Jangan Jadikan Aktif di Ormawa sebagai Alasan Nilai Jelek

Jangan Jadikan Aktif di Ormawa sebagai Alasan Nilai Jelek

Jangan Jadikan Aktif di Ormawa sebagai Alasan Nilai Jelek (Pixabay.com)

Saya kerap risih dengan pernyataan mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris, yang intinya adalah nilai jelek yang dia dapat dalam perkuliahan, lantaran keaktifannya dalam ormawa. Sebagai seorang mantan mahasiswa yang aktif di beberapa ormawa, saya tahu betul bahwa kesibukan di ormawa itu sangat padat. Mungkin sama padatnya dengan jadwal kuliah yang mesti dijalani.

Akan tetapi, saya sangat sulit untuk menerima pernyataan itu. Sebab pasalnya, banyak kok mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris yang nilainya bagus-bagus. Nggak sedikit pula yang berprestasi, mengharumkan nama almamater.

Biasanya, ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang aktivis mahasiswa mendapatkan nilai jelek. Pertama, jarang masuk kuliah. Saya termasuk mahasiswa organisatoris yang kerap bolos kuliah, untuk melaksanakan tanggung jawab ormawa seperti menghadiri acara atau lomba. Kurang lebih, sama seperti mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris pada umumnya.

Akan tetapi cara bolos kuliah saya pakai taktik. Karena dosen memberikan kelonggaran untuk nggak masuk kelas sebanyak tiga atau empat pertemuan, saya manfaatkan betul kelonggaran tersebut. Sampai sebelum UAS, biasanya saya nggak masuk kelas sang dosen cukup dua kali saja. Nggak boleh lebih.

Bolosnya pun harus dengan alasan yang jelas dan kuat. Bukan karena ketiduran atau males berangkat kuliah. Misal jatah bolos saya sudah habis sebelum UAS, saya mendelegasikan tugas ormawa saya ke orang lain. Agar hasil absensi saya tetap aman, sampai akhir semester tiba.

Alasan kedua, nilai mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris jelek adalah jarang mengerjakan tugas kuliah. Dalih mereka jarang mengerjakan tugas kuliah adalah tanggung jawab di ormawa sangat menyita waktu mereka. Sehingga nggak sempat mengerjakan tugas kuliah sama sekali.

Menurut saya, pernyataan tersebut, hanyalah omong kosong atau bualan belaka. Sebab faktanya, rata-rata tugas kuliah mesti diberikan jangka waktu mengerjakan. Ada yang tiga hari, lima hari bahkan seminggu.

Seandainya para aktivis mahasiswa atau mahasiswa organisatoris yang nggak mengerjakan tugas kuliah tersebut, mampu mengatur prioritas dengan tepat, kemungkinan besar tugas kuliahnya pasti selesai.

Caranya, dengan mengerjakan tugas secara dicicil dan mengatur waktu dengan baik. Misal sambil menunggu waktu rapat ormawa, disempatkan untuk mengerjakan tugas secara bertahap. Atau selesai rapat ormawa, nggak perlu berlama-lama dan lanjut nongkrong. Segera pulang dan selesaikan tugas kuliah.

Saya cukup yakin, dengan cara seperti itu, tugasnya bisa selesai dengan tepat waktu. Kecuali kalau mahasiswa aktivis atau mahasiswa organisatorisnya, moody-an saat mau mengerjakan tugas. Ya, tugasnya nggak bakal selesai-selesai. Ngelawan mood sendiri aja kalah, gimana mau ngelawan kerasnya pemerintahan sekarang? Pemerintah Wakanda ya, bukan Pemerintah Indonesia. Kalau Pemerintah Indonesia mah baik.

Alasan terakhir, seorang aktivis mahasiswa atau mahasiswa organisatoris nilainya jelek adalah dosen yang nggak suka dengan mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris. Menurut saya, nggak ada dosen yang nggak suka dengan mahasiswa aktivis atau mahasiswa organisatoris.

Jika ada dosen yang nggak suka sama mahasiswa tipe aktivis atau organisitaris, biasanya lebih kepada kelakuannya di kelas. Siapa pun mahasiswa yang sering telat masuk kelas atau tidur di kelas, mesti kurang disukai dosen. Cuma kebetulan, yang kerap telat masuk kelas atau tidur di kelas, biasanya mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris.

Seandainya, mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris dapat mematahkan stereotipe itu, saya rasa, dosen juga bakal memberikan nilai yang bagus kepada mahasiswa tipe tersebut. Terlebih, jika mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris dapat aktif di kelas dan nilai ujiannya bagus, pasti akan diapresiasi oleh para dosen.

Aktif di ormawa, seharusnya bukan halangan mendapatkan nilai yang baik. Justru, dengan aktif di ormawa, seharusnya mahasiswa menjadi lebih menonjol di kelas, dibandingkan dengan teman-temannya yang nggak ikut ormawa. Karena, nyaris di semua ormawa, pasti ditempa untuk aktif berkomunikasi, diskusi, dan menemukan ide yang cemerlang.

Cuma sayangnya, imej mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris kerap tercoreng oleh oknum mahasiswa tipe aktivis atau organisatoris yang malas. Tanggung jawab terhadap nilai akademik sendiri saja belum bisa, apalagi mau ambil tanggung jawab di ormawa, situ sehat?

Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ormawa Itu Memang Bukan Keluarga, Ngapain Ngebet Dibikin kayak Keluarga sih?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version