Kemarin, di Terminal Mojok, tayang artikel tentang “Bantul coret”. Artikel ini memancing perdebatan seru di kolom komentar Instagram. Tahukah kamu, selain daerah, ada juga sebuah jalan di Jogja yang layak mendapat label “coret” di belakangnya. Nama jalan yang saya maksud adalah Jalan Solo.
Sejak saya kecil, ketika ingin pergi ke sebuah swalayan bernama Gardena, orang tua saya akan bilang “ke Jalan Solo”. Maksudnya, orang tua akan berbelanja di sana. Kebiasaan itu melahirkan sebuah “pengetahuan” bahwa Gardena berada di Jalan Solo. Padahal, pengetahuan itu salah banget.
Gardena, salah satu swalayan legendaris di Jogja, tidak beralamat di Jalan Solo. Swalayan tersebut, secara resmi, beralamat di Jalan Laksda Adisucipto. Kenapa kesalahan seperti ini bertahan selama bertahun-tahun? Padahal, kesalahan ini berpotensi biking bingung pendatang, khususnya mahasiswa baru di Jogja.
Cari gampangnya saja
Suatu kali, saya pernah menanyakan alasannya kepada bapak saya. Saya mengira akan mendapatkan jawaban yang ilmiah dan kental akan aroma historis. Ternyata jawabannya sangat sepele: “Ya cari gampangnya saja.”
Jujur saja, saya agak kesal mendapat jawaban kayak gitu. Namun, setelah saya renungkan, kebiasaan orang Jogja, atau orang Jawa pada umumnya memang begitu. Mereka mencari istilah yang lebih mudah dan cepat diucapkan, untuk istilah lain yang agak jelimet di lidah.
Ketimbang terlalu panjang mengucapkan Jalan Laksda Adisucipto, memang lebih enak bilang Jalan Solo. Dulu, ketimbang ribet bilang “spoor” dalam Bahasa Belanda, memang lebih nyaman bilang “se-pur” dalam Bahasa Jawa. Ada juga “koelkast” dalam Bahasa Belanda, jadi “kul-kas” dalam Bahasa Jawa, lalu resmi menjadi Bahasa Indonesia. Yah, mungkin saja, kebiasaan itu yang menjadi alasan. Koreksi ya kalau saya salah.
Baca halaman selanjutnya: Jalan di Jogja memang banyak yang bikin bingung.