Siapa yang tidak tahu tentang film romantis legendaris sepanjang masa, Titanic? Film yang diangkat dari peristiwa nyata tentang tenggelamnya kapal pesiar super mewah pada 1912 sukses mengangkat nama pemain utamanya menjadi aktor dan aktris papan atas kelas dunia. Film Titanic menceritakan tentang kisah cinta dua insan berbeda kasta, Jack dan Rose. Kisah tersebut dibuat dengan metode kilas balik dengan tokoh Rose di usia senja yang menceritakan pengalamannya selamat dari maut.
Berbekal fakta bahwa lukisan perempuan yang ditemukan dalam peti itu adalah dirinya ketika masih berusia belia, Rose DeWitt Bukater akhirnya berhasil meyakinkan para pemburu harta karun Heart of Ocean untuk menjadi narasumber. Bukan hanya kisah epic tentang bertahan hidup di tengah luasnya samudera. Penuturan wanita bedarah bangsawan ini justru lebih menitikberatkan pada romansa singkatnya bersama pemuda dari golongan tak berada, Jack Dawson yang diperankan oleh Leonardo di Caprio.
Saya tidak kesal lantaran Rose malah secara egois mengulas kisah cinta singkatnya dibanding bersaksi atas ganasnya lautan menelan kapal raksasa itu. Atau soal bagaimana perjuangannya untuk bertahan hidup. Saya justru kesal karena Rose lebih memilih bersama Jack, pemuda asing yang baru ditemuinya, daripada tunangannya sendiri.
Meskipun pertunangan tersebut adalah perjodohan berdasarkan kepentingan bisnis, menurut saya, Caledo Nathan atau Cal justru adalah pria yang lebih layak untuk dijadikan pendamping hidup. Jika saya adalah Rose di film Titanic, saya tentu akan memilih Cal dibandingkan dengan Jack karena beberapa alasan berikut.
#1 Cal lebih mapan dibandingkan Jack
Alasan pertama adalah alasan yang paling logis menurut saya. Apalagi jika bukan tentang finansial. Cal adalah pengusaha kaya raya pewaris perusahaan baja yang juga berasal dari golongan bangsawan. Tak heran jika ia mampu memberikan fasilitas terbaik di kelas satu untuk Rose dan ibunya dalam pelayaran Titanic menuju benua Amerika.
Memang benar bahwa Rose dijodohkan dengan Cal untuk menyelamatkan bisnis keluarga pihak perempuan yang terlilit utang sepeninggal almarhum ayah Rose. Jika saya adalah Rose, saya akan menyetujui pertunangan tersebut dengan senang hati. Bukan demi nama baik keluarga saja, tetapi lebih untuk berbakti pada orang tua. Toh, Cal juga bukan pria yang buruk-buruk amat.
Selain itu, kemapanan yang ditawarkan oleh Cal bisa menjadi jaminan bahwa hidup Rose akan baik-baik saja ke depannya. Tentunya ini mengesampingkan bagian epilog yang menyatakan bahwa Cal akhirnya bangkrut dan bunuh diri akibat Great Depression pada 1929.
Akan tetapi saat masih di atas kapal, sebagai perempuan normal, seharusnya Rose tetap setia kepada Cal. Saya tidak mau munafik, hidup mana yang bisa bertahan dengan berlandaskan cinta semata? Bayangkan jika Rose dan Jack hidup bersama lalu menjalani rumah tangga, akankah mereka mampu membayar warisan utang ayah Rose sekaligus memenuhi kebutuhan hidup mereka di tempat yang baru, Amerika?
Ah, tapi ini bisa saja karena saat itu Rose masih sangat muda. Sebab di dalam cerita, ia adalah gadis berusia 17 tahun yang dipaksa menjadi calon istri pria berusia 30 tahun. Mungkin saja perbedaan usia yang cukup jauh tersebut membuat Rose dimabuk kepayang oleh sosok Jack, laki-laki playful dan sembrono berusia 20 tahunan yang menyukai petualangan.
#2 Cal adalah pria yang beretika dan bersih
Sebagai seorang berdarah biru sekaligus businessman, tentu sudah menjadi suatu keharusan bagi Cal untuk berpenampilan sopan dan rapi serta memahami tata krama. Memang tidak adil rasanya menjadikan poin kedua ini sebagai pembanding. Pasalnya, Jack adalah pemuda yang hidup di jalanan dan berusaha menaklukan kerasnya hidup sehingga tak sempat mempelajari tentang etika.
Jack justru memberikan pengaruh buruk bagi Rose seperti meludah di sembarang tempat. Menurut saya, itu bukan hal yang keren, justru menjijikkan. Meski bisa saja saat itu Rose begitu tertarik dengan kebiasaan jorok Jack tersebut karena sepanjang hidupnya selalu dikekang dalam aturan yang baku.
#3 Cal menyayangi dan menghargai Rose sebagai wanita
Alasan terakhir ini adalah alasan yang paling mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Dalam kisah Titanic, sudah jelas siapa yang menjadi perebut pasangan orang lain. Sudah diabaikan oleh Rose pun, Cal masih bersikukuh menarik perhatian gadis berambut merah tersebut. Kalau kejadian ini berlangsung di zaman sekarang, Jack pasti sudah habis dirujak oleh netizen sebagai seorang pebinor. Meski Rose dan Cal belum menikah, sih. Selain itu, Cal sungguh-sungguh mencintai Rose apa adanya. Nggak banyak seseorang yang memutuskan menikah dengan orang yang hanya memanfaatkannya untuk membayar utang sekaligus numpang hidup, kan?
Ya, itulah opini pribadi saya yang sangat subjektif dan tidak berniat melukai fans ataupun penggemar berat film ini. Cal memang tampak abusif dan pemarah. Tetapi, siapa juga yang tidak akan naik darah jika tunangannya diambil begitu saja oleh orang asing?
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Audian Laili
BACA JUGA Teori Film Titanic: Rose Bisa Jadi Tokoh Paling Toksik dan Licik yang Pernah Diciptakan