Daftar Isi
Padahal kalau ada jalan Tol Probowangi, manfaatnya justru besar bagi Situbondo
Pertama, terjadi percepatan transportasi Jawa-Bali yang tentu bakal membuat perputaran perekonomian nasional lebih gacor. Kedua, Situbondo nggak pernah memberi nilai tambah signifikan untuk negara, entah dalam perekonomian, budaya, wisata, dan sejenisnya. Eh, tapi ini mohon dikoreksi, kalau salah silakan kalian balas tulisan saya.
Ha, poin kedua kok malah jadi manfaat??? Iya, biar sadar diri kalau Situbondo sudah kalah dari tetangga dan ketinggalan jauh. Memangnya apa yang bisa ditawarkan dari kota kecil ini? Sejarah karena jadi ujung timur proyek jalan raya Anyer-Panarukan? Pantai yang nggak ada ombaknya? Ketiadaan universitas negeri? Atau apa nih yang bisa ditawarkan?
Kalau katanya dunia itu keras, dengan Situbondo yang begini, jangan marah kalau tergilas.
Kekhawatiran tak berdasar
Saya menemukan satu komentar di media sosial yang cukup apik buat menjelaskan kalau pembangunan jalan tol itu nggak kontra-produktif dengan perkembangan di suatu daerah. Dia memberi contoh pembangunan jalan Tol Semarang-Solo. Sampai saat ini tolnya sudah beroperasi, tapi ternyata kekhawatiran daerah yang dilewati tol bisa nggak berkembang sama sekali tidak terjadi.
Pasarnya selalu ada, soalnya segmen pasar dari pengguna jalan tol dan non-tol itu saja sudah berbeda. Kalau yang pakai tol tujuannya memang ke Banyuwangi mau nyeberang ke Bali misalnya, ya ngapain mampir Situbondo. Jadi, nanti bakal terbagi secara otomatis.
Waktunya Situbondo Mentas di tengah ramai-ramai soal jalan Tol Probowangi
Sebenarnya soal proyek jalan Tol Probowangi, ini jadi momen pas buat Situbondo mentas, menunjukkan diri—yang maaf, saya sendiri nggak tahu harus menunjukkan bagian apanya dari kota ini. Soalnya dengan adanya ramai-ramai begini, nama Situbondo sudah mulai terangkat. Sebelumnya ya memang sudah terangkat, tapi beritanya suram kayak berita begal payudara, video asusila, dll.
Nah, dengan ramainya pemberitaan soal jalan Tol Probowangi, inilah saatnya Situbondo mengenalkan diri. Menunjukkan gigi manis sajalah, soalnya kalau taring sudah pasti nggak punya. Ini juga waktu yang pas untuk menunjukkan apa yang bisa diperbuat kota tak dianggap ini. Misalnya dengan beneran menggarap UMKM sampai ekspor, memberi dampak perekonomian signifikan dari potensi kelautan, atau mungkin minimal menggali asal-usul yang benar-benar pasti dari Situbondo karena selama ini masih punya banyak versi.
Ini sama sekali bukan tanggung jawab warga Situbondo buat ngembangin kotanya. Kan sudah ada pemerintah yang punya kewajiban secara total berusaha menyejahterakan warganya. Sudah ada pihak penyelenggara yang harus mendukung kita-kita warga biasa.
Tapi, ya sekarang ini waktunya, mau dibiarin ramai tanpa diapa-apain, atau beneran direspons biar kotanya bisa sedikit lebih baik. Bebas sih caranya mau gimana. Mau mendukung mati-matian usaha yang ada di sini, beneran mau memaksimalkan potensi terbaik Situbondo, atau sekadar menjadikan program kampanye karena setelah ini ada pemilihan pemimpin baru. Boleh-boleh saja. Saya sih terserah.
Saya hanya berharap semoga warga biasa kayak saya ini bisa terus berbahagia. Kalau saya pribadi sih mendukung saja jalan Tol Probowangi tembus sampai Banyuwangi. Jangan berhenti hanya di Situbondo. Sayang, dong. Sekian, urun ricuh saya~
Penulis: Firdaus Al Faqi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.