Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Jakarta vs Jawa: Kenapa Orang Jabodetabek Merasa Berbeda?

Rahul Diva Laksana Putra oleh Rahul Diva Laksana Putra
15 Maret 2025
A A
Jakarta vs Jawa: Kenapa Orang Jabodetabek Merasa Berbeda?

Jakarta vs Jawa: Kenapa Orang Jabodetabek Merasa Berbeda? (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau kamu tinggal di Jabodetabek, pasti pernah mendengar—atau bahkan ngomong sendiri—”Mau pulang kampung ke Jawa.” Sebuah kalimat sederhana yang kalau dipikir-pikir membingungkan. Bukannya Jakarta, Bekasi, Depok, dan sekitarnya itu masih di Pulau Jawa? Tapi kok kayaknya ada sekat tak kasat mata antara Jabodetabek dan Jawa yang lain? Apakah Jakarta udah secretly declare independence dari Jawa dan kita nggak dikasih tahu?

Fenomena ini sebenarnya lebih dari sekadar kebiasaan ngomong. Ada sesuatu yang lebih dalam, yakni soal identitas, gaya hidup, dan bagaimana orang Jabodetabek merasa lebih urban dibanding daerah lain di Jawa. Makanya meski sama-sama berada di pulau yang memanjang itu, tetap saja ada jarak sosial yang bikin warga Jabodetabek merasa lebih “nasional” sementara daerah lain masih dianggap lebih “daerah”. Terus, ini karena apa, sih? Yuk, kita ulik lebih jauh.

Jabodetabek: Urban, Jawa: Tradisional?

Salah satu penyebab utama kenapa orang Jabodetabek merasa terpisah dari “Jawa” adalah perbedaan budaya dan gaya hidup. Jakarta dan sekitarnya itu ibarat dunia lain, penuh dengan gedung tinggi, jalanan macet, dan orang-orang yang jalannya selalu tergesa-gesa. Sementara di luar sana, di Solo, Jogja, Semarang, dan daerah lainnya, kehidupan masih lebih santai, lebih “Jawa” dengan budaya yang lebih kental dan adat istiadat yang masih kuat.

Di Jabodetabek, yang penting efisiensi dan mobilitas. Bahasa sehari-hari pun lebih sering pakai bahasa Indonesia tanpa dialek kedaerahan yang kental. Sementara di banyak daerah lain di Pulau Jawa, bahasa Jawa masih menjadi alat komunikasi utama. Ketika orang Jabodetabek mudik ke kampung halaman dan mendengar bahasa Jawa mendominasi percakapan, langsung muncul kesadaran, “Oh, ini nih, Jawa yang sesungguhnya.”

Jakarta itu Indonesia, bukan Jawa?

Jabodetabek adalah melting pot, alias tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, semuanya ada di sini. Makanya secara tidak sadar Jakarta lebih dekat dengan identitas “Indonesia” secara keseluruhan daripada sekadar “Jawa”. Berbeda dengan daerah di Jateng atau Jatim yang mayoritas warganya memang berasal dari sana, di Jabodetabek, komposisi etnis dan budaya jauh lebih beragam.

Di sinilah muncul kesan bahwa Jakarta adalah dunia tersendiri, sementara “Jawa” adalah sesuatu yang lebih spesifik, lebih lekat dengan identitas kedaerahan. Inilah kenapa, buat orang Jabodetabek, kalau mereka bilang “pulang ke Jawa”, maksudnya bukan ke Depok atau Bekasi, tapi ke Purwokerto, Madiun, atau Kudus.

Sekat sosial dan ekonomi

Selain budaya, ada juga faktor ekonomi dan pembangunan yang bikin sekat antara Jabodetabek dan “Jawa” semakin nyata. Jabodetabek itu pusat ekonomi, pusat bisnis, pusat segalanya. Sementara daerah-daerah lain di Pulau Jawa masih banyak yang bertumpu pada sektor pertanian dan industri skala kecil. Ketimpangan ini bikin banyak orang dari daerah merantau ke Jabodetabek, mencari nafkah dan mengejar kehidupan yang katanya lebih sejahtera.

Akan tetapi di sisi lain, ini juga melanggengkan anggapan bahwa “Jawa” itu lebih desa, lebih tradisional, dan masih tertinggal dari Jakarta. Meskipun di banyak kota seperti Surabaya atau Semarang modernitas sudah berkembang pesat, stigma ini tetap melekat. Ujung-ujungnya, orang Jabodetabek makin merasa bahwa mereka bukan bagian dari “Jawa” yang sama dengan daerah-daerah tersebut.

Baca Juga:

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

Bahasa dan identitas: kok bisa beda?

Salah satu faktor terbesar yang bikin orang Jabodetabek merasa ada sekat dengan “Jawa” adalah perbedaan bahasa sehari-hari. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, di Jakarta dan sekitarnya, bahasa Indonesia lebih dominan. Bahkan mereka yang berasal dari keluarga Jawa pun sering kali tidak terlalu fasih berbahasa daerah karena sejak kecil terbiasa dengan bahasa Indonesia.

Akibatnya, ketika mereka ke daerah asalnya, ada perasaan sedikit terasing. Logatnya beda, cara ngomongnya beda, dan tiba-tiba harus belajar memahami tingkatan bahasa Jawa yang bikin kepala nyut-nyutan. Ditambah lagi dengan sapaan khas yang mungkin terdengar asing, kayak “Mau ke mana, Mas?” yang padahal nggak perlu dijawab serius, tapi tetap bikin bingung.

Dampaknya dari stereotip sampai culture shock

Sekat ini akhirnya melahirkan berbagai stereotip. Orang Jakarta dan sekitarnya kadang dianggap arogan, nggak tahu adat, dan terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Sementara orang dari daerah dianggap terlalu santai, nggak secepat orang kota dalam bekerja, dan terlalu lekat dengan tradisi.

Selain itu, ada juga culture shock bagi para perantau. Orang Jabodetabek yang pindah ke daerah sering kaget dengan ritme kehidupan yang lebih lambat dan budaya yang lebih komunal. Sementara itu, orang dari daerah yang pindah ke Jakarta bisa merasa kewalahan dengan kehidupan yang serba cepat dan keras.

Mengatasi sekat antara Jakarta sekitarnya dan Jawa

Kalau kita mau jujur, sekat antara Jabodetabek dan “Jawa” ini lebih banyak soal perspektif daripada realitas. Memang ada perbedaan gaya hidup dan budaya, tapi bukan berarti kita harus semakin memperlebar jarak.

Salah satu cara untuk menjembatani sekat ini adalah dengan meningkatkan kesadaran akan keberagaman budaya. Pendidikan lintas budaya bisa dimulai dari hal kecil, seperti mengenalkan bahasa dan adat daerah di sekolah. Selain itu, media juga bisa berperan dengan menampilkan berbagai sisi kehidupan di Jabodetabek dan daerah secara lebih seimbang.

Pemerataan pembangunan juga penting. Kalau daerah-daerah di luar Jabodetabek punya infrastruktur dan ekonomi yang setara, orang tidak akan lagi melihat Jakarta sebagai satu-satunya pusat kehidupan. Dengan begitu, anggapan bahwa “Jawa” adalah sesuatu yang berbeda dari Jabodetabek pun bisa perlahan-lahan terkikis.

Jakarta dan Jawa, saudara tapi berjarak

Pada akhirnya, ungkapan “pulang kampung ke Jawa” bukan cuma soal kebiasaan bicara, tapi juga mencerminkan bagaimana identitas sosial dan budaya terbentuk. Jabodetabek memang bagian dari Jawa secara geografis, tapi secara sosial, ekonomi, dan budaya, ada jurang yang cukup lebar.

Tapi apakah itu berarti kita harus terus mempertahankan sekat ini? Nggak juga. Justru, dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih menghargai keberagaman dan mencari cara agar Jakarta dan “Jawa” tidak terasa seperti dua dunia yang berbeda. Lagi pula, toh, pada akhirnya, kita semua tetap ngantre di rest area yang sama pas mudik, kan?

Penulis: Rahul Diva Laksana Putra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Bisa Sambat Pakai Bahasa Jawa Adalah Privilege, di Jakarta Nggak Mungkin Bisa!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Maret 2025 oleh

Tags: JakartaJawa
Rahul Diva Laksana Putra

Rahul Diva Laksana Putra

Manusia biasa yang senantiasa menyuarakan isu sosial.

ArtikelTerkait

Begini Rasanya Jadi Orang Batak Keturunan Jawa Berwajah Timur terminal mojok

Begini Rasanya Jadi Orang Batak Keturunan Jawa Berwajah Timur

23 Maret 2021
PO Bus 27 Trans, PO Bus Rute Jakarta-Malang dengan Armada Ternyaman

PO Bus 27 Trans, PO Bus Rute Jakarta-Malang dengan Armada Ternyaman

23 November 2023
Cara Bertahan Hidup di Jakarta Jika Gajimu di Bawah UMR Jakarta 2024 depok heru budi jogja

Warga Jakarta Perlu Belajar sama Orang Depok Perkara Menghadapi Pemimpin yang Unik Banget

26 Maret 2024
Dufan Jakarta Menjadi Sumber Kesedihan Keluarga Saya (Unsplash)

Katanya Dufan Jakarta Adalah Tempat Wisata Terbaik, tapi Malah Menjadi Sumber Kesedihan Kami

5 Oktober 2023
Panduan Membedakan Kota dan Kabupaten Pekalongan biar Nggak Salah Lagi! Terminal Mojok

Alasan Kota Pekalongan Layak Jadi Kota Bisnis

30 Desember 2020
5 Alasan Punya Mobil Pribadi di Jakarta Itu Sekarang Sudah Nggak Worth It

5 Alasan Punya Mobil Pribadi di Jakarta Itu Sekarang Sudah Nggak Worth It

3 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.