Jalan mulus di Lamongan, saking langkanya, sudah tergolong mitos
Pertama biar adil, perlu diakui bersama bahwa jalan berlubang adalah isu yang hampir ada di tiap daerah di Indonesia. Khususnya kabupaten yang jarang dilewati Presiden. Uhuk.
Hanya saja, hal tersebut bukan berarti kami sebagai warga sekitar tidak boleh mengeluh. Yagaseh? Nah, di tulisan ini saya ingin menyampaikan keluhan saya spesifik masalah jalan yang ada di Kabupaten saya tercinta. Yakni Lamongan.
Sebagaimana kabupaten lainnya di Indonesia, Lamongan juga punya permasalahan dasar. Yakni jalan yang tidak mulus. Bahkan di beberapa lokasi, jalan tersebut agak jauh dari istilah menghubungkan. Lah gimana, dilalui aja susah. Gimana mau menghubungkan?
Setahun lalu, masih segar di pemberitaan, ada daerah yang bernama Pucangro. Iya, jalan yang sempat viral karena berubah menjadi kubangan lumpur yang tentu saja sangat susah dilewati warga sekitar. Sialnya, hampir tidak ada opsi jalan lain. Akhirnya jalan tersebut tetap saja dilalui meski sambil sambat tipis-tipis. Eh nggak tipis ding.
Warga Lamongan nggak rewel
Padahal kalau mau jujur. Warga Lamongan ini bukan tipe yang susah “dipuaskan”. Tuntutan warga pada bupati Lamongan dari masa ke masa hampir tidak pernah berubah. Iya, hanya sebatas jalan mulus. Itu saja. Tak ada tuntutan persoalan transportasi publik, peningkatan UMP, pelestarian alam, serta isu-isu lain yang sentimental seperti di beberapa daerah sekitar.
Iya, kami cuma menuntut perbaikan jalan saja. Sisanya mungkin adalah harapan Persela bisa juara. Itu pun hanya sebatas harapan.
Merespons keluhan warga, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Lamongan membuat inovasi untuk pelayanan kepada masyarakat berupa Sistem Informasi Respon Keluhan Jalan dan Jembatan (Sirkel). Jadi, kalau ada jalan rusak, warga sekitar bisa melaporkan.
Saya paham mungkin hal tersebut maksudnya baik. Tapi tentu saja agak kurang pas. Teman saya bahkan sampai tertawa ketika membaca berita tersebut. Ia mengatakan, “Harusnya kebalik, kalau ada jalan mulus baru dilaporkan, karena hampir semua jalannya rusak.”
Jalan di Lamongan memang begitu memprihatinkan. Di daerah kota pun jalan porosnya juga tidak mulus. Saya kira hanya di sekitar kantor bupati saja yang bagus. Sisanya? Saya sampai tidak tega untuk menjelaskan detailnya.
Program hanyalah program
Ada sebuah angin segar ketika Bupati kami membuat sebuah program JAMULA (Jalan Mulus Lancar). Program ini digadang-gadang akan membuat jalan di Lamongan ini menjadi lebih layak dilalui oleh segala macam kendaraan.
Lantas bagaimana realisasinya?
Perbaiki sendiri, ra rewel
Mungkin berita viral tentang bapak-bapak tukang becak menambal jalan secara mandiri bisa sedikit menjawabnya. Iya, bapak tersebut melakukan itu sebab jalan tersebut sering dilewati putrinya. Ia takut putrinya jatuh gara-gara jalannya berlubang.
Saya paham program ini masih proses. Tidak bisa langsung terlaksana beberapa hari saja. Saya juga paham anggarannya terbatas. Tapi, bukankah solusi lain bisa dilakukan sembari menunggu realisasi program JAMULA tersebut?
Kemarin, ketika banjir melanda beberapa daerah di Lamongan, Karang Taruna Desa Kendalkemlagi, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, menyediakan bengkel gratis untuk kendaraan roda dua yang mogok akibat banjir. Sebuah program brilian yang harusnya menginspirasi Pemda untuk bertindak serupa. Harusnya lho.
Kami tak rewel, tapi…
Sekali lagi, saya ingin menegaskan, warga Lamongan itu tidak banyak menuntut kok. Keluhan selama ini yang paling banter, ya cuma masalah jalan saja. Bahkan bulan januari lalu, saat desa saya kena musibah angin puting beliung yang membuat banyak pohon berguguran di jalan, serta puluhan rumah kehilangan atapnya. Termasuk rumah saya sendiri.
Kami tetap tidak banyak menuntut. Kami tangani sendiri. Iya, langsung diperbaiki sendiri tanpa teriak-teriak “di mana pemerintah?” Kurang mandiri apa kami?
Dan bahkan ketika kami sempet dapat kabar bahwa akan ada bantuan dari Bupati atas musibah ini. Yang sampai saat tulisan ini dibuat belum muncul juga bantuannya, kami tetap biasa saja. Tidak ada demo. Bahkan maido di medsos pun tidak ada. Kurang sabar apa, Pak?
Meski demikian saya tetap percaya pemerintah daerah akan tetap bisa membawa perubahan pada Kabupaten yang dianugerahi banyak makanan enak ini. Dan tidak sampai tega menganggap kritik semacam ini sebagai nyinyiran netizen. Yah semoga saja.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sudah Saatnya Soto dan Pecel Lele Lamongan Gantian Memberi Panggung untuk Nasi Boran