Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Jadi Orang yang Biasa Saja dan Nggak Punya Prestasi di Kelas Itu Lebih Enak, lho!

Nasrulloh Alif Suherman oleh Nasrulloh Alif Suherman
27 Juli 2021
A A
Jadi Orang yang Biasa Saja dan Nggak Punya Prestasi di Kelas Itu Lebih Enak, lho! terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Siapa, sih, yang nggak bangga jika menjadi orang pintar dan punya prestasi? Kayaknya hampir semua orang di muka bumi ini ingin menjadi sosok orang seperti itu. Gimana nggak? Dibanggakan, disenangi banyak orang, serta dianggap sebagai “The Choosen One” lantaran nggak semua orang bisa begitu. Pokoknya, kalau dianalogikan sebagai sebuah produk, dianggap produk paling berhasil dan mumpuni. Kira-kira begitu.

Saya pun dulu begitu. Selalu ingin menjadi orang yang pintar dan memiliki banyak prestasi, dalam hal ini tentu baik di sekolah maupun di luar, ya. Tapi kita persempit saja dalam ranah akademik. Sekolah atau kampus. Saya selalu ingin jadi orang yang begitu, karena penuh dengan afirmasi orang-orang yang sangat membuat diri terbuai. Aduh, siapa, sih, yang nggak suka dipuji dan dianggap lebih baik? Wqwqwq, sepertinya kebanyakan manusia kayak gitu, deh.

Tapi lama-lama capek. Lama-lama kayak semakin dikejar. Semakin nggak bisa kita raih, semakin tambah stres, anjir. Nggak ada kenikmatan hidupnya. Sebenarnya saya sadar sudah lama, kira-kira saat duduk di bangku sekolah menengah dulu. Menurut saya, menjadi orang yang biasa saja dan nggak berprestasi rasanya lebih menyenangkan dan so much better than the “smartest” one. 

Pertama, seperti yang saya bilang di atas kalau orang berprestasi dan pintar itu banyak dipuji. Banyak mendapatkan afirmasi dari orang lain yang membuat diri terbuai dan terlena, apalagi sering kali beriringan dengan popularitas. Yah, minimal popularitas di ruang lingkup sekolah/kampus gitu. Jelas, kalau sudah berurusan dengan popularitas, maka seakan-akan milik publik, dong. Kalau begitu ekspektasi akan ada, bukan? Iya, ekspektasi orang lain.

Kalau kamu murid pintar dan berprestasi, tentu orang-orang akan selalu berekspektasi kamu akan selalu jadi yang terbaik. Apalagi, kalau orang-orang yang bersangkutan sudah kadung menyukaimu amat dalam, misalnya ngefans. Wah, repot! Hal-hal yang kayak gini ribet karena cuma mau lihat luarnya saja. Kamu harus memenuhi ekspektasi orang-orang, lalu nggak boleh “gagal” sama sekali. Tapi kalau gagal, pasti ada yang ngomongin dan bahkan lebih pedas omongannya.

Seperti teman saya saat di SD dulu. Dia pintar sekali, sampai kelas empat dia selalu ranking satu. Entah kenapa tiba-tiba di semester dua kelas empat dirinya tak lagi sama. Nilai akademiknya mulai menurun. Dia nggak lagi jadi juara kelas.

Kemudian mulai banyak omongan yang tak sedap, seakan-akan adalah akhir yang sangat pedih baginya. Ada saja sebagian guru nirakhlak yang bukannya bertanya atau cari solusi, ealah malah ikut ngatain dan berucap tak patut. Disinyalir, teman saya tersebut memiliki beberapa hal masalah yang nggak bisa diceritakan, yang mana jadi faktor pembuat prestasinya turun. Orang-orang yang nggak berprestasi amat alias sedang-sedang saja nggak punya beban seperti itu. 

Kedua, orang yang biasa-biasa saja nggak akan diomongin orang lain. Memang betul, pintar dan banyak prestasi akan membuat kita dipuji banyak orang, tapi jangan lupa di balik kebaikan tetap akan ada kebangsatan. Ada hitam, maka ada putih. Yang senang dan merasa takjub kepada orang yang berprestasi pasti banyak, tapi yang nggak suka juga nggak sedikit. Itu jelas.

Baca Juga:

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Menjamurnya Bimbel Bukan karena Pendidikan Kita Ampas, tapi karena Mengajar di Bimbel Memang Lebih Mudah

Apalagi jika populer banget, walah yang iri pasti banyak banget. Mending kalau iri doang, kadang-kadang ada saja yang berusaha mencari kesalahan dan menjatuhkan. Ckckck, manusia, oh manusia. Makanya harus sadar akan konsekuensi ini, ya, kalau misalnya ingin jadi orang demikian. Tapi, ya, tetap salah orang-orang bangsat macam itu, sih. Jadi orang yang biasa saja memang alternatif untuk terhindar masalah itu, mental pun lebih sehat. Anjay.

Ketiga, seperti halnya klub sepak bola papan tengah, menjadi kuda hitam kadang-kadang euforianya lebih nikmat, loh. Asli, karena saya sendiri pernah merasakan dan mengalaminya. Sebenarnya, kami—saya atau orang-orang “papan tengah” lainnya di muka bumi ini—kalau dibilang bodoh tuh nggak juga. Saya yakin kami cuma malas saja, malas untuk lebih sungguh-sungguh dalam berprestasi saja, wqwqwq.

Hubungannya dengan euforia apa? Jadi gini, karena dianggap orang biasa, maka nggak ada ekspektasi atau pikiran macam-macam dari orang lain. Orang jadi nggak terlalu menaruh atensi kepada kita. Orang-orang lain yang terlalu menaruh perhatian kepada orang lain pun akhirnya nggak akan menyangka jika kita “bisa” berprestasi juga.

Saat dulu di pesantren, saat saya kelas 10 Aliyah, saya duduk di kelas paling bawah. Urutan paling akhir. Di pesantren saya, kelas memang diurutkan dengan alfabet dan muridnya ditaruh berdasarkan prestasi akademik. Well, jadi saya adalah murid yang paling bawah saat itu. Jelas, kan? Hingga saat kenaikan kelas, saya tiba-tiba diumumkan sebagai ranking tertinggi kedua di kelas. Dari puluhan murid di kelas, saya dan teman saya yang ranking pertama saja yang masuk ke kelas peringkat tinggi. Walaupun hanya tingkat kedua, sih. Hahaha.

Teman-teman saya yang di kelas 10 peringkat atas saja nyatanya malah banyak yang jadi di bawah saya. Ini bukan maksud menghina atau gimana, nggak sama sekali loh, ya. Cuma jadi contoh saja, bahwa menjadi “medioker” lalu tiba-tiba membuat “keajaiban” euforianya jadi dua kali lipat. Wqwqwq, rasanya masih ingat orang-orang nggak percaya saya bisa begitu. 

Semua yang saya tulis di atas hanya segelintir hal keuntungan dan alasan mengapa menjadi orang biasa saja yang nggak punya prestasi itu lebih enak. Well, boleh agree to disagree. Yang jelas saya, sih, nggak pernah merasa menyesal karena ada faktor-faktor lain yang membuat saya senang saja. Wqwqwq. 

BACA JUGA Duduk di Bangku Paling Depan dan Dekat dengan Guru di Sekolah Nggak Menjamin Kepintaran Murid dan artikel Nasrulloh Alif Suherman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 September 2021 oleh

Tags: pendidikan terminalPrestasiSekolahSiswa
Nasrulloh Alif Suherman

Nasrulloh Alif Suherman

Penulis partikelir. Menulis di selang waktu saja.

ArtikelTerkait

petugas main angkut penertiban PPKM mojok

Mempertanyakan Dasar Hukum Petugas Main Angkut Saat Penertiban PPKM

7 Juli 2021
sonny boy anime musim panas 2021 mojok

Sonny Boy, Anime Buatan Sutradara One Punch Man yang Layak Ditonton Musim Ini

28 Juli 2021
Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

15 Desember 2022
jawaban pertanyaan yang sering ditujukan untuk mahasiswa pertanian mojok

Teruntuk Mahasiswa Pertanian, Berikut Jawaban yang Ampuh Jika Jurusanmu Diremehkan

1 Agustus 2021
Masih Ada Sekolah Favorit dan Orang Tua Pindah KK Anak, Sistem Zonasi Gagal Total!

Masih Ada Sekolah Favorit dan Orang Tua Pindah KK Anak, Sistem Zonasi Gagal Total!

29 Juni 2023
Ketimbang Pengin Jadi Maudy Ayunda, Mending Belajar Jadi Orang Tuanya Saja terminal mojok

Ketimbang Pengin Jadi Maudy Ayunda, Mending Belajar Jadi Orang Tuanya Saja

13 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.