Kalau pengin coba try not to misuh challenge di bulan puasa seperti sekarang ini, coba deh lewat Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya.
Surabaya adalah kota yang unik. Unik ini nggak melulu soal sejarahnya yang kental ataupun mallnya yang terkenal besar dan mewah. Saya mengatakan unik karena di balik apiknya Kota Pahlawan, masih banyak jalanan di kota ini yang bikin pengendara mengelus dada. Contohnya ada Jalan Perak, Jalan Ketintang, hingga Jalan Raya Mastrip yang pernah saya ulas di Terminal Mojok.
Meski nggak terletak di hutan belantara, jalan-jalan tersebut sangat memicu adrenalin siapa pun yang melintas karena dilalui kendaraan besar seperti truk, dilintasi jalur kereta api, dan rawan kecelakaan. Saya kira masih banyak lagi jalanan di Surabaya yang bikin jantung dag-dig-dug-serrr, dan itu semua nggak hanya terletak di distrik-distrik yang sibuk.
Benar saja, setelah saya coba mengingat-ingat, ada satu lagi jalan di daerah Surabaya barat yang tak kalah problematik. Saya teringat jalan sat ini ketika mencoba mengenang kembali momen masa SMA. Jalan yang saya maksud adalah Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya. Btw, Jalan Raya Menganti ini memang jalan yang cukup panjang di Surabaya. Jalan ini bermula di pertigaan Jalan Raya Mastrip, membentang lurus ke barat dan berbatasan dengan Gresik dan Kota Baru Driyorejo alias KBD.
Kali ini saya akan mengulas soal Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya saja. Soalnya jalan ini nampaknya cocok banget untuk try not to misuh challenge di bulan Ramadan seperti sekarang ini.
Daftar Isi
Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya nggak rata dan sempit
Salah satu ciri-ciri jalan tengkorak atau rawan kecelakaan adalah bentuk jalannya yang nggak rata. Ini bisa berupa jalan berlubang, jalan agak miring, bergelombang, atau bahkan kombinasi semuanya. Nah, Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya ini kebetulan merupakan kombinasi dari ciri-ciri jalan tersebut. Ngeri, kan?
Bayangkan saja, habis kena perempatan Unesa Lidah Wetan yang isinya para pengendara brutal yang suka terburu-buru dan menerabas, kita harus melewati jalan yang bikin deg-degan setengah mati. Rasanya kayak lagi offroad, tapi nggak di alam terbuka saja.
Belum lagi jalan ini juga tergolong sempit dan dijadikan dua arah. Makin mantap dan menantang maut nggak, sih?
Banyak pengendara biadab
Selain kontur jalan yang nggak rata, jalan tengkorak juga identik dengan pengendara yang nggak hati-hati. Terutama pengendara motor, nih. Di daerah Lidah Wetan hingga Lidah Kulon memang banyak sekali gang perkampungan. Tapi sebenarnya daerah tersebut memang masih tergolong kampng. Ini bukan berarti saya mengolok-olok, ya, tapi tradisi Jawa memang masih sangat kental di sana. Sangat berbeda dengan daerah yang membentang ke arah pusat kota.
Lantas, apa dampaknya? Dampaknya adalah banyak sekali pengendara motor yang keluar dari gang dan berkendara tanpa hati-hati. Yang ngeselinnya lagi, para pengendara ini cenderung galak. Tahu sendiri kan marahnya orang Surabaya kayak gimana? Sudah gitu, seringnya mereka nggak pakai helm, motornya nggak ada spion, dan hobi membonceng lebih dari satu orang.
Perumahan elite di mana-mana
Nah, di Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya ini kita juga bisa melihat ketimpangan sosial yang cukup kentara, yakni dari banyaknya perumahan elite. Tapi bukan itu yang ingin saya garis bawahi. Masalahnya, perumahan elite yang jumlah lumayan banyak di sepanjang jalan ini sejatinya mengganggu lalu lintas.
Lho, kok bisa? Yang tinggal di sana kan orang kaya, pasti tertib, dong. Mungkin sebagian dari kalian berpikir demikian. Tapi nyatanya nggak gitu, Gaes.
Jadi, gini. Bayangkan berapa banyak mobil yang berjejer hendak keluar perumahan ketika menginjak jam 9 pagi? Kebetulan di depan perumahan tersebut warga bakal langsung disambut kemacetan dari jalan raya yang mengarah ke kota. Kemacetan ini disebabkan oleh traffic light di perempatan Unesa Lidah Wetan. Kebayang kan sudah jalan rayanya macet karena traffic light, eh, harus bergantian juga kasih jalan ke mobil-mobil yang keluar dari perumahan elite tersebut.
Terus terang sebagai mantan siswa di salah satu SMA di daerah Lidah Kulon, berangkat maupun pulang UAS menjadi waktu yang menakutkan bagi saya karena harus melewati jalanan macet seperti itu.
Truk dan angkot adalah teman sejati di Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya
Jalan rawan kecelakaan pasti nggak lengkap kalau nggak ada truk. Seperti yang sudah saya singgung di awal, Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya berbatasan dengan Gresik dan KBD. Di daerah tersebut memang banyak ditemukan pabrik. Selain itu, Gresik juga berbatasan dengan daerah lain seperti Lamongan dan Mojokerto. Jadi, wajar kalau truk berlalu-lalang di jalan ini. Hanya saja, ukuran truknya masih masuk akal.
Selain itu, kita juga harus bertarung sama angkot. Paling ngeselin kalau angkotnya suka nyelempit di sisi-sisi jalan dan mengambil jalur pemotor. Nggak cuma itu, mereka juga sering banget cari gara-gara dengan menerobos lampu merah perempatan Unesa Lidah Wetan. Jelas bahaya banget ini.
Kawasan sekolahan
Oke, setelah saya sebutkan semua spesifikasi Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan Surabaya yang seram, sekarang coba bayangkan kalau semua itu terjadi di kawasan sekolahan. Di sepanjang jalan ini sampai ke Lidah Kulon memang cukup banyak sekolahan di sisi kanan dan kiri. Dari SD sampai SMA semua ada di sepanjang jalan ini.
Tentu saja hal ini menjadi tantangan bagi siapa pun yang berkendara di daerah ini. Sudah ada truk, angkot, jalan macet dan nggak rata, ditambah ada anak-anak sekolah lewat. Harus sabar pol, Gaes.
Pokoknya Jalan Raya Menganti-Lidah Wetan di Surabaya barat ini memang cocok buat try not to misuh challenge di bulan Ramadan seperti sekarang. Pengin coba lewat sini?
Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.