Jalan Wonosobo-Banjarnegara Lebih Cocok Jadi Wahana Uji Nyali daripada Jalur Antarkabupaten

Jalan Wonosobo-Banjarnegara Lebih Cocok Jadi Wahana Uji Nyali daripada Jalur Antarkabupaten Mojok.co

Jalan Wonosobo-Banjarnegara Lebih Cocok Jadi Wahana Uji Nyali daripada Jalur Antarkabupaten (unsplash.com)

Jalan Wonosobo-Banjarnegara lebih cocok disebut wahana uji nyali saking ngerinya. 

Kalau kemampuan mengemudi kalian biasa-biasa aja, saya tidak sarankan melewati jalan Wonosobo-Banjarnegara. Jalan antarkabupaten itu penuh dengan tantangan, perlu skill mengemudi mumpuni agar tidak berujung nyungsep ke jurang. Selain skill mumpuni, kondisi pengemudi dan kendaraan harus betul-betul prima. Jangan seperti saya pada waktu itu. 

Pernah suatu waktu, saya diajak paman untuk menjenguk anaknya alias adik sepupu saya. Kebetulan, adik sepupu saya itu sedang menempuh pendidikan di salah satu pondok pesantren di Surakarta. Paman mengajak saya supaya bisa bergantian menyetir mobil. 

Kami berangkat dari Purbalingga pada Sabtu pukul 17.00 WIB. Selama perjalanan berangkat, paman saya yang memegang setir kemudi mobil. Saya duduk tenang di kursi depan sembari mendengarkan lagu-lagu Denny Caknan

Setelah urusan di Surakarta selesai, kami pulang pada Minggu pukul 17.00 WIB. Awalnya, paman saya yang menyetir dari Surakarta menuju Wonosobo. Kami memang sengaja lewat sana untuk mampir ke salah satu rumah saudara. Setelah dijamu makan malam, kami melanjutkan perjalanan pulang. 

Saat itulah kemampuan mengemudi saya diuji. Jalan Wonosobo-Banjarnegara saat malam hari benar-benar wahana uji nyali. 

Jalan Wonosobo-Banjarnegara berkelok dan dingin

Jalanan Wonosobo-Banjarnegara meliuk-liuk mengikuti konturnya. Tipe jalan seperti ini biasanya menimbulkan dua hal. Pertama, kantuk yang tidak tertahankan karena serasa dininabobokan. Kedua, mual-mual karena tidak terbiasa dengan jalanan yang berkelok. Kebetulan efek yang timbul pada diri saya adalah yang pertama. 

Kantuk benar-benar tidak tertahankan, apalagi perut dalam keadaan kenyang setelah dijamu makan malam. Saya yang pada waktu itu memegang setir kemudi berusaha sekeras mungkin melawan kantuk. Berbagai cara saya coba, salah satunya memutar lagu sekencang-kencangnya selama perjalanan. 

Sebenarnya saya ingin membuka kaca jendela mobil untuk mengusir kantuk. Siapa tahu dengan terkena udara dari luar bisa membuat mata semakin awas. Masalahnya, udara Kabupaten Wonosobo dingin bukan main. Akhirnya niat itu saya urungkan, saya lebih memilih mengencangkan suara musik dan memasang AC mobil sehangat mungkin. 

Baca halaman selanjutnya: Jarak pandang …

Jarak pandang terbatas

Seolah jalur berkelok dan udara dingin tidak cukup, jalan Wonosobo-Banjarnegara ternyata berkabut. Sebenarnya kabut hal yang biasa sih di daerah dataran tinggi seperti Wonosobo, tapi bagi orang dataran rendah seperti saya, tmenyetir dalam keadaan berkabut sangatlah menantang. 

Jarak pandang pada waktu itu sangat pendek, saya nggak berani menancap gas. Kecepatan kendaraan yang semula 80-100 km/jam perlahan melambat menjadi 50 km/jam. Perjalanan pulang jadi memakan waktu lebih lama. 

Setelah memasuki tugu selamat datang di Kabupaten Banjarnegara, kabut perlahan memudar. Saat itulah ketegangan selama perjalanan perlahan menghilang. Rasanya badan sangat lelah karena energi banyak terpakai untuk terus konsentrasi nyetir di jalan berkabut. 

Jalan Wonosobo-Banjarnegara di malam hari sangat menantang

Sebelum menghadapi jalanan yang berkelok, dingin, dan berkabut tadi, sebenarnya saya percaya diri bisa membawa kendaraan dengan lancar. Pikir saya, tidak akan banyak kendaraan yang melintas pada malam hari, apalagi waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB saat itu. Mungkin hanya akan beberapa kendaraan besar atau truk muatan yang melaju dengan kecepatan di bawah 50 km/jam saja. 

Ternyata saya salah besar. Sekitar 5 menit saya menggilas jalanan besar Wonosobo, masih banyak mobil pribadi yang melintas. Selain itu, saya juga berpapasan dengan beberapa bus besar dengan sopir yang nggak mau ngalah hingga mengambil jalur lawan untuk menyalip. Meski sudah saya beri tanda dengan lampu jarak jauh, kendaraan-kendaraan resek itu masih saja nggak mau ngalah. Benar-benar membahayakan pengguna jalan! 

Di atas pengalaman saya menerjang jalanan Wonosobo-Banjarnegara. Kalau boleh memberi pesan kepada diri saya yang dahulu dan mungkin para pembaca sekalian, jangan sekali-kali menggilas jalan ini di malam hari dalam keadaan kenyang dan mengantuk. Jalan Wonosobo-Banjarnegara itu wahana uji nyali, peru dilewati dalam keadaan fit dan skill berkendara yang mumpuni. 

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Purwokerto di Mata Orang Purbalingga: Bikin Iri karena Fasilitas dan Kemudahannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version