Jangan Pergi Ketika Didi Kempot Sudah Nggak Tenar Lagi

tenar

tenar

Kepopuleran Didi Kempot memang jadi sebuah fenomena untuk saat ini. Sejak kemunculannya kembali, Didi Kempot sudah memikat banyak penggemar dari berbagai kalangan. Ada dari masyarakat moderen perkotaan, hingga gondes-gondes juga tertarik kembali untuk menjadi penggemar Didi Kempot. Meskipun nggak banyak karya baru, Didi Kempot bisa dibilang masih populer, masih tenar dengan karya-karya lamanya.

Fenomena ini nyatanya nggak mau dilewatkan begitu saja oleh beberapa pihak, mulai dari TV, sampai festival musik. Mari berhitung, berapa acara TV dan acara musik yang mengundang Didi Kempot sebagai penampil? Mungkin sekitar puluhan kali kali Didi Kempot hadir di acara-acara seperti itu selama beberapa bulan terakhir. Tentunya dari tiap acara tersebut, Didi Kempot berhasil menggaet penggemar baru, yang belum tahu siapa Didi Kempot sebelumnya.

Dengan semakin banyaknya penggemar, para penggagas acara TV maupun festival musik menjadikannya sebagai sebuah pasar yang menjanjikan. Letakkan saja namanya di daftar paling atas. Nggak lama kemudian, penggemar akan datang sendirinya. Acara ramai, rating naik, pemasukan banyak. Good market!

Bukan, saya bukannya nggak suka dengan ketenaran Didi Kempot. Nggak mungkin juga saya tiba-tiba benci dengan musisi yang lagu-lagunya cukup menemani masa kecil saya. Mulai dari “Sekonyong-konyong Koder”, “Stasiun Balapan”, hingga “Sewu Kutho” menjadi lagu-lagu yang cukup sering saya putar. Saya bahkan bisa bilang dengan sesumbar, bahwa saya lebih dulu tahu Didi Kempot, daripada orang-orang kota itu.

Maksud saya, ketenaran yang menimpa Didi Kempot ini saya rasa agak berlebihan. Bisa dibilang hampir semua stasiun TV pernah mengundang Didi Kempot, entah itu hanya untuk nyanyi saja, atau bincang-bincang. Acara musik juga sama. Mulai dari acara musik skala kecil, hingga acara musik dengan skala besar (festival) menjadikan Didi Kempot sebagai headliners. Dengan banyaknya “lampu sorot” ini akan mendatangkan penggemar musiman—atau poser—yang sebenarnya nggak terlalu sehat untuk musisi itu sendiri.

Mari kita lihat ke belakang, ketika musik Pop atau Pop Melayu sedang naik daun. Band-band itu—you named it lah—sontak menjadi superstar dengan penggemar di mana-mana. Jadwal manggung padat, mulai dari acara TV, hingga panggung-panggung di kota kecil mereka lakukan. Penontonnya tentu penuh sesak, yang hampir hapal tiap lagu yang dinyanyikan. Tapi saat ini, apa kabar mereka? Apa kabar band-band itu? Berapa yang masih kuat bertahan? Ke mana penggemar-penggemarnya yang dulu? Se-laku apa mereka sekarang? Se-superstar apa mereka sekarang? Silakan jawab sendiri pertanyaannya.

Hal ini juga yang saya nggak mau terjadi pada Didi Kempot dan penggemarnya. Saya nggak mau, penggemar-penggemar Didi Kempot hanya menjadi poser saja ketika Didi Kempot sedang naik daun. Karena poser-poser ini juga nggak peduli ketika artis yang digemarinya sudah nggak naik daun lagi. Ya tentunya mereka akan cari artis lain yang naik daun.

Bayangkan saja, lima atau enam tahun ke depan, apakah Didi Kempot masih tenar seperti saat ini? Apakah penggemarnya masih sebayak sekarang? Ayolah, jangan jadi munafik. Lima atau enam tahun lagi akan ada bintang baru yang menggeser popularitas Didi Kempot, yang artinya, poser-poser yang ada di lingkup penggemar Didi Kempot (bisa jadi) juga akan pindah ke bintang baru ini.

Anggap saja kepopuleran Didi Kempot saat ini sebagai seleksi penggemar setianya, untuk kedua kali tentunya. Karena Didi Kempot juga sudah pernah mencapai titik seperti ini sekitar dua puluh tahun lalu. Setidaknya seleksi ini bisa menjadi bukti, apakah mereka benar-benar menggemari Didi Kempot? Apakah mereka benar-benar senang dengan lagu-lagunya Didi Kempot? Atau mereka hanya menikmati ketenaran Didi Kempot, lalu tiba-tiba pergi ketika Didi Kempot sudah tak tenar lagi.

Sikap ini yang harus diubah sebenarnya. Nggak ada masalah kalau kita jadi penggemar musiman, asal nggak perlu sesumbar bilang sadboys atau sadgirls, tapi minggu depan sudah lupa lagi. Saya berani angkat topi dengan penggemar-penggemar Didi Kempot yang saat ini sudah nggak muda lagi, yang mengikuti perjalanan karir beliau dari awal, hingga saat ini. Mereka-mereka inilah yang bergelar penggemar setia, atau penggemar abadi. Bukan yang baru sekali dengar lagu Cidro, langsung menggelari dirinya dengan sadboys, sadgirls, atau sobat ambyar. Sah-sah aja sebenarnya, tapi apa nggak malu dengan yang benar-benar penggemarnya?

Saya menutup tulisan saya dengan sebuah harapan, semoga penggemar Didi Kempot saat ini, benar-benar jadi penggemar, jadi fans, yang menemani Didi Kempot dalam naik turun karirnya ke depan. Jangan pergi ketika Didi Kempot sudah nggak tenar lagi. (*)

 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Exit mobile version