Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jujur Saja, Konsep Makan Bayar Seikhlasnya Itu Bikin Nggak Nyaman

Nasrulloh Alif Suherman oleh Nasrulloh Alif Suherman
17 Oktober 2020
A A
Jujur Saja, Konsep Makan Bayar Seikhlasnya Itu Bikin Nggak Nyaman terminal mojok.co

Jujur Saja, Konsep Makan Bayar Seikhlasnya Itu Bikin Nggak Nyaman terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Makanan enak dengan harga yang lumayan mahal memang tidak buruk, sebab selaras dengan istilah “ada uang, ada barang”. Kualitas sebanding lurus dengan harga. Tapi, bukankah lebih menarik kalau murah? Tentu saja, apalagi gratis. Ya, walaupun nggak mungkin ada rumah makan yang menyediakan gratis. Paling adanya bayar seikhlasnya, dan saya nggak pernah nyaman dengan konsep ini.

Mungkin orang lain berpikir saya aneh, wong bayar seikhlasnya berarti nggak usah khawatir budget atau bayaran, lah ini kok malah nggak nyaman? Boleh jadi si pemilik rumah makan mau berdagang sambil beramal, kok malah nggak nyaman? Benar, mungkin bisa dibilang aneh, tapi ada alasan-alasan yang membuat saya kurang nyaman dengan konsep seperti ini. Datangnya kurang lebih dari pengalaman saya, sih. 

Sudah lama sekali, saya lupa kapan waktu jelasnya, tapi saya ingat waktu itu saya pernah diajak makan ke tempat yang pakai konsep bayar seikhlasnya. Berhubung saya lapar, dompet tipis, dan akhir bulan, maka saya amini ajakan teman saya itu. Di sana, konsepnya seperti prasmanan, tapi bisa pesan juga. Banyak banget yang makan, penuh dan sesak orang yang ingin makan. Btw, ini sebelum ada pandemi ya.

Makanlah kami saat itu, kami ikut antre dan tentu saja kalap mengambil lauk dan nasi. Mumpung bayar seikhlasnya sih. Anak kosan banget, malu belakangan. Selesai makan, kami ke kasir untuk bayar, saat mengeluarkan dompet saya lupa bawa uang! Astaga, saya krosek terus kantong saya dan hanya menemukan lima ribu saja. Gila, teman-teman saya pada bayar minimal Rp20 ribu dan saya cuman lima ribu. Saya coba pasang muka tebel saja. Malu bukan main.

Saat selesai, kami bergegas pulang dan ternyata tempat makan itu sudah mau tutup. Saya bingung, dong. Perasaan belum malam banget, dan waktu tutupnya masih lama. Usut punya usut, ternyata lauk dan nasi sudah mau habis dan karena itu jadi tutup lebih awal. Nggak aneh katanya, dan ini sering terjadi.

Saya melihat orang yang baru sampai ingin makan, mulai dari pekerja dan orang-orang yang tapak “kurang”, mereka terlihat kecewa. Saat saya melihat meja, banyak sekali makanan sisa. Sisanya itu tidak seperti sisa makanan, banyak sekali potongan ayam masih utuh atau misalnya ikan hanya dimakan setengah saja, ada juga yang mengambil dua porsi dan satu lagi tidak disentuh. Anjir, mubazir banget! Sejak itu, saya jadi agak nggak nyaman dengan konsep makan bayar seikhlasnya.

Pertama, kita sebagai manusia ini sebenarnya pada dasarnya tamak. Moral dan hukumlah yang jadi batasan untuk berbuat sesuatu, sebab kebebasan kita tumpang tindih dengan kebebasan orang lain. Seperti halnya rumah makan, adanya menu dan porsi adalah hukum dan moral untuk kita “tahu batasan” sampai mana harus makan.

Kalau kita hanya ingin makan murah dan kenyang, kita bisa pilih paketan. Kalau kita hanya ingin makan ringan, kita bisa pilih camilan dan minuman saja. Harga dan porsi mengatur kita dalam beraktivitas di rumah makan. Lalu dengan konsep rumah makan bayar seikhlasnya seperti yang saya ceritakan, hal itu malah bikin kita nggak tahu aturan. Jadi sesuka hati saja, padahal kita cuman mau kenyang tapi malah mubazir. Mending kalau habis, kalau nggak habis? Kasihan, banyak yang kelaparan dan kita malah buang-buang makanan. 

Baca Juga:

Pengalaman Pertama Makan di Restoran Fine Dining: Pelayanan, Menu, Harga Semuanya Bikin Syok

5 Hal yang Tidak Orang-orang Katakan tentang Solaria, Perhatikan untuk Kalian yang Belum Pernah ke Sana 

Kedua, bingung saat mau bayarnya. Yang bikin saya sadar setelah lupa bawa dompet, saya jadi kepikiran itu kasir ngomongin di belakang atau tidak, ya? Wqwqwq, walaupun bayar seikhlasnya tetap saja ada perasaan begitu. Ada keraguan apakah harga yang bayarkan sudah memenuhi standar kepantasan atau belum. Sejak itu saya bingung, kalau makan di tempat yang bayar seikhlasnya itu harus banyak atau sedikit? Kalau banyak, kita juga nggak banyak duit. Kalau dikit, takutnya tidak menghargai sekali. Pusinggg.

Ketiga, kadang-kadang karena bayar seikhlasnya ada saja yang bikin makanan seadanya. Ya, benar juga dengan harga seikhlasnya mau komplain juga nggak etis. Tapi, kadang-kadang ada juga yang bikin enak banget dan bikin orang-orang memakannya penuh dengan perasaan. Oleh sebab itu, saya jadi bingung untuk menilai kualitasnya.

Kalau hanya murah, dan bukan bayar seikhlasnya, saya masih bisa memberi kesan baik. Sebab, berarti kualitas makanan tetap baik walaupun harga murah.  Lagipula, itu harga dikasih sama yang jual. Nggak ada beban moralnya. Kalau bayar seikhlasnya? Saya bingung. Bayar murah, tapi enak banget. Bayar mahal, takutnya berlebihan. Arggghhh, soal bayar saja sampai bawa beban moral segala.

Memang betul, rumah makan bayar seikhlasnya tidak banyak tapi tetap ada saja. Ini hanya opini saya sendiri, banyak juga makan yang bayar seikhlasnya tapi rapi dan tidak asal-asalan seperti yang saya datangi. Saya nggak menggeneralisir, ya. Pada dasarnya orang buka usaha bayar seikhlasnya itu niatnya pasti baik. Tapi, tetap bagi saya ada ketidaknyamanan untuk diri saya sendiri. Lebih baik ada dan harganya dan murah, deh.

BACA JUGA Ashigaru, Pasukan Petani dan Rakyat Jelata yang Ikut Perang di Jepang dan artikel Nasrulloh Alif Suherman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Oktober 2020 oleh

Tags: restoranrumah makan
Nasrulloh Alif Suherman

Nasrulloh Alif Suherman

Penulis partikelir. Menulis di selang waktu saja.

ArtikelTerkait

Pesan Air Mineral Saat Makan Adalah Hak Semua Orang, Bukan Berarti Miskin dan Perlu Dikasihani

Pesan Air Mineral Saat Makan Adalah Hak Semua Orang, Bukan Berarti Miskin dan Perlu Dikasihani

9 Juli 2024
Otak-otak di Atas Meja Rumah Makan Adalah Ancaman Nyata bagi Pembeli

Otak-otak di Atas Meja Rumah Makan Adalah Ancaman Nyata bagi Pembeli

24 Januari 2024
a&w adalah restoran cepat saji terbaik underrated menu review ulasan mojok.co

A&W tuh Restoran Cepat Saji Terbaik, Sayangnya Underrated

26 Agustus 2020
Menghabiskan Makanan di Kafe atau Restoran Bukan Hal yang Kampungan, Itu Namanya Menghargai Makanan dan Usaha Orang

Menghabiskan Makanan di Kafe atau Restoran Bukan Hal yang Kampungan, Itu Namanya Menghargai Makanan dan Usaha Orang

1 September 2024
5 Franchise Restoran yang Jadi Comfort Food Saat Bepergian ke Luar Kota (Mojok.co)

5 Franchise Restoran yang Jadi Comfort Food Saat Bepergian ke Luar Kota

12 November 2024
Rumah Makan Andalan: Terus Bertahan di Tengah "Keramatnya" Jalan Timoho Jogja

Rumah Makan Andalan: Terus Bertahan di Tengah “Keramatnya” Jalan Timoho Jogja

5 April 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.