Beberapa hari yang lalu saya bertolak ke Pati untuk mengunjungi kediaman nenek dari ayah, dan sekalian untuk mengambil ijazah. Kebetulan SMA saya dulu di Pati, tepatnya di daerah pesisir Pantai Jawa area tambak ikan dan pembuatan garam. Hampir selama kurang lebih 3 tahun ijazah saya masih mangkrak di sana. Bukan tanpa sebab untuk tidak segera diambil. Ada satu alasan yang cukup kuat, yakni harus kembali melewati jalan Sumberlawang-Purwodadi.
Kalau dulu, mau tidak mau harus naik bus Rela karena tidak ada pilihan lain. Tapi kalau sekarang harus naik bus Rela lagi dengan tegas saya katakan big no. Saya rasa bus ini cukup terkenal karena tiap kali melewati jalan Sumberlawang-Purwodadi selalu ngebut, dengan alasan kejar target dan juga kanan kirinya didominasi hutan jati. Tapi kali ini dengan alasan demikian saya memilih untuk menggunakan motor untuk ke Pati, tanpa melihat bahaya lain yang mengintai.
Tepat waktu pukul 05.00 saya memutuskan untuk berangkat dari rumah yang berlokasi di Sragen. Awalnya saya ingin bersama ayah saya tapi karena tuntutan pekerjaan saya dipaksa untuk berangkat sendiri. Sebuah Keputusan yang sangat ekstrem saya kira. Bagaimana tidak, yang biasanya naik bus yang toxic tinggal duduk nyaman, sekarang harus berhadapan dengannya.
Alasan saya berangkat pagi karena bus Rela sampai di terminal Sumberlawang antara jam 5.30-6.30 dan berangkat ke Terminal Purwodadi sekitar 1-3 menit setelahnya. Walaupun sudah ada yang berangkat, tapi setidaknya ada jarak. Saya berpikir jika berangkat lebih pagi jalanan akan sepi dari lalu-lalang kendaraan besar, khususnya bus Rela. Memang sih dari Sumberlawang sampai perbatasan alas masih aman-aman aja. Tapi mulai memasuki alas Purwodadi, sudah mulai tampak kehidupan lalu-lalang kendaraan.
Jalan Sumberlawang-Purwodadi isinya truk
Sekalipun pagi, tapi tak berarti Jalan Sumberlawang-Purwodadi amat sepi. Saya langsung berhadapan dengan truk ekspedisi yang jenisnya beragam. Kebut-kebutan sih tidak, cuman jalannya itu yang cukup pelan karena membawa muatan. Walaupun ada sebagian yang memacu kecepatan, tapi rata-rata pelan. Apalagi jika sampai di belakang truk dan pas di posisi blind spot, terlebih kalau truck ada 7 berjejer di jalan tanjakan pula. Mau sabar, tapi takut kalau sewaktu-waktu truk tidak kuat nanjak dan mundur. Mau nyalip harus memutar otak untuk mencari celah. Kalau nggak nyampe, malah kejepit truk.
Perlawanan tak sampai di situ saja. Perkiraan saya ketika bus Rela tidak melintasi jalanan menjadi lebih aman, namun ternyata salah. Ada kendaraan pribadi yang ketularan keganasan bus Rela. Apalagi kalau bukan mobil Pajero dan Fortuner, raja jalanan.. Buat pengendara motor sudah tentu terkejut dan waswas, dan tak punya pilihan lain selain ngalah.
Gara-gara kondisi jalan Sumberlawang-Purwodadi yang tak menyenangkan, perjalanan saya tak sesuai ekspektasi. Walaupun lumayan longgar, estimasi perjalanan yang awalnya saya kira hanya 3 jam ini memakan waktu 4 jam dan sampai pukul 09.00.
Nah, itu bahaya yang ada saat matahari bersinar. Kala terbenam, beda lagi bahayanya.
Ketika malam tiba
Untuk alasan tertentu, saya memilih pulang ke rumah saat sore hari. Tanpa pikir panjang bakal ada bahaya apa lagi yang mengintai di Jalan Sumberlawang-Purwodadi, saya berangkat sore pukul 16.10. Sore berangkat sih masih aman terkendali. Tapi ketika sampai Alas Purwodadi, masalah baru tiba.
Faktor utama ya apalagi kalau bukan penerangan jalan yang minim. Bayangin aja, kalian melewati jalan di tengah hutan, dan tidak ada rambu-rambu. Sebenarnya nggak masalah sih kalau nggak ada rambu-rambu, asal penerangan jalannya proper.
Lah ini sudah lampu minim, jalan berkelok, naik turun dan harus berhadapan dengan kendaraan besar.
Tidak sampai di situ, masih ada lagi yang berbahaya, kali ini menyerang paru-paru, apalagi kalau bukan polusi. Polusi di sini berasal dari asap kendaraan dan debu-debu jalan yang diterbangkan kendaraan besar. Mungkin saat perjalanan terasa biasa ya normalnya bau debu dan asap, tapi nanti di akhir baru kerasa. Seperti sesak pafas, mata perih merah, hidung gatal akibat polusi berlebihan.
Cukuplah sekali saja saya lewat Jalan Sumberlawang-Purwodadi dan bersyukur sampai rumah lagi keadaan aman. Rekomendasi saya buat para pengendara yang mau melewati jalan ini harap lebih berhati-hati. Buat para pemotor sebaiknya menggunakan masker double dan pastikan lampu motor kalian berfungsi. Kalau nunggu jalanan dan pencahayaan diperbaiki, kelamaan wis.
Penulis: Sholy Khoirudi Zuhri
Editor: Rizky Prasetya