Jurusan Teknik punya tempat istimewa di mata warga tempat asal saya, Cikarang. Apalagi kalau jurusannya adalah Teknik Mesin, sebuah jurusan yang banyak dibutuhkan perusahaan di Cikarang. Mengingat Cikarang merupakan daerah industri yang menciptakan beragam produk yang berguna bagi khalayak, tak heran kalau jurusan Teknik dianakemaskan.
Saking istimewanya jurusan Teknik di mata mayoritas orang Cikarang, sebagai lulusan jurusan Non-Teknik, saya kerap merasa terpinggirkan. Tak sedikit tetangga yang membanding-bandingkan jurusan kuliah saya dengan jurusan Teknik yang diambil anak-anak lain. Saya sampai mendapat beberapa omongan kurang menyenangkan seperti ini.
Daftar Isi
#1 Jurusan Teknik jelas bidang kerjanya, Non-Teknik mau jadi apa?
Perlu diakui bahwa jurusan Teknik punya beberapa keunggulan. Salah satu contohnya adalah kejelasan bidang pekerjaan. Seorang lulusan Teknik Metalurgi bakal punya kejelasan karier di bidang pertambangan, atau bisa juga bekerja di bidang industri pengolahan besi.
Sementara itu, nggak semua jurusan Non-Teknik punya kejelasan bidang pekerjaan secerah jurusan Teknik, misalnya saja jurusan Filsafat. Menurutmu, kira-kira kelak mahasiswa lulusan Filsafat bakal kerja di mana? Kalau kamu bingung menjawabnya, nggak usah khawatir, kamu nggak sendirian. Saya juga bingung menjawabnya.
#2 Jurusan Teknik gampang dapat kerja, Non-Teknik cuma nambah jumlah pengangguran
Anak zaman now itu pinter banget membuat istilah. Mulai dari istilah yang bisa bikin ngakak sampai mengernyitkan dahi. Salah satu istilah baru dari anak zaman sekarang yang baru saya ketahui adalah kuliah itu sama kayak menganggur dengan gaya. Meski nggak terlalu sepakat dengan istilah tersebut, saya sempat dibuat terkekeh membaca istilah itu.
Baca halaman selanjutnya: Kata tetangga saya, kalau orang Cikarang kuliah jurusan Non-Teknik…
Ngomong-ngomong soal pengangguran, lulusan jurusan Non-Teknik di Cikarang lekat dengan stigma susah cari kerja. Bahkan ada seorang tetangga yang berani berkelakar kalau orang Cikarang kuliah jurusan Non-Teknik cuma menambah jumlah pengangguran. Kayak saya gini misalnya, lulusan Ekonomi Syariah. Tetangga saya di Cikarang berpikir kalau kuliah di jurusan kayak saya ini pasti nantinya nggak bakal kepakai di pabrik.
Beda sama lulusan Teknik. Banyak sekali lowongan pekerjaan di Cikarang yang membutuhkan lulusan Teknik. Jadi, nggak sulit mencari loker untuk lulusan Teknik di sana. Apalagi orang dari luar Bekasi jarang yang melirik loker di Cikarang karena jaraknya cukup jauh dari daerah Jabodetabek lain, membuat kesempatan anak Cikarang lulusan Teknik diterima kerja semakin tinggi.
#3 Lulusan Teknik gajinya besar, kalau Non-Teknik palingan maksimal UMK
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa gaji UMK di Cikarang cukup tinggi. Bahkan tertinggi ketiga di Indonesia. Hanya kalah dari tetangga daerahnya sendiri, yaitu Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi.
Gaji UMK ini biasanya berlaku untuk lulusan SMA/SMK yang bekerja sebagai operator pabrik. Kalau lulusan D-3 atau sarjana Teknik pada pabrik di Cikarang pasti digaji lebih tinggi ketimbang operator pabrik, sebab tugas, tanggung jawab, dan jabatannya sudah berbeda. Setahu saya, minimal gaji untuk lulusan D-3 atau sarjana Teknik di pabrik daerah Cikarang bisa 1,5 kali lipat UMK.
Apesnya, keadaan yang berbanding terbalik terjadi pada jurusan Non-Teknik. Sebagaimana yang terjadi pada seorang kawan karib saya yang lulusan Pendidikan. Dia bekerja sebagai guru dengan gaji yang sedikit di bawah UMK. Bayangkan, seorang lulusan sarjana gajinya bisa di bawah tamatan SMA/SMK di Cikarang. Cukup miris bagi saya.
#4 Lulusan Teknik ilmunya bisa langsung diimplementasikan pada masyarakat
Saya akui, lulusan Teknik dapat mengimplementasikan ilmunya langsung di masyarakat. Layaknya seorang anak tetangga saya yang dibangga-banggakan orang tuanya. Anak tersebut lulusan Teknik Komputer, apabila ada tetangga yang membutuhkan solusi atas masalah komputernya, anak itu dipanggil untuk membantu menyelesaikan masalah.
Sebagai lulusan Non-Teknik, saya sulit menerapkan ilmu perkuliahan secara langsung di masyarakat. Seandainya bisa mungkin agak berbahaya bagi saya. Misalnya gini, sebagai lulusan Ekonomi Syariah, sudah pasti saya melarang praktik riba oleh rentenir. Bila saya tiba-tiba menceramahi rentenir dengan dalil haramnya riba, apa nggak digebukin sama bodyguard yang badannya kekar-kekar itu? Bukannya mengimplementasikan ilmu di masyarakat, saya malah jadi bahan uji coba “ilmu” para bodyguard rentenir.
Begitu sekiranya standar ganda terhadap jurusan Teknik dan Non-Teknik di Cikarang. Kendati demikian, saya sedikit memaklumi hal tersebut. Pasalnya, pandangan itu banyak dipengaruhi oleh kondisi Cikarang yang merupakan daerah industri.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Nggak Semua Jurusan Teknik Itu Bagus untuk Masa Depan.