Bantuan Biaya Hidup (BBH) Kampus Mengajar Malah Bikin Saya Semakin Ogah Jadi Guru, Sebab Baru Mencoba Aja Udah Kena Tipu

Kampus Mengajar Calon Guru Merasa Tertipu dan Menderita (Unsplash)

Kampus Mengajar Calon Guru Merasa Tertipu dan Menderita (Unsplash)

Kampus Mengajar (KM) adalah salah satu program unggulan Kampus Merdeka yang sudah berjalan sejak 2021. Program ini memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk menghabiskan satu semesternya di luar kampus dengan menjadi mitra guru. 

Harapannya, mereka bisa meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa di sekolah-sekolah. Nah, dengan mengikuti program ini, mahasiswa akan mendapatkan Bantuan Biaya Hidup (BBH). Bahkan pemerintah juga membantu UKT mahasiswa yang bersangkutan. Rinciannya, Rp4,8 juta selama 4 bulan, lalu bantuan UKT-nya Rp2,4 juta. Makanya, cukup banyak mahasiswa yang mengikuti seleksi program Kampus Mengajar.

Tapi, saya rasa, angkatan ke-7 saat ini bisa dibilang angkatan paling tak beruntung sejak diadakan pada 2021. Sebagai salah satu mahasiswa Kampus Mengajar angkatan 7, saya sangat merasakannya. 

Bahkan angkatan-angkatan saya sebelumnya juga mengakui ini. Katanya, angkatan sebelumnya mungkin hanya ramai masalah pencairan BBH yang tidak tepat waktu, atau masalah administrasi yang cukup rumit. Nah angkatan sekarang lebih dari itu. Bahkan malah bikin pesertanya semakin ogah jadi guru. Saya pun merasakannya, bisa dibilang mahasiswa Kampus Mengajar saat ini dianaktirikan oleh program kampus merdeka.

Baca halaman selanjutnya: BBH terzalimi, ekspektasi tinggi, bikin calon guru malas dan sengsara.

Gaji (BBH) Kampus Mengajar mulai terzalimi

Rencana awal, BBH mahasiswa Kampus Mengajar sama dengan angkatan sebelumnya, bedanya hanya UKT dan BBH tidak dipisah. Helpdesk Kampus Mengajar juga menjelaskan bahwa karena tidak ada bantuan UKT maka BBH yang akan diberikan pada mahasiswa adalah sebesar Rp1,8 juta per bulan. Artinya, di sini tidak ada yang berubah.

Nah, mendekati masa-masa pencairan, tiba-tiba ada email dari Layanan Kampus Merdeka pada 18 April yang membuat saya tercengang, dan semua peserta KM saya yakin juga tercengang. Sebab dari 4 poin yang disampaikan, 3 poin pertama terbaca sangat tidak nyaman. Bahkan panitia terkesan seperti orang yang lagi mau ngutang.

Pertama, program Kampus Mengajar menurunkan total BBH yang akan diberikan kepada mahasiswa menjadi Rp6 juta, yakni Rp1,5 juta per bulan. Artinya, ada potongan Rp300 ribu. Tapi, coba kalau dikalikan 4 bulan, totalnya Rp1,2 juta gaes. Lalu dikali 32 ribu peserta, jadi Rp38 miliar. Ini anggaran yang tidak sedikit. Pertanyaannya, masuk kantong mana itu anggaran?

Selanjutnya, poin kedua menjelaskan bahwa pencairan termin satu untuk dua bulan pertama maksimal hanya akan dicairkan Rp2,4 juta. Gila nggak tuh! Padahal jelas-jelas harusnya kan dicairkan Rp3 juta untuk 2 bulan. Ke mana uangnya? 

Nah, poin 3 menjelaskan bahwa pencairan Rp600 ribunya akan diinformasikan lebih lanjut. Hadeh. Sudah 300 ribunya dipotong, 600 ribunya dipinjem lagi. Heran nggak, sih, kalian?

Padahal proker hasil iuran, iya kalau nggak ngutang

Sebenarnya, mahasiswa Kampus Mengajar tidak keberatan dengan nominal BBH Rp1,5 juta. Namun, sebelumnya, informasinya menyatakan bahwa masing-masing mahasiswa sudah dianggarkan Rp1,8 juta per bulan. Tetapi, tiba-tiba malah dipotong saat mendekati masa-masa pencairan. Belum lagi BBH yang dicairkan juga tidak keseluruhan, yakni masih diutang 600 ribu.

Padahal, berdasarkan keluh kesah para mahasiswa Kampus Mengajar, mereka banyak yang harus iuran terlebih dahulu untuk melaksanakan program. Bahkan ada yang sampai harus utang. Nah, tentu anggaran program yang mereka keluarkan juga sudah disesuaikan dengan janji BBH yang akan diberikan oleh pihak Kampus Mengajar. Kalau sudah dipotong seperti ini, siapa yang akan menanggung beban pendanaan mereka?

Selain itu, bukan hanya anggaran program saja yang cukup menghabiskan dana. Beberapa dari peserta juga banyak mengeluhkan biaya transportasi setiap harinya. Karena tak sedikit pula mahasiswa yang mendapatkan penempatan cukup jauh dari domisili mereka.

Apresiasi sulit, tuntutannya selangit

Menurut saya, apresiasi yang diberikan pihak Kampus Mengajar pada mahasiswa kurang sepadan. Selain yang telah saya sebutkan, bentuk transparansi dari pihak juga kurang, Misalnya, kenapa anggaranya tiba-tiba dipotong? Kapan tanggal pasti pencairannya? Apa alasan nominal 600 ribu yang masih diutang oleh pihak kampus mengajar? Saya sebagai mahasiswa Kampus Mengajar belum mendengar klarifikasi dari panitia.

Tapi, terlepas dari apresiasi mereka yang sulit, mereka tak sungkan menuntut program-program selangit kepada para mahasiswa Kampus Mengajar. Misalnya kewajiban melaksanakan Literacy Camp atau kemah literasi serentak saat Hari Pendidikan. Dikira bikin program kaya gini nggak ngeluarin dana apa? Oke, pelaksanaannya bisa tanpa kemah, tapi ya tetap saja butuh duit, pak/bu!

Belum juga beneran jadi guru, udah ketipu

Dari berbagai hiruk-pikuk Kampus Mengajar angkatan 7 saat ini, muncul berbagai bentuk kekecewaan kami. Ada yang bilang transportasinya sekarang jalan kaki saja, lalu ada yang ngebuang seragam gara-gara BBH turun, sampai ada juga yang bilang berantakin lagi aja perpustakaan yang udah diberesin. Bahkan sampai ada yg reflek kena tipes setelah baca email dari panitia. Bisa dibilang ini merupakan akibat dari ketidakprofesionalan program Kampus Mengajar angkatan ke-7 ini.

Saya pribadi juga sama kesalnya. Siapa yang tak kecewa jika sudah mati-matian berkorban, tapi malah tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan. Setelah terkena prank total BBH serta rencana pemotongan pencairannya, saya menjadi kurang semangat untuk melaksanakan program ini. Bahkan, cita-cita saya yang awalnya pengen jadi guru, sekarang sudah berlalu, sebab sudah kena tipu.

Belum juga jadi guru beneran, ini sudah dispill sama program yang nggak karuan. Saya berpikir, berarti hiruk-pikuk yang sering saya dengar bahwa guru di Indonesia kurang dihargai memang benar. Yah, bagaimana Indonesia literasinya mau meningkat, anggaran program peningkatannya saja nggak jelas, malah seenaknya dipangkas. Wes, literasi beneran kandas!

Penulis: Abdi Tresana

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 3 Hal yang Bikin Saya Merasa Ngenes Saat Ikut Program Kampus Mengajar

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version