Saya tidak akan pernah melupakan hari di mana Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan merenggut seporsi cilok kuah yang saya idam-idamkan…
Membaca curhatan putus asa dan flexing tipis-tipis Bung Arsyad tempo hari menyoal Jalan Imam Bonjol Pekalongan dan motor barunya, bikin saya nostalgia dengan kenangan pahit sendiri. Sedikit bergeser ke arah selatan, rupanya pemerintah Kabupaten Pekalongan juga nggak kalah ngeselinnya dengan Pemkot Pekalongan. Saya tidak pernah menyangka, semangkuk cilok kuah bisa jadi korban dari ambisi Pemkab memperbaiki jalan.
Di saat society mendesak saya segera menikah, saya malah diuji dengan hal yang lebih mendesak, Jalan Simbang di Kabupaten Pekalongan yang menuntut saya punya kesabaran tingkat dewa. Dowo ususe. Dengan Beatstreet keluaran 2023 yang agak oleng saat berpacu di Pantura, saya melalui Jalan Simbang penuh perhitungan.
Bukan karena motor saya masih baru dan takut lecet, tapi ada semangkuk cilok kuah yang perlu saya jaga seperti Malika. Tapi tiba-tiba, DUK! Lubang kecil tapi berderet di Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan itu bikin kuah cilok yang saya idam-idamkan tumpah!
Semangkuk kebahagiaan dalam cilok kuah
Mungkin menurutmu, saya terlalu lebay karena merasa sedih hanya karena jajan seharga Rp10 ribuan. Tapi sini dengerin dulu, biar kamu tahu duduk perkaranya.
Bagi saya yang penuh perhitungan dan kehati-hatian, memutuskan membeli cilok kuah saat jam pulang kerja adalah hal luar biasa. Siang itu ada kabar kurang menyenangkan dari kantor karena kebijakan efisiensi. Seperti cerita-cerita di novel, langit seakan turut bersedih sampai hujan turun sangat deras.
Bukan kebiasaan saya rela mengantre jajan pinggir jalan. Tapi entah kenapa, hari itu, sepanjang perjalanan pulang yang terpikirkan di otak saya adalah menikmati hangat dan segarnya cilok kuah sebagai obat dari semua keruwetan rapat kantor.
FYI, cilok kuah termasuk jajan langka di daerah saya. Kebanyakan hanya cilok gerobak biasa dari bumi Pasundan. Dan sependek pengamatan saya, penjual yang saya tuju itu adalah pionirnya. Waktu itu adalah kali kedua saya membelinya, jadi kenikmatannya bisa saya bayangkan dengan nyata.
Untuk seporsinya, ada cilok dengan beragam varian. Dari cilok polosan, isian keju, ayam, mozarella, telur, hingga mercon alias cabai. Kuah beningnya bertabur potongan daun bawang dan seledri. Tak lupa, si mamang yang bloboh ngasih daun bawang tanpa perhitungan. Sebuah kenikmatan hakiki. Air liur saya sampai menetes saat menunggu pesanan saya dibungkus.
Sayangnya, saya nggak lulus ujian melewati Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan. Sepertinya, pemerintah tak menghendaki saya menikmatinya dan harus menelan kesedihan efisiensi. Jalanan rusak itu membunuh cilok kuah saya perlahan.
Tambalan Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan yang setengah hati
Sebenarnya kerusakan jalan dari daerah Watusalam, Simbang, hingga Buaran bukan hal yang baru lagi. Saking biasanya, bos batik dan pekerjanya di sana pasti sudah bisa menghindari lubang di jalan sekalipun sambil tutup mata.
Saya pun hampir memiliki kemampuan tersebut, kalau saja Pemkab tidak menghalangi keseriusan saya menghafal jalan berlubang. Menjelang lebaran Idulfitri, lubang penuh dosa itu ditambal. Ya meskipun perbaikannya terkesan asal-asalan karena tampak topografi baru, menciptakan gelombang sana-sini.
Sesuai dugaan, mulusnya jalan daerah itu hanya bertahan sebentar seperti THR yang cuma numpang lewat. Saya kembali harus menghafal jalan rusak dari nol. Saat itulah cilok saya harus berakhir di sana.
Saya nggak yakin ini proyek perbaikan jalan atau gladi resik untuk lomba ngindar lubang nasional. Belum Lebaran lagi saja, Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan itu kembali rusak. Lubang yang kecil tapi berderet itu nggak kalah mengganggunya dengan lubang besar dan dalam.
Oh, jangan salah paham dulu. Lubang besar tentunya tetap ada. Sudah berulang kali juga saya melihat kendaraan yang harus rem mendadak karena menghindari si maut. Bahkan, warga setempat juga nandur kursi dan barang lain di tengahnya demi menghindari kecelakaan.
Belum lagi saat setelah hujan dan penuh kubangan, hafalan kami akan diuji nyata. Seperti quote yang banyak beredar di Instagram, “sedikit demi sedikit lama-lama sakit”.
Rakyat terus berkorban gara-gara jalan berlubang
Bagaimana bisa pemerintah merenggut kebahagiaan seporsi cilok kuah saya lewat Jalan Simbang Kabupaten Pekalongan? Bayangkan saya harus menahan malu karena kuahnya tumpah di mana-mana. Walaupun bisa berbaur dengan sisa air hujan, saya harus pulang dengan hati yang hancur.
Kenapa rakyat harus terus berkorban demi jalan berlubang? Kalau jalan ini bisa bicara, dia pasti akan minta maaf ke cilok saya. Semoga ke depan, hanya hati saya yang tumpah, bukan lagi cilok kuah saya. Karena jika jalan rusak masih terus jadi makanan harian rakyat, mungkin cilok bukan satu-satunya yang akan tumpah. Kepercayaan kami juga.
Penulis: Elif Hudayana
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jalan Imam Bonjol Pekalongan Memaksa Saya Ganti Motor: Baru Ganti Motor Sebulan Udah Masuk Bengkel.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
