Kalau Jakarta Punya PSBB, Ayah Protektif Punya PABB: Pembatasan Asmara Berskala Besar

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu terminal mojok.co

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu terminal mojok.co

Jakarta baru kali ini mengalami Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), saya sudah sejak jauh-jauh hari. Lingkupnya memang kecil, hanya di diri saya, pengambil kebijakannya adalah ayah saya sendiri, dan yang seolah jadi wabah corona adalah nasib percintaan saya.

Anak gadis dengan ayah tipe security pasti pernah merasakannya, diperlakukan bagai ODP oleh ayah sendiri. Ternyata ada untungnya, ketika yang lain sambat bosan #dirumahaja, saya sudah terlatih sejak dini karena nasib.

Rata-rata orang tua memang lebih mengkhawatirkan keselamatan anak perempuannya. Stigma bahwa wanita tidak sepandai laki-laki dalam hal pertahanan diri terkadang merugikan anak perempuan pas bersosialisasi. Tapi kalau saya pikir-pikir, PSBB-nya Pakde Jokowi tidak sebanding dengan PSBB yang diterapkan ayah saya. Pakde kan cuma melakukan pembatasan sosial secara fisik saja, sementara saya saat berumur belasan, sampai mengalami pembatasan sosial di dunia maya. Main hape di jaman puber itu dibatasi, apalagi kalau ketahuan haha hihi sama cowok di medsos. Sampai-sampai saya harus mengakali mengganti nama Budi jadi Susanti biar aman chat sama doi.

Saat PSBB, polisi mungkin melakukan sidak di jalanan saja. Sementara Ayah sidak isi chat medsos ketika saya sedang tidur. Eeeh, bangun-bangun hape yang tadinya di pelukan sudah raib. Kalau ketemu yang aneh-aneh, harus siap mental diinterogasi atau hape disita berhari-hari. Pokoknya kalau mau chat sama doi harus jaga attitude, jangan sampai senyum-senyum sendiri.

Polisi sekarang sedang sibuk melakukan sidak di jalanan karena salah satu aturan PSBB itu dilarang berboncengan, atau kalau mau membawa penumpang, juga harus atur jarak dan tujuannya kudu searah. Beda lagi dengan aturan my lord ayah tercinta. Dilarang keras berboncengan dengan orang lain apalagi itu laki-laki. Belum pernah waktu putih abu-abu saya diantar jemput sama cowok. Jadi kadang curi-curi diantar-jemput, tapi nanti kami berhenti depan gang. Pas ditanya pergi atau pulang sama siapa, jawabnya sama si Hawa.

Jadi lirik lagu Bung Fiersa yang bunyinya, “Berboncengan denganmu mengelilingi kota menikmati surya perlahan menghilang.” Di saya ini tidak berlaku dan hanya halu, persis lagu Febby. Jangankan berboncengan denganmu, chat haha hihi juga mikir berkali-kali. Ini bukan PSBB lagi, Pakde, tapi PABB. Pembatasan Asmara Berskala Besar. Tapi saya tetap love Ayah.

Sudah nasib memang punya ayah tipe security. Teman main saja bisa dihitung dengan jari. Ditambah lagi ayah saya berkumis lebat, kulit hitam, tinggi kekar. Lengkap sudah, memang persis security. Tidak sedikit teman rumah yang enggan mengajak main di hari libur. Bayangkan saja, ketika pergi main tiba-tiba suara motor yang memang tak asing lewat. Ya! si Babeh mendadak jadi penguntit. Saya heran apakah beliau segabut itu.

Kejadian seperti itu tidak terjadi sekali dua kali saja, tapi hampir tiap kali main. Pantas saja teman-teman saya mulai enggan mengajak main. Kalaupun saya menawarkan diri untuk tidak apa-apa pasti mereka berdalih, “Nggak usah, nanti kamu dicariin lagi sama buapakmu.”

Jika main di siang hari libur saja masih dibuntutin, apalagi keluar malam. Anak laki-laki mungkin bukan masalah kalau mereka main malam hari, tapi kalau untuk anak perempuan, itu menyangkut harga diri. Ini bukan lagi masalah PSBB orang tua, tapi mulut tetangga yang lebih kejam dari ibu tiri. Anak cewek kok keluyuran malam-malam, pasti habis main sama laki-laki. Bahkan tidak ada celah untuk khusnudzon bagi mereka, padahal mungkin saja si anak disuruh ayahnya beli bodrek.

Mustahil bisa keluar malam hari kalau bukan karena ada jadwal mengaji sehabis Magrib. Lha wong saya pergi ke ndalem pak kiai untuk mengaji saja, kalau jam 8 malam belum sampai rumah, ayah saya sudah tangkring di halaman depan. Kelabakan kalau-kalau anak gadisnya diculik bujang. Ini lho, dengan alasan fisabilillah untuk menuntut ilmu saja ia masih berpatroli. Subhanallah, Masyaallah. Tabarakallah.

Kalian yang bernasib sama dengan saya pasti setuju kalau PABB ini melampaui PSBB. Dibatasi secara fisik, online, batin, sampai dijauhkan dari dunia bucin. Dulu saya sempat kesal dan merasa sial kenapa ayah saya benar-benar mirip security. Kalau boleh, saya mau adopsi orang tua baru karena pasti enak wara-wiri di usia remaja.

Semua memang ada hikmahnya. Semakin dewasa, saya makin maklum dengan sikap posesif orang tua dulu. Bahkan merasa bersyukur karena mungkin saja kalau orang tua jor-joran dan kita tidak kuat iman, ambyar sudah. Tapi kalau nasib kita beda karena orang tua kalian lebih santai, semoga kalian tidak menyia-nyiakan kepercayaan.

Halo, corona. Karena kamu jadi ada #dirumahaja untuk kita semua. PSBB mulai diterapkan di beberapa daerah. Tapi saya sih santai karena sudah terlatih sedari dini dididik ayah tipe security tapi hatinya Hello Kitty.

BACA JUGA Analisis Statistik Tingkat Keambyaran Lagu-lagu Didi Kempot

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version