Kalau Pengin Lebih Laris, Nussa-Rara Harus Belajar dari Animasi Omar dan Hana

Kalau Pengin Lebih Laris, Nussa-Rara Harus Belajar dari Animasi Omar dan Hana Pengalaman Saya Menonton Sinetron Azab di Indosiar

Awalnya saya tidak peduli dengan serial animasi Nussa-Rara. Alasannya sederhana, karena saya bukanlah audiens dari mereka. Serial animasi ini ditujukan buat anak-anak, sementara saya adalah orang dewasa yang melajang, lantas untuk kepentingan apa saya menonton mereka?

Semua berubah ketika saya menemukan dan membaca tujuh artikel dari tujuh penulis yang berbeda, yang semuanya sama-sama membahas Nussa-Rara. Bahkan Terminal Mojok sudah menayangkan tiga artikel terkait animasi ini. Saat saya baca artikel-artikel tersebut, isinya cukup beragam, ada yang mengkritik, ada yang membela, dan ada yang menengahkan.

Tujuh artikel terkait Nussa-Rara terbit dapat diartikan, ada tujuh orang dewasa yang secara sadar meluangkan waktunya beberapa menit, untuk sengaja menyusun argumen dan menuliskannya dalam rangkaian ratusan kata. Dengan banyaknya artikel serius terkait animasi ini, hal ini menandakan ada yang menarik dari serial animasi tersebut. Maka saya pun memutuskan untuk menontonnya.

Lebih dari satu jam saya menonton Nussa-Rara, dan saya harus setuju terkait dengan beberapa kritikan yang didapatkan oleh Nussa-Rara. Saya merasa animasi ini memang kurang merepresentasi dari kalangan umat lain. Nussa-Rara juga saya lihat terlalu bersikap dewasa untuk ukuran anak-anak.

Sayangnya, dari kritikan-kritikan yang masuk kebanyakan membandingkannya dengan Upin-Ipin. Walau sama-sama serial animasi anak-anak, tapi saya merasa membandingkan Nussa-Rara dan Upin-Ipin tidaklah apple to apple. Apalagi membandingkannya dengan serial animasi Adit & Sopo Jarwo, Keluarga Somat, atau bahkan Entong. Sekalian saja kalian bandingkan dengan Jimmy Neutron.

Saya menemukan satu serial animasi dari Malaysia. Serial tersebut berjudul Omar & Hana. Selama satu jam lebih, saya memutuskan untuk menonton Omar & Hana. Baik Nussa-Rara maupun Omar & Hana memiliki kemiripan, keduanya sama-sama serial animasi dengan tujuan utama menyebarkan nilai Islam. Karakternya pun sama-sama adik dan kakak. Namun, serial Omar & Hana lebih berhasil dalam melakukan story telling. Dan saya merasa bahwa Nussa-Rara harus mencoba belajar dari Omar & Hana.

Pada episode Omar & Hana yang berjudul “Alalala Raju”, diceritakan bahwa ada bayi tetangga bernama Raju yang harus dititipkan kepada ibunya Omar & Hana. Karena Raju masih bayi tentu ibu dari Omar & Hana begitu memperhatikan Raju, hal ini membuat Hana sedih. Hana merasa bahwa dirinya tersaingi oleh kehadiran Raju. Tentu saja pada akhirnya Hana akan paham akan situasi yang terjadi dan akhirnya Hana ikut menyayangi Raju.

Lucu sekali bukan? Seperti anak-anak pada umumnya yang terkadang cemburu saat melihat ibunya ketika lebih memperhatikan anak orang lain. Selain itu Raju pada episode ini adalah bayi beretnis Tamil, yang tentu saja merepresentasikan salah satu etnis yang terdapat pada negara Malaysia. Hal ini sudah pasti mengajarkan toleransi tentunya.

Mari pindah ke episode Omar & Hana yang berjudul “Kesian Penyu”. Diceritakan Omar & Hana sekeluarga sedang berlibur ke pantai. Tidak disangka pantai yang dikunjungi mereka penuh akan sampah plastik. Tentu saja Omar & Hana sekeluarga memutuskan untuk bersih-bersih pantai. Bahkan secara tidak sengaja Omar & Hana menemukan penyu yang terjebak sampah plastik. Lantas, Omar & Hana sekeluarga menyelamatkan penyu tersebut.

Bukan hanya pesan moral keislaman saja yang disuguhkan dalam serial animasi Omar & Hana. Pesan untuk menjaga kebersihan lingkungan, mengurangi sampah plastik, dan menyayangi hewan pun mereka berikan.

Saya juga memperhatikan episode Omar & Hana yang berjudul “Macam Mana Ni?”. Pada episode ini diceritakan ibu dari Omar & Hana sedang pergi ke salon kecantikan untuk merawat diri bersama dengan kerabatnya. Pada episode ini sang bapaklah yang diceritakan menjaga Omar & Hana di rumah. Menariknya pada episode ini adalah, alih-alih menunggu sang ibu pulang, bapak dari Omar & Hana memutuskan melakukan tugas domestik di rumah, mulai dari menyapu, mengepel, memasak, dan cuci piring. Omar & Hana pun ikut membantu sang bapak. Coba kalian pikir, pada serial televisi animasi apa, yang bapaknya mengerjakan tugas-tugas rumah?

Pada episode ini setidaknya Omar & Hana sudah belajar tentang pembagian tugas domestik rumah tangga, siapa pun dia semua wajib berkontribusi. Tidak semuanya harus dikerjakan oleh sang ibu atau gender tertentu. Episode ini juga cocok untuk ditonton bapak-bapak, agar para bapak-bapak mau berkontribusi lebih dalam pembagian tugas domestik rumah tangga. Menarik, bukan?

Dari tiga episode di atas, dapat disimpulkan bahwa Omar & Hana bukan cuma serial yang mengandalkan simbol-simbol. Nilai moral yang disampaikan pun bisa lebih relevan di berbagai kalangan umat Islam, yang banyak itu. Selain itu, menurut saya cara berpakaian dari Omar & Hana lebih cocok dengan anak-anak dibandingkan Nussa-Rara.

Dengan nilai moral yang lebih fleksibel, saya beranggapan Omar & Hana selain bisa dinikmati keluarga konservatif moderat, juga bisa dinikmati oleh keluarga progresif, keluarga nasionalis, atau bahkan dinikmati keluarga centrist, atau apalah itu.

Untuk Nussa-Rara kalau memang ingin memperluas audiens-nya dan ingin menambah pundi-pundi penghasilan, maka sangat disarankan untuk belajar dari serial animasi Omar & Hana. Tapi kalau tidak mau juga tidak masalah, toh penontonnya juga sudah sangat banyak. Apalagi kabarnya, Nussa-Rara mau digarap ke layar perak.

Pada akhirnya, harus diakui membuat program tontonan anak tidaklah mudah. Kalau membuat program yang penuh pesan moral, maka kemungkinan akan dianggap terlalu menceramahi, kaku, membosankan. Kalau membuat program yang hanya berisi hiburan, maka siap-siap akan dianggap kartun nggak jelas, nggak mendidik, nirfaedah. Paling bener memang bikin kartun dewasa sekalian, macam Gintama.

BACA JUGA Alasan Serial Animasi Nussa Nggak Cocok untuk Tayangan Anak-anak di Televisi dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version