Bagi sebagian besar orang Indonesia, Indomie bukan mi instan biasa. Ia mengandung banyak kisah dan penuh nostalgia. Saat mi instan generasi awal diramaikan dengan varian mi kuah, Indomie berani hadir dengan varian goreng pada 1983. Meskipun Indomie rajin berinovasi, popularitas mi goreng orisinal serasa menolak redup. Tak heran jika Indomie goreng orisinal begitu dicintai masyarakat, bahkan dibawa merantau hingga ke negeri orang.
Saking bucinnya masyarakat Indonesia dengan Indomie goreng orisinal, kita begitu memuja merek ini. Bahkan sampai di tahap menyangkal merek kompetitor lain yang rasa dan kualitasnya lebih baik. Mie Sedaap, misalnya.
Sejak kecil saya sudah akrab dengan Indomie goreng. Makanan ini jadi andalan bekal sekolah dan menu sarapan yang cepat dibuat. Walaupun Indomie goreng banyak kenangan, saya suka banget eksplor berbagai merek dan berbagai rasa mi instan. Jadi saya nggak merasa perlu mengglorifikasi merek tertentu. Kalau memang menurut saya ada yang lebih enak, pasti akan saya akui.
Awal mula krisis kepercayaan terhadap Indomie goreng
Pernah pada suatu waktu saya menemukan hal mengejutkan pada Mie Sedaap goreng. Mereka melakukan improvisasi dengan formula baru. Tekstur mi-nya dibuat lebih kenyal dan rasa bawang gorengnya semakin natural.
Yang paling krusial dari itu semua adalah nggak bikin mulut beraroma mematikan seperti pendahulunya. Pokoknya saya seneng banget Mie Sedaap mau membenahi kekurangan dari produk sebelumnya yang banyak dikeluhkan konsumen. Apalagi harganya lebih murah sedikit daripada Indomie goreng dengan porsi yang jauh lebih banyak. Ah, makin unggul.
Sementara itu, kualitas Indomie masih gitu-gitu aja. Walaupun sebagian besar masyarakat menganggapnya enak, saya justru merasa Indomie goreng overrated. Rasa micin sangat dominan. Bahkan menurut saya asinnya terlalu menusuk di lidah. Apalagi porsinya makin seuprit.
Bawang gorengnya sih masih cukup aman, tapi ukurannya yang terlalu besar membuat jumlahnya terlalu sedikit. Bahkan bisa dihitung jari. Apalagi kenaikan harganya sangat terasa dalam tiga tahun terakhir. Jelas di mata saya, Indomie goreng sudah kalah telak dengan Mie Sedaap dengan resep barunya.
Eh tapi bukan berarti rasa Indomie nggak enak ya. Masih enak kok, rasa dan aromanya bahkan sangat berkarakter. Bahkan saya masih rajin mencobai inovasi-inovasi lain dari Indomie. Tapi khusus varian Indomie goreng orisinal, menurut saya, masih ada yang lebih sesuai dengan selera saya. Jadi saya mulai mengurangi jumlahnya setiap belanja stok mi instan. Saya memutuskan untuk mengembara. Menjajal dari satu mi ke mi yang lain.
Perjalanan yang membawa cinta lama bersemi kembali
Sekitar empat bulan lalu akhirnya saya tertarik makan Indomie goreng jumbo untuk pertama kali. Itupun karena diberi teman, bukan beli sendiri. Sebelumnya saya nggak pernah tertarik mencoba karena mengira rasanya akan sama saja dengan kemasan reguler, hanya beda di ukuran. Rupanya saya salah besar.
Ternyata baik dari segi tekstur mi, warna, aroma, terlebih rasa Indomie jumbo cukup berbeda dengan Indomie goreng orisinal. Padahal sama-sama Indomie goreng, lho. Bagi saya, Indomie goreng varian jumbo terasa lebih nikmat karena rasa micinnya nggak menusuk lidah. Meskipun dari segi aroma, tekstur mi, dan visualnya, kemasan reguler tetaplah unggul.
Tapi saya seneng banget, satu bulan setelah percobaan tidak sengaja itu, Indomie goreng kemasan reguler berubah. Sadar nggak sih kalau Indomie goreng yang sekarang jadi lebih enak daripada tahun lalu? Kalau nggak percaya, coba masak Indomie goreng sekarang juga.
Perbaikan rasa
Saya kira saya cuma berhalusinasi, sampai saya tunggu beberapa bulan untuk menulis artikel ini. Saya yakinkan diri dengan mencoba beberapa kali lagi. Saya juga masih minta validasi dari orang-orang terdekat dan dari keluarga yang beda kota. Takutnya Indomie yang lebih enak ini hanyalah edisi khusus yang dijual di domisili saya. Ternyata jawaban mereka sama, Indomie goreng memang jadi lebih enak. Saya jadi curiga kalau Indomie diam-diam sedang melakukan perbaikan formula.
Yang sangat perlu disorot dari perubahan ini adalah rasanya. Rasa asin micin hingga menusuk lidah yang sering saya keluhkan secara ajaib hilang. Berganti menjadi sebuah mi goreng dengan cita rasa kalem, namun tetap tidak kehilangan karakter khasnya. Potongan bawang gorengnya berubah menjadi lebih kecil, namun jumlahnya banyak. Sehingga persebarannya lebih merata saat kita campurkan dengan mi-nya.
Sebagai konsekuensinya, barangkali aromanya juga ikutan melembut. Setidaknya nggak senonjok yang dulu-dulu. Namun untuk rasanya, ah jangan ditanya. Kenikmatannya sungguh-sungguh effortless. Sempurna apa adanya dalam versi originalnya, sekalipun tanpa dukungan bahan-bahan pelengkap lainnya.
Terima kasih Indomie
Entah kapan persisnya improvisasi ini dilakukan. Atau alasan konspirasi apa di balik semakin lezatnya rasa yang sekarang. Apakah Indomie mulai resah karena eksistensi Best Wok yang sering dianggap lebih enak? Tak ada yang tahu kecuali internal perusahaan Indomie dan Tuhan.
Yah, apapun itu, yang jelas saya sedang jatuh cinta kembali kepada mereka. Rasanya saya ingin mendedikasikan lagu Raisa yang berjudul “Kali Kedua” untuk Indomie. Terimakasih Indomie, karena sudah mau berbenah diri.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Top 5 Indomie Goreng Terenak yang Pernah Ada