Kantong Plastik Berbayar, Bukti Alfamart Masih Setengah-setengah Melindungi Lingkungan

Kantong Plastik Berbayar, Bukti Alfamart Masih Setengah-setengah Melindungi Lingkungan

Kantong Plastik Berbayar, Bukti Alfamart Masih Setengah-setengah Melindungi Lingkungan (Pixabay.com)

Saya baru sadar, setelah beberapa tahun diterapkan, kantong plastik Alfamart ternyata tak lagi gratis. Apa mungkin karena saya kurang update atau memang ingatan saya yang lemah, rasanya setiap berbelanja di Alfa, kasir nggak pernah memberi tahu bahwa plastik belanjaan yang mereka berikan ternyata “dijual”.

Saya memang salah. Pertama, ketika belanja di Alfa, saya tak pernah mengecek struk belanjaan. Begitu keluar, biasanya saya langsung membuangnya ke tempat sampah yang tersedia beberapa meter di depan pintu sehingga tak pernah ngeh bahwa kantong plastiknya juga saya beli. Kedua, saya selalu mengiyakan ketika kasir bertanya mau pakai plastik atau tidak. Padahal, yo, belanjaan saya tak banyak, bisa dikantongin di saku, jok motor, dan sebagainya.

Tapi, saya ingat betul bagaimana kasir menanyakan konsumen, tidak ada dibilang kantong plastiknya berbayar. Mereka hanya menanyakan, “Apakah bawa kantong belanjaan sendiri?” atau “mau pakai plastik atau nggak usah?”. Dua minggu lalu saya baru sadar, saat kasir yang menghitung belanjaan menanyakan mau pakai plastik atau tidak. Lalu ketika saya menganggukkan kepala, si kasir bilang bahwa plastiknya Rp200 atau Rp300 kalo tidak salah. Lha sejak kapan berbayar?

Alfamart peduli lingkungan atau cuma cari cuan, sih?

Setelah kejadian itu, saya langsung cari di Google, sejak kapan Alfamart tidak lagi menggratiskan kantong plastik. Dan ternyata benar, memang sudah sekitar empat tahun yang lalu, 2019. Tapi, kenapa saya tidak tahu. Apa cuma saya yang ngerasa atau sebagian orang-orang juga begitu?

Pasalnya, dalam ingatan saya cuma tergambar bahwa dulu Alfamart pernah mengkampanyekan kantong ramah lingkungan yang terbuat dari kertas, kantong belanjaan permanen yang bisa digunakan berkali-kali, hingga inovasi plastik yang cepat melebur dengan tanah.

Kampanye itu tidak cukup berhasil, untuk tidak mengatakan gagal. Pasalnya orang-orang semacam saya mungkin malas untuk bawa kantong belanjaan dari rumah. Apalagi semisal sedang di tengah perjalanan dan tak ada niat untuk belanja di Alfamart, namun karena hal darurat semisal kehabisan rokok, mau tak mau saya harus melipir ke minimarket.

Meskipun toh saya cuma beli sebungkus rokok dan sebotol minuman, tentu saya mengiyakan untuk diplastikin ketika kasir menanyakan. Ini sudah menjadi budaya bahwa belanjaan, baik sedikit maupun banyak, harus dikantongi dalam plastik. Mungkin karena malu atau gengsi atau apalah itu. Atau bisa jadi karena ingin gaya-gayaan, biar semua orang tahu kita baru belanja di Alfamart, dengan bukti plastik yang berlogo Alfamart.

Dan Alfamart ingin menghapus stigma itu. Peduli lingkungan menjadi headline kampanye Alfamart dengan cara tidak lagi menggratiskan kantong plastik. Tujuannya mungkin agar konsumen berpikir dua kali untuk memakai plastik atau tidak. Jika mau pakai, ya, harus nambah biaya sebesar Rp200.

Tapi, apakah memang benar itu untuk meminimalisir penggunaan plastik? Ataukah hanya alibi dari pihak Alfamart untuk menambah cuan di balik kampanye peduli lingkungan? Jawabannya tentu melihat fakta yang ada. Orang-orang masih tetap pakai plastik, alih-alih pakai tas belanja sendiri. Kesadaran lingkungan masih jauh dari kata berhasil. Meskipun banyak orang yang bilang ini hanya politik dagang Alfamart, namun saya ingin husnuzan saja bahwa mereka memang murni ingin melindungi bumi dari sampah plastik.

Nggak usah dikasih opsi kantong plastik sekalian, total!

Hemat saya, Alfamart punya dua kesalahan di sini. Pertama, informasi bahwa plastik itu juga berbayar pas setelah menanyakan konsumen mau memakainya atau tidak. Bagi saya sendiri ketika mengiyakan untuk pakai plastik, lalu si kasir memberitahu bahwa plastiknya berbayar, ya ndak bakal saya cancel toh. Jika digagalkan, alasan saya bukan lagi karena peduli lingkungan, melainkan karena uang Rp200 itu.

Alasan yang kedua lebih terkesan sangat kentara dibandingkan yang pertama. Sebab, jika memang peduli lingkungan harusnya saya tidak mau pakai plastik sejak kasir menanyakannya. Haduh-haduh sistem macam apa ini? Seharusnya, kasir memberi informasi itu lebih dahulu sebelum menanyakan kepada konsumen mau memakainya atau tidak. Meskipun nanti si konsumen menolak pakai plastik karena berbayar, ya, minimal bisa benar-benar mengurangi penggunaan kantong plastik itu sendiri. Nanti, lama-lama juga sadar sendiri. Ya, kan?

Kesalahan kedua, Alfamart tidak berkomitmen untuk tidak menyediakan kantong plastik sama sekali. Ini mungkin agak terlalu anti-mainstream sekaligus ekstrem, tapi solusi ini yang tepat menurut saya. Jika masyarakat masih enggan meninggalkan ketergantungan kepada kantong plastik, Alfamart lah yang berada di garda terdepan untuk menghapus stigma itu dengan tidak menyediakan kantong plastik lagi. Dengan itu, masyarakat akan dipaksa untuk membudayakan bawa tas belanja sendiri dan pada akhirnya akan mengurangi sampah-sampah plastik.

Namun, ini semua kembali kepada kesadaran masing-masing terhadap lingkungan. Baik Alfamart, atau toko-toko lain—dari yang besar hingga yang kecil, bahkan kita sendiri masih setengah-setengah merawat lingkungan dari sampah. Kita mungkin berpikir bahwa untuk saat ini toh tak ada dampak yang cukup buruk. Namun, kita lupa bahwa di masa depan dampak itu akan terjadi kepada anak-cucu kita. Camkan itu!

Penulis: Abd. Muhaimin
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Panduan Menjadi Kasir Indomaret dan Alfamart, Pekerjaan yang Butuh Kekuatan Mental

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version