Semenjak menjadi mahasiswa dan tinggal di indekos yang cukup jauh dari rumah, makan di warung nasi sudah menjadi habit yang mendarah daging bagi saya. Sampai-sampai, warung nasi ini sudah seperti ibu kedua yang selalu menyiapkan makan bagi anaknya. Hanya saja ibu yang satu ini tak segan-segan untuk menagih bayaran dari anaknya.
Sebagai mahasiswa, sudah umum tentunya untuk memiliki preferensi warung nasi masing-masing. Bagi saya sendiri, ada tiga aspek penting yang saya jadikan pedoman untuk memilih warung nasi, yaitu murah, banyak, dan enak. Saya rasa kebanyakan mahasiswa juga menjunjung tinggi aspek ini.
Masalahnya, sulit sekali untuk menemukan warung nasi dambaan yang seperti ini. Sekalinya ketemu, pasti ada aspek lain yang dikorbankan oleh warung nasi itu, di luar dari tiga aspek yang saya sebutkan tadi. Dan biasanya, aspek yang sering dikorbankan oleh kebanyakan warung nasi adalah aspek kebersihan.
Tidak jarang, saya selalu berakhir pada warung-warung nasi yang tidak menghiraukan aspek kebersihan ini. Saya biasa menggunakan tiga indikator untuk menentukan kebersihan, mulai dari kedekilan, aroma, dan kehadiran lalat. Masalah kedekilan dan aroma ini sulit untuk saya toleran. Sementara, untuk masalah lalat, entah mengapa saya masih biasa saja.
Lalat memang sering dianggap sebagai serangga yang kotor, menjijikkan, dan jadi sumber penyakit. Tapi, saya juga paham kalau mengusir lalat ini bukan suatu hal yang mudah. Bahkan terkadang, di rumah sendiri pun saya masih menjumpai lalat.
Kebetulan, profesi saya sebagai mahasiswa pertanian yang cukup sering bergelut dengan serangga, menjadikan mata saya sering iseng memperhatikan jenis-jenis lalat tiap kali saya membeli makan di warung nasi. Dan dari sanalah, saya mengetahui bahwa setidaknya ada empat jenis lalat yang saya jumpai di warung-warung nasi.
#1 Lalat rumah
Lalat yang paling sering saya jumpai adalah lalat rumah. Lalat ini berukuran kecil, berwarna keabuan, dengan perut atau abdomennya berwarna kekuningan. Lalat rumah sebenarnya nggak cuma ada di warung nasi, tapi bisa ditemukan di mana saja. Saya sendiri heran kenapa lalat ini bisa ada hampir di semua tempat yang saya kunjungi. Saya curiga lalat ini sebenarnya diamanahkan untuk menginvasi dunia. Hehehe~
Balik lagi, lalat rumah ini terkadang jumlahnya cukup banyak di setiap warung nasi. Sebenarnya, hal itu tergantung pada lokasi warung nasi dan juga kebiasaan penjaga warungnya. Kalau lokasi warung nasinya dekat dengan tempat pembuangan sampah atau selokan, ya nggak heran kalau banyak lalat ini. Kalau masalah kebiasaan penjaga warungnya yang jorok, nampaknya nggak perlu dibahas.
Saya sendiri masih cukup toleran terhadap lalat ini selama populasi atau jumlahnya di warung nasi masih dalam angka yang wajar. Dan saya juga sedikit bersyukur, karena lalat ini nggak punya kebiasaan untuk bertelur di makanan, nggak seperti lalat ngeselin yang selanjutnya.
#2 Lalat hijau
Lalat yang satu ini memiliki tubuh besar, berwarna biru kehijauan metalik, dan termasuk ke dalam lalat yang paling saya benci ketika saya ada di warung nasi. Kehadiran satu lalat ini sudah cukup untuk membuat saya heboh. Gimana nggak heboh, wong lalat ini lebih biadab dibandingkan dengan lalat rumah!
Ukurannya yang besar dan suaranya ketika terbang sangat menganggu ketika sedang makan. Lalat ini juga punya pola terbang berputar-putar di sekitar orang yang lagi makan. Rasanya ngeselin, pengin saya pukul. Lebih ngeselin lagi adalah kebiasaan dari lalat ini. Lalat ini punya perilaku yang jauh lebih jorok dibandingkan lalat rumah. Dan ada satu hal yang mungkin nggak banyak orang tahu, lalat ini tergolong lalat yang sering bertelur di makanan. Saya sendiri pernah beberapa kali berhadapan dengan lalat ini, baik telur maupun induknya. Dan tentu saja, pada waktu itu juga, warung nasi yang saya kunjungi langsung saya coret dari daftar saya. Mungkin, untuk masalah lalat yang satu ini saya sudah tidak bisa toleran lagi.
#3 Lalat daging
Lalat daging sekilas terlihat seperti lalat rumah, hanya saja ukurannya jauh lebih besar. Seperti namanya, lalat daging adalah lalat yang gemar memakan daging. Setahu saya, lalat ini gemar terhadap daging-daging yang mentah. Tetapi entah mengapa, lalat ini terkadang mampir ke etalase warung nasi. Mungkin dia tersesat pada saat itu~
Hubungan saya dengan lalat ini baik-baik saja. Seperti yang saya sebutkan tadi, kegemarannya terhadap daging nggak terlalu mengganggu makanan di dalam etalase. Perilaku terbang dari lalat ini juga lebih beradab dibandingkan lalat hijau. Saya jarang menemui lalat ini terbang berputar-putar pada orang yang sedang makan. Lalat ini lebih seperti pesawat jet yang terbangnya lurus.
Sebenarnya lalat daging tergolong lalat yang hebat. Beberapa kali saya dengar, lalat ini digunakan sebagai entomoforensik atau serangga untuk mendeteksi lama waktu dari mayat yang ditemukan pada beberapa kasus kriminal. Meskipun demikian, saya nggak menemukan kehebatannya ketika lalat ini ada di warung nasi, sih. Nggak mungkin juga kan penjualnya menggunakan lalat ini untuk mendeteksi lama daging ayam yang belum dimasak.
#4 Lalat tentara hitam
Lalat terakhir yang saya jumpai di warung nasi adalah lalat tentara hitam atau black soldier fly yang disingkat BSF. Nama tentara tentunya nggak diberikan asal-asalan. Nama ini disesuaikan dengan tubuh dari lalat itu sendiri yang panjang dan gagah seperti seorang tentara yang tinggi dan berotot. Sebenarnya, saya cukup heran mengapa bisa menemukan lalat ini di warung nasi, meskipun memang jarang sekali saya menemukan kejadian ini.
Lalat BSF ini banyak dimanfaatkan sebagai lalat yang menguraikan sampah-sampah organik. Lebih tepatnya, larvanya yang berperan untuk mengurai. Sementara, lalatnya sendiri hidupnya bisa dibilang menyedihkan ataupun menyenangkan.
Ketika menjadi lalat, mereka akan kehilangan organ mulutnya sehingga nggak bisa makan lagi. Tujuan hidup mereka setelah menjadi lalat hanya untuk mencari pasangan, kawin, dan mati. Oleh karena itu, saya nggak pernah khawatir kalau melihat kehadiran lalat ini di etalase warung nasi. Saya yakin, lalat ini nggak akan mencuri makanan saya. Toh, mulut saja nggak ada. Kejadian paling apes yang memungkinkan adalah lalat ini nyemplung ke dalam makanan.
Sampai saat ini, dugaan saya mengapa lalat ini bisa sampai hadir di etalase warung nasi karena adanya timbunan sampah organik di sekitar warung nasi itu. Dari sanalah, mungkin lalat ini keluar dan akhirnya tersesat dan tak tahu jalan pulang~
Itulah lalat-lalat yang biasa saya jumpai di warung nasi yang saya kunjungi. Kalau tertarik, silakan perhatikan sendiri lalat-lalat yang kalian temui di warung nasi pilihan kalian. Tapi saya yakin, kalian nggak cukup gabut seperti saya sampai-sampai memperhatikan lalat. Lagi pula, daripada kalian memperhatikan lalat, lebih baik kalian cari tempat makan lain yang nggak ada lalatnya. Karena nggak semua orang punya ketahanan perut yang sama. Lebih baik mencegah daripada diare~
BACA JUGA Rempeyek Laron, Alternatif Pemasukan di Musim Hujan.