Masih di waktu yang sama, saya juga menyempatkan diri untuk pergi ke Alun-alun Cilacap. Alun-alun Cilacap terlihat seperti alun-alun kota pada umumnya. Ada masjid agung di sebelah barat hingga penjual makanan di sepanjang tepi.
Satu hal yang membuat Alun-alun Cilacap agak laen: jumlah pengamen di sini banyak sekali. Bayangkan, saat memesan sate di pojok Alun-alun, ada sekitar 10 pengamen datang menghampiri kami. Bahkan pengamen yang sudah kami kasih, narik lagi. Apa mereka nggak ada rute lain selain keliling alun-alun berkali-kali?
Jenis pengemisnya pun macem-macem. Ada yang ngeluh belum makan, ada yang nyanyi sebait doang, ada juga yang genjreng gitar pas lagunya lagi enak-enaknya, ehh,,,, ditinggal pergi. Persis kaya doimu! Pokoknya kalau kalian pengin ke Alun-Alun Cilacap harus sedia receh yang banyak, Guys!
Selain pergi ke kota, saya juga sudah berpuluh-puluh kali pergi ke pantai yang ada di pesisir Cilacap. Satu kesamaan yang saya temukan. Sampah berserakan di mana-mana. Mulai dari sampah organik hingga sampah plastik. Selain itu, air laut juga dicemari limbah kilang minyak dan limbah industri garam. Itu yang membuat saya enggan untuk basah-basahan (baca: mandi) di pantai. Sudah pasirnya item, airnya keruh. Paket komplit. Kalau nekat basah-basahan, bakal muncul slogan baru, sih. Habis mandi terbitlah gatal-gatal. Haduh….
Itulah Cilacap dengan problematika yang ada. Apa pun yang terjadi, intinya Cilacap Bercahaya!
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Keunikan Cilacap yang Tidak Dimiliki Daerah Lain