Lagian, RON Pertamax itu 92, sementara RON Pertalite 90, nggak begitu beda jauh.
Beda cerita kalau mesin motor sudah dioprek dan kompresinya jadi naik, nah itu baru dan wajib hukumnya pakai bahan bakar dengan RON tinggi, biar mesinnya nggak jebol, overheat. Tapi, kalau mesin standar ting-ting dipaksain pakai RON tinggi kayak pertamax atau pertamax turbo jatuhnya cuman pemborosan. Lha wong pertalite yang lebih murah saja sudah lebih dari cukup kok.
Jadi, buat Pemerintah, semisal beneran mau ngehapus pertalite,lain kali kalau membuat keputusan, mbok ya lihat situasi kondisi gitu lho. Meminta masyarakat pakai pertamax sih nggak apa-apa, tapi lihat situasi juga.
Tahun ini UMR nggak naik, sedangkan kondisi ekonomi belum terlihat membaik secara signifikan setelah dua tahun kita dihajar pandemi. Pun, Omicron masih mengintai di luar sana, yang artinya, ada potensi kita harus bertempur lagi melawan coronavirus.
Kalau duitnya yang buat beli pertamax aja nggak ada, sama aja kan?
Lagipula, efek pertamax ke kendaraan ya nggak beda jauh sama pertalite. Bener lebih bagus, tapi nggak sebesar yang dipikirkan. Jatuhnya sama aja. Lha wong mayoritas kendaraan di Indonesia adalah kendaraan bermesin standar dengan tenaga yang nggak besar, kewajiban pertamax jadi terkesan memaksakan.
Kalau bawa-bawa isu lingkungan, itu lebih aneh lagi sih. Kalau beneran pemerintah peduli isu lingkungan, kok gampang kali ngasih izin buat membuka lahan?
Sebagai penutup, saya minta pemerintah berpikir lagi kalau beneran mau ngehapus pertalite. Kalau mudharatnya jauh lebih banyak, sebaiknya jangan. Pikirin rakyat lah, sekali-kali.
Oh iya, di judul saya tulis kalau kasihan motor saya kalau pertalite beneran dihapus, emang iya? Nggak juga sih. Sebenernya, yang kasihan itu saya.
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya