Kabupaten Batang diam-diam melenting, meninggalkan kabupaten lain, dan tidak lagi ternoda stigma kabupaten Jawa Tengah itu kere
Jawa Tengah sebagai provinsi yang padat penduduk punya beberapa daerah Kabupaten yang statusnya terbilang “kere”. Sebut saja Kabupaten Temanggung, Rembang, Wonogiri, dan beberapa daerah lainnya yang pertumbuhan ekonominya hanya sekitar 4 persenan. Memang, penilaian tentang “kerenya” sebuah daerah nggak bisa hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tapi pertumbuhan ekonomi jadi gambaran umum perihal tingkat pendapatan dan pengangguran terbuka di sebuah daerah.
Hal itu yang membuat Jawa Tengah jadi provinsi di Jawa yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi. Yah karena jumlah penduduknya banyak dan daerahnya luas, sementara lapangan kerjanya terbatas sehingga tingkat penganggurannya pun tinggi.
Tapi, belakangan, salah satu daerah, seperti Kebumen yang dulunya dikenal sebagai daerah kere, kini mulai beranjak menjadi kabupaten yang patut diperhitungkan. Pasalnya torehan pertumbuhan ekonominya makin naik tiap tahunnya yaitu rata-rata di angka 5 persen. Sektor pariwisatanya benar-benar digenjot. Pada \ /2023 saja, kunjungan wisatanya mencapai 2,15 juta orang. Membuatnya kemudian dikenal lebih luas dan jadi salah satu daerah di Jawa Tengah dengan catatan yang positif.
Sebenarnya, kalau kita menelaah lebih dalam, ada satu kabupaten lagi yang punya progress yang positif secara statistic ekonomi dan perkembangan sosialnya. Catatan positifnya bahkan meninggalkan daerah lain di sekitarnya, daerah itu adalah Kabupaten Batang.
Ada beberapa indikator yang membuat Kabupaten Batang ini secara diam-diam melampaui tetanggnya seperti Kendal, Temanggung, dan Kabupaten Pekalongan.
Pertumbuhan Kabupaten Batang yang luar biasa pesat
Torehan pertumbuhan ekonomi kabupaten ini dalam tiga tahun terakhir sangat mengesankan. Pada 2022, ekonomi Batang tumbuh sebesar 5,97 persen, tahun 2023 mencapai 6,03 persen, dan tahun 2024 tumbuh 6,06 persen. Jadi pertumbuhan ekonominya naik terus tiap tahunnya. Bandingkan dengan daerah sekitarnya yang pertumbuhan ekonominya di kisaran 4-5 persen.
Sederhananya, kalau pertumbuhannya naik terus tiap tahun, bahkan persentasenya di atas pertumbuhan ekonomi nasional (5 persen), artinya aktivitas ekonomi di dalamnya, mulai dari konsumsi warganya, pengeluaran pemerintah, dan lapangan kerjanya pun bergerak ke arah yang positif.
Implikasi dari pertumbuhan ekonomi yang naik terus ini penting. Investor yang ingin menanamkan modalnya baik dalam bentuk cash money maupun langsung ke sektor usaha/industri jadi yakin.
Nih, realisasi untuk nilai investasinya aja sepanjang tahun 2023 mencapai Rp6,175 triliun. Nilai itu melampaui target Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Batang tahun 2023 yang hanya Rp1,5 triliun. Bandingkan dengan daerah yang sama-sama punya kawasan industri seperti Kendal. Di sana hanya mencatat realisasi investasi Rp6,4 triliun. Dengan nilai investasi yang sampai ribuan triliun tersebut, keberadaan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) jadi nggak sia-sia. Pasalnya, lahan yang disediakan untuk pengembangan industri semuanya laku dilahap investor.
Kalau kawasan industrinya laku dengan pembangunan pabrik, dampaknya kemudian ke pembukaan lapangan kerja. Saya kasih lagi nih, catatan pengangguran terbuka di Batang itu juga terus mengalami penurunan. Pengangguran terbuka itu bisa dikaitkan dengan status seseorang yang nggak punya pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan diri untuk bekerja. Nganggurnya itu usia produktif.
Jumlah pengangguran terbuka di Batang sebelumnya tahun 2022 ada di angka 6,64 persen, kemudian 2023 6,06 persen, dan pada 2024 turun jadi 5,67 persen. Setiap tahun, trennya selalu mengalami penurunan. Logikanya, apabila penganggurannya turun, maka pembukaan lapangan bekerja telah bertambah sehingga tenaga kerjanya terserap ke industri.
Pariwisatanya masih bisa dikembangkan
Potensi pengembangan wisata di Batang juga masih sangat terbuka. Kawasannya yang terdiri dari pegunungan dan memiliki garis pantai masih bisa dioptimalisasi. Pada lebaran 2023, wisatawan di Batang itu sudah menyentuh 20 ribuan dengan perputaran uang selama periode tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 miliar.
Memang masih terbilang kecil kalau dibandingkan dengan daerah lain seperti Wonosobo, Banjarnegara, atau Solo yang memang sudah terkenal sebagai daerah wisata. Tapi untuk ukuran daerah yang nggak terlalu dikenal, catatan tersebut sudah cukup meyakinkan.
Banyak daerah wisata yang statusnya belum terkelola dengan baik. Misalnya Pantai Ujung Segara, Curug Gombong, Curug Gedhe Kali Lojahan, dan tempat wisata lainnya yang statusnya masih tersembunyi. Agaknya, jika dikelola dengan baik dan nggak diprivatisasi, bisa membuka berbagai potensi ekonomi. Mulai dari pembukaan lapangan kerja dan menambah pendapatan asli daerah.
Batang, yang awalnya terkenal sebagai daerah mistis karena branding alas robannya yang Keramat, kini mulai berbenah dan menunjukan tren perkembangan yang positif. Meninggalkan tetangganya yang nyaman dan nggak punya progress signifikan seperti Kendal.
Sudah seharusnya, apa yang ditunjukan Batang jadi pelajaran buat daerah-daerah lain di Jawa Tengah. Namanya perubahan pasti bisa diwujudkan bila Pemdanya punya keseriusan dalam mengelola, berinovasi, dan nggak nyaman dengan status quo. Tinggal sekarang, Batang perlu memastikan pembangunan industrinya tetap ramah lingkungan, potensi wisatanya nggak dilupakan, dan masyarakatnya benar-benar merasakan manfaatnya.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kendal dan Batang, 2 Kabupaten yang Terjebak dalam Bayang-bayang Semarang dan Pekalongan




















