Jadi Stafsus Milenial itu Berat, Belva Davara Saja Tidak Kuat

stafsus milenial

Jadi Stafsus Milenial itu Berat, Belva Davara Saja Tidak Kuat

Adamas Belva Devara, milenial kebanggaan bangsa Indonesia yang merupakan lulusan Harvard University, Amerika Serikat. Dia dipilih Presiden sebagai salah satu staf khususnya pada 21 November 2019 lalu. Setelah jadi stafsus “milenial” presiden, namanya jadi sorotan orang-orang.

Tapi belum lama dia (((berkontribusi))) kemarin, 17 April 2020, dia mengundurkan diri dari jabatan stafsus milenial ini. Alasan pengunduran dirinya berhubungan dengan terpilihnya start up yang dimilikinya (Ruangguru) sebagai salah satu penerima proyek program kartu pra kerja.

Belva sampai bikin release di sosial medianya soal pengunduran diri, dan soal terpilihnya Ruangguru sebagai mitra program kartu pra-kerja. Dia bilang kalau itu semua sudah sesuai aturan yang berlaku dan tidak ada sama sekali konflik kepentingan di belakangnya.

Dalam release yang dia buat, katanya mundur dari jabatan stafsus milenial itu berat. Tapi ya mau gimana lagi, soalnya kalau masalah ini terus dibiarkan, Belva takut ngeganggu konsentrasi presiden yang harus fokus menghadapi pandemi. Sebuah keputusan yang layak untuk diapresiasi.

Pengunduran diri Belva ini buat saya menunjukan dua hal. Pertama, Belva masih terlalu polos. Realitas politik di Indonesia nih kejam. Banyak tekanan politik. Belva kayaknya emang lebih cocok jadi pengusaha aja.

Kedua, saya lihat Belva ini masih nggak punya imajinasi politik yang bisa mewakili anak muda.

Soal imajinasi politik ini saya jadi ingat tulisan di Tirto yang berjudul “Stafsus” Kolonial Bukan Pemuda Abal-Abal, Mereka Ilmuan Mumpuni. Di tulisan itu dijelaskan kalau zaman kolonial ada juga jabatan staf khusus yang memiliki tugas memberikan masukan kepada pemerintah kolonial sekaligu meneliti masalah kepercayaan dan agama kaum bumiputera. Dikenal dengan penasihat urusan pribumi atau adviseur voor Inlandsche zaken.

Dulu para penasihat kolonial adalah peneliti-peneliti yang tekun dengan menghasilkan banyak laporan dan buku akademik. Mereka bukan anak muda abal-abalan. Salah satu diantaranya, Christian Snouck Hurgronje, harus meneliti di daerah perang yang berbahaya. Para penasehat itu tidak perlu berkedudukan sebagai anak konglomerat atau pendiri perusahaan bernilai milliaran atau bekas aktivis mahasiswa.

Saya pribadi sebenarnya tidak meragukan kapasitas Belva Davara. Lulusan Harvard, CEO start up digital penting yang punya banyak inovasi pula. Tapi gara-gara sejak awal dia tidak langsung mundur dari jabatannya di Ruangguru, dia jadi diberitakan ikut dalam bagi-bagi kue program kartu prakerja yang menguntungkan 8 start up yang menjadi mitra program ini.

Silahkan dikalkulasi, anggaran program ini senilai 20 Trilliun. Target pesertanya 5,6 juta dengan insentif sebesar 3,5 juta. Dari 3,5 juta itu, 1 juta untuk peserta dari pemerintah untuk pelatihan. Sampai sekarang terdapat 900 jenis pelatihan online yang telah disediakan, untuk bisa mengikuti pelatihan ada biaya yang harus dibayar oleh anggota Kartu Prakerja. Besarnya mulai dari 150 ribu hingga 850 ribu.

Karena masih berada dalam lingkaran pemerintahan, tuduhan kalau Belva memanfaatkan posisinya untuk bisa dapat proyekan pun nggak bisa dihindarkan. Ya wajar sih, orang-orang pasti curiga karena rangkap jabatan (pemilik perusahaan dan pejabat pemerintah) punya peluang “main belakang” dalam proyek-proyek pemerintahan.

Tapi di luar itu semua, kita harus mengapresiasi keputusannya mundur dari jabatan stafsus. Keputusan ini menunjukan kalau Belva tidak gila jabatan (sesuatu yang sangat langka ditemukan di orang-orang yang sudah punya kekuasaan). Tapi saya sih akan lebih mengapresiasi lagi kalau Belva ini bukan hanya mundur jadi stafsus, tapi juga berbalik arah menjadi oposisi pemerintah dan mengkritisi kebijakan-kebijakannya kalau salah sasaran.

BACA JUGA Membincangkan 7 Staf Khusus “Milenial” Presiden Jokowi yang Kelihatan Segar-Segar atau tulisan Muhammad Kamarullah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version