Urusan pekerjaan dan hal-hal lain membuat saya harus ke Padang dua kali dalam seminggu. Dari daerah saya ke Ibu Kota Sumatera Barat itu, saya harus melewati Jalan Painan-Padang yang membentang sejauh 77 kilometer. Ini keharusan ya bukan pilihan, sebab memang tidak ada jalan lain dari Painan ke Padang. Jalan puluhan kilometer ini juga menjadi alternatif pengendara menuju Bengkulu dan Kerinci.
Saking seringnya melewati Jalan Painan-Padang, saya sangat hafal betul jalan tersebut. Lengkap dengan kelak-keloknya. Dengan kemampuan berkendara saya yang lumayan dan medan yang sudah hafal di luar kepala, sebenarnya saya bisa berkendara dengan santai. Namun, hal itu tidak pernah bisa saya lakukan mengingat kondisi jalan yang berbahaya.
Daftar Isi
Jalan Painan-Padang yang Menantang
Biasanya saya mengendarai sepeda motor dari Painan ke Padang. Berbagai macam jenis kendaraan berbaur di Jalan Painan-Padang, mulai dari sepeda motor hingga truk-truk besar. Maklum saja, jalan ini merupakan akses utama ke Padang.
Sebenarnya ada sih jalan baru yang bisa mencapai padang, tapi pengendara harus melewati daerah Alahan Panjang, Solok terlebih dahulu. Waktu tempuhnya bisa jauh lebih lama menjadi 6 jam dari seharusnya 2 jam saja. Oleh karena itu, lebih banyak pengendara memilih lewat Jalan Painan-Padang walau sangat menantang.
Saya jelaskan seberapa menantang jalan ini ya. Sebenarnya Jalan Painan-Padang tidak begitu lebar untuk menjadi jalan akses utama. Sudahlah sempit, jalan ini diapit oleh bukit dan laut. Kalau kalian menempuh perjalanan dari Painan menuju Padang, maka bukit akan berada di sisi kanan kalian, sementara di sisi kiri langsung terbentang laut. Oleng sedikit nyawa melayang, entah masuk jurang atau dihempas gelombang.
Sebenarnya kalau dari sisi kontur jalan, Jalan Painan-Padang tidak buruk-buruk amat. Jalan sudah aspal seluruhnya, hanya saja masih terdapat lubang di beberapa titik jalan yang cukup lama penangannya. Salah satu kawan saya pernah kecelakaan gara-gara lubang ini.
Pengendara mobil ugal-ugalan
Sebenarnya ada yang lebih parah daripada penanganan jalan berlubang yang lama, yakni pengendara mobil Jalan Painan-Padang. Pengendara mobil acap kali melaju kencang dan ugal-ugalan, entah apa yang mereka kejar. Mereka selalu mengambil jalur lawan arah untuk melaju, seolah tidak melihat marka jalan yang menjadi pembatas.
Sebagai pengendara motor saya terpaksa mengalah kalau berhadapan dengan mobil yang sembrono semacam ini. Tidak jarang saya memilih berhenti di bibir jalan supaya tidak ditabrak. Sudah terlalu sering saya membaca berita pengendara motor masuk jurang karena tertabrak mobil yang keluar jalur, saya nggak mau jadi salah satunya.
Jalan Painan-Padang minim penerangan
Jalan puluhan kilometer itu semakin menantang apabila ditempuh di malam hari karena minim penarangan. Sebenarnya beberapa ruas Jalan Painan-Padang sudah terang, tapi hanya sampai daerah Siguntur saja. Itupun dibantu oleh penerangan dari rumah warga. Selepas itu gelap gulita, apalagi ketika melewati Kelok Jariang hingga Teluk Kabung.
Oleh karena itu, saya sering menyarankan kepada keluarga atau kawan-kawan untuk melintasi jalan ini di siang hari saja. Bukan saran lagi sih, tapi perintah. Sebagai seseorang yang kerap melewati jalan ini, saya paham betul bagaimana medannya kalau dilewati malam hari. Berbahaya.
Sebenarnya sudah banyak keluhan-keluhan terkait jalan ini mulai jalan berlubang hingga penerangan jalan yang buruk. Namun, entah mengapa suara-suara itu tidak pernah didengar oleh pengurus atau pemerintah setempat.
Penulis: Yoga Frainanda
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.